Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Silicon Valley Bank Bangkrut, Apa Pengaruhnya Bagi Perbankan di Indonesia?

Penutupan SVB diperkirakan tidak berdampak langsung terhadap Perbankan di Indonesia yang tidak memiliki hubungan bisnis, facility line maupun investas

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Silicon Valley Bank Bangkrut, Apa Pengaruhnya Bagi Perbankan di Indonesia?
dok.
Silicon Valley Bank (SVB)bangkrut akibat krisis modal. 

Akibat kenaikan suku bunga acuan The Fed yang dilakukan secara beruntun hingga hampir 5 persen sehingga melemahkan momentum saham teknologi yang selama ini menjadi keuntungan Silicon Valley Bank.

Suku bunga tinggi juga mengikis nilai obligasi jangka panjang yang dimiliki SVB.

Suku bunga tinggi the Fed Silicon Valley Bank terjebak dalam kebingungan ketika Federal Reserve AS, yang ingin melawan laju inflasi yang cepat, mulai menaikkan suku bunga.

Investasi yang dulunya aman terlihat jauh kurang menarik karena obligasi pemerintah lebih menarik dan lebih banyak peminat.

Serta merta pendanaan SVB awal juga mulai menyusut, menyebabkan klien mulai menarik uang mereka. Untuk memenuhi permintaan nasabahnya, bank harus menjual sebagian investasinya dengan diskon besar.

Pada Jumat pagi (10/3), perdagangan saham SVB di-suspend dan regulator sektor keuangan di California juga sudah turun tangan menutup bank dan menempatkannya dalam kurator di bawah Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC).

Ini berarti SVB sudah dinyatakan sebagai bank gagal, dan FDIC akan mengganti uang deposito nasabah SVB. Maka, berakhirlah riwayat hidup SVB.

Berita Rekomendasi

Pertanyaan berikutnya adalah apakah kebangkrutan SVB akan merembet ke negara lain? Atau ke bank lainnya? Ini yang masih menjadi pertanyaan investor.

Yang jelas tidak akan merembet ke Indonesia. Di samping karena tidak ada exposer SVB ke nasabah Indonesia atau perbankan Indonesia, kondisi makroekonomi kita juga tidak terpengaruh.

Kolapsnya bank terbesar kedua di Amerika Serikat (AS) Silicon Valley Bank (SVB) berdampak besar bagi pasar pasar AS, tetapi tidak dengan Indonesia.

Likuiditas di Tanah Air masih memadai di tengah adanya pengetatan likuiditas global.

Fundamental makro ekonomi domestik yang solid, pertumbuhan ekonomi meningkat, inflasi rendah, dan perbankan Indonesia masih sustainable untuk menopang pertumbuhan kredit.

Sementara itu, data kinerja makro ekonomi seperti tingkat cadangan devisa yang masih sangat memadai. Per Februari 2023, Bank Indonesia (BI) telah membukukan cadangan devisa Indonesia mencapai 140,3 miliar dollar AS.

Tidak perlu panik terhadap kejadian SVB, namun tidak ada salahnya berjaga-jaga jika ada situasi memburuk di sektor keuangan global.

Aktifkan semua protokol krisis dan tingkatkan koordinasi sektor keuangan, mudah-mudahan kita belum terlambat untuk selalu tetap waspada.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas