Cadangan Beras Bulog Dalam Bahaya, Pemerintah Berencana Impor, DPR Minta Berhenti Grasah-grusuh
Saat ini penyerapan gabah nasional oleh Bulog masih sedikit atau baru mencapai 30 ribu ton.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Cadangan beras Bulog pada saat ini dalam kondisi bahaya, sebab hanya tersisa 230 ribu ton dan akan menyusut menjadi 20 ribu ton setelah disalurkan program bantuan sosial (bansos) sebanyak 210 ribu ton.
Direktur Utama Bulog Budi Waseso (Buwas) mengatakan, cadangan beras pemerintah tidak mencukupi untuk stok bulan depan atau pada April 2023 karena adanya kebijakan bansos yang dimulai bulan ini.
"Kalau untuk operasi pasar masih cukup, tapi itu untuk bulan ini. Ok? Tapi kan kita ada kepentingan untuk bulan depan, termasuk ada penyaluran bansos yang setiap bulannya 210, nah itu harus terpenuhi, gitu loh," papar Buwas di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (20/3/2023).
Buwas menegaskan, saat ini penyerapan gabah nasional masih sedikit atau baru mencapai 30 ribu ton. Kata dia, jumlah tersebut bakal ditambah dengan pasokan gabah dari penggiling-pengiling beras di Indonesia.
Baca juga: Pemerintah Berikan Bansos 10 Liter Beras untuk 21,6 Juta Penerima Jelang Ramadhan 2023
"Belum dapat, baru dapat 30 ribu ton untuk penyerapan yang sampai dengan saat ini," ucap dia.
"Nah sekarang kita sedang lagi mau bicara dengan Pak Menko Perekonomian, untuk menghitung serapan dari yang penggilingan-penggilingan. Tunggu saja," lanjutnya.
Berencana Impor Beras
Pemerintah kembali membuka opsi untuk melakukan impor beras sebesar 500.000 ton.
Alasannya, untuk menjaga ketersediaan stok dan stabilitas harga beras di pasar.
Hal tersebut disampaikan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Menurut Zulhas, saat ini stok beras di Bulog sekitar 300.000 ton.
"Beras ini, kemarin dipimpin presiden, kapanpun diperlukan kita bisa masuk lagi (impor) 500.000 ton, karena stok Bulog yang 1,2 juta, sekarang kalau enggak salah tinggal 300.000-an," kata Zulkifli.
Dia mengatakan, pemerintah tak memiliki pilihan lain dalam menjaga ketersediaan beras selain melakukan impor beras.
"Walaupun berat, saya ini sebenarnya enggak setuju impor-impor itu, tapi tidak ada pilihan. Kemarin diputuskan kembali 500.000 ton, tapi (kita lihat) kapan diperlukan, karena sekarang lagi panen raya," ujarnya.
Ia juga memastikan impor beras tidak akan dilakukan dalam waktu dekat mengingat saat ini masih periode panen raya.
Zulhas mengatakan, opsi impor beras tetap disiapkan guna mengantisipasi ketersediaan beras pemerintah.
"Belum sekarang ini (impor beras) kan lagi panen raya enggak mungkin, tapi kalau kita enggak beli nanti enggak ada (stok) gimana?," tuturnya.
Jangan Grasah-grusuh
Anggota Komisi IV DPR Saadiah Uluputty meminta Pemerintah meninjau ulang rencana impor beras sebanyak 500 ribu ton.
“Berhenti grasah-grusuh untuk membuka kran impor beras. Jangan mengambil Langkah sepihak tanpa menimbang banyak aspek”, kata Saadiah Uluputty.
Baca juga: Menjelang Ramadan Harga Beras Semakin Melonjak, Pemerintah Berencana Impor Lagi
Anggota Fraksi PKS ini dengan tegas menolak keinginan suara pemerintah untuk impor beras saat memasuki panen raya.
“Impor beras mesti ditolak tegas. Panen raya akan memasuki bulan Maret April hingga Mei 2023. Rencana impor saat panen raya mencekik leher petani. Cukup ironi”, lanjut Saadiah.
Data Kementerian Pertanian dan BPS, stok beras nasional sedang surplus 1,7 juta ton.
Tahun ini ada survei cadangan beras yang juga dilakukan BPS, stok beras di akhir Juni 9,71 juta ton.
Saadiah memaparkan, mengacu data Kerangka Sampling Area (KSA) BPS mencatat produksi beras Januari-April 2023 sebesar 13,79 juta ton, naik 0,56 persen dibanding periode yang sama 2022.
Produksi beras pada Mei sampai Desember 2023 pun diperkirakan cukup tinggi dengan mengacu tren produksi beras di tahun-tahun sebelumnya, misalnya 2022.
Pada Mei 2022, produksi beras sebesar 2,38 juta ton, Juni 2,51 juta ton, Juli 2,71 juta ton, Agustus 2,35 juta ton, September 2,50 juta ton, Oktober 2,38 juta ton, November 1,88 juta ton dan Desember 1,11 juta ton.
“Panen Raya tahun 2023 hingga April menghasilkan produksi gabah atau beras yang tinggi sehingga Indonesia akan mengalami surplus. Maka tidak ada alasan import dilakukan," ujarnya.
Saadiah menyebut jika ada upaya untuk melakukan analisis data untuk menggiring opini bahwa terjadi defisit beras.
“Tujuan penggiringan data defisit ini maksudnya jelas, biar niat pemerintah untuk impor semakin kencang”, sesalnya.
Saadiah meminta pemerintah berdiri bersama petani beras. Tidak membuat perkiraan dan asumsi – asumsi kondisi akhir 2023 yang mendorong impor karena itu melukai para petani.
“Berdirilah bersama petani. Petani kita sedang bekerja berdarah – darah untuk mendukung produksi beras di negara ini. Membuat opini import hanya akan melukai petani kita. Hentikan wacana import tersebut,” tegasnya.
Jokowi Heran
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pemerintah terus berupaya menyeimbangkan harga gabah petani dengan harga beras ke konsumen.
Presiden mengaku sulit untuk mencari titik keseimbangan harga tersebut.
“Sekali lagi yang sulit itu menyeimbangkan harga agar gabah di petani baik dan wajar. Harga beras di pedagang baik dan wajar, dan harga beras ke konsumen itu baik dan wajar. Yang sulit di situ,” kata Presiden usai acara pembukaan Business Matching Produk Dalam Negeri Tahun 2023 di Istora Senayan, Jakarta, Rabu, (15/3/2022).
Baca juga: 21,6 Juta Warga Dapat Bansos Beras 10 Kg, Berikut Cara Cek Penerimanya
Menurut Presiden kalau hanya menurunkan harga beras sebenarnya cukup mudah, yakni dengan melakukan impor sebanyak-banyaknya. Bila hal itu dilakukan maka akan merugikan para petani di Indonesia.
“Kalau mau menurunkan harga beras sangat mudah sekali. impor sebanyak-banyaknya menuju ke pasar pasti harga turun. tapi yang kita lakukan sekarang menjaga keseimbangan itu,” katanya.
Kenaikan harga beras sekarang ini menurut Presiden karena suplainya kurang. Ia berharap memasuki panen raya, harga beras akan turun.
“Kan kita lihat masih panen raya. Logikanya panen raya suplainya banyak, mestinya harga turun, nah ini kok ndak. Ini yang baru kita cari. Ini yang senang petaninya tetapi konsumennya pasti akan berteriak. Saya kira keseimbangan itu yang ingin kita jaga,” pungkasnya.