Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Industri Perbankan AS dan Eropa Diterpa Krisis, Bank Sentral Didesak Gerak Cepat Lakukan Intervensi

Bank Sentral Eropa (ECB) maupun The Fed terus menaikkan suku bunga selama dua minggu terakhir.

Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Industri Perbankan AS dan Eropa Diterpa Krisis, Bank Sentral Didesak Gerak Cepat Lakukan Intervensi
Ledger Insights
Bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve. Beberapa investor dan analis menyerukan intervensi yang lebih terkoordinasi dari bank sentral untuk memulihkan stabilitas keuangan, menyusul gejolak di sektor perbankan global yang dikhawatirkan dapat berlanjut di tengah kenaikan suku bunga. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni

TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Beberapa investor dan analis menyerukan intervensi yang lebih terkoordinasi dari bank sentral untuk memulihkan stabilitas keuangan, menyusul gejolak di sektor perbankan global yang dikhawatirkan dapat berlanjut di tengah kenaikan suku bunga.

Setelah runtuhnya dua bank Amerika Serikat (AS) pada bulan ini dan pengambilalihan Credit Suisse oleh UBS pada akhir pekan lalu, kegelisahan investor atas sektor perbankan masih berlanjut.

Dikutip dari Reuters, saham layanan perbankan Jerman Deutsche Bank anjlok pada Jumat (24/3/2023), di tengah kekhawatiran bahwa regulator dan bank sentral belum menahan guncangan terburuk bagi sektor perbankan sejak krisis keuangan global 2008.

Baca juga: Industri Perbankan Diprediksi Menghadapi Berbagai Risiko Perubahan Hingga 2030

Bank-bank sentral global termasuk Federal Reserve AS (The Fed) baru-baru ini mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan penyediaan likuiditas melalui pengaturan jalur pertukaran dolar AS.

Namun, pada saat yang sama, baik Bank Sentral Eropa (ECB) maupun The Fed terus menaikkan suku bunga selama dua minggu terakhir, karena mereka tetap mati-matian berusaha memerangi tekanan inflasi yang tinggi.

Bagi kepala penasihat kelompok ekonomi di UniCredit di London, Erik Nielsen, berujar bank sentral tidak boleh memisahkan kebijakan moneter dari stabilitas keuangan. Apalagi menyusul meningkatnya kekhawatiran bahwa kesengsaraan perbankan dapat menyebabkan krisis keuangan yang meluas.

Berita Rekomendasi

"Bank-bank sentral utama, termasuk Fed dan ECB, harus membuat pernyataan bersama bahwa kenaikan suku bunga lebih lanjut tidak dapat dilakukan setidaknya sampai stabilitas kembali ke pasar keuangan," katanya dalam sebuah laporan pada Minggu (26/3/2023).

"Pernyataan seperti ini dalam beberapa hari ke depan kemungkinan besar diperlukan untuk membawa kita menjauh dari jurang krisis yang jauh lebih dalam," imbuhnya.

Pasar keuangan AS juga berharap The Fed untuk berhenti menaikkan suku bunga. Investor memperkirakan peluang The Fed mengkerek suku bunga 25 basis poin pada Mei hanya mencapai 20 persen,

Sementara proyeksi The Fed akan membiarkan suku bunga tidak berubah pada 4,75 persen hingga 5,0 persen mencapai 80 persen. Investor juga melihat pemotongan suku bunga The Fed menjadi 3,94 persen pada Desember mendatang.

Namun, yang lainnya berpendapat bahwa regulator AS akan memastikan stabilitas keuangan sambil melanjutkan kampanye melawan inflasi mereka.

"Kami melihat bank-bank sentral berpegang pada 'prinsip pemisahan' - menggunakan neraca dan alat lain untuk memastikan stabilitas keuangan sambil menjaga kebijakan moneter terfokus pada pengendalian inflasi," ungkap BlackRock Investment Institute dalam laporan yang terbit pekan lalu.

Untuk saat ini, hanya sedikit investor yang melihat kejadian tahun ini sebagai pengulangan krisis ekonomi yang melanda pasar keuangan pada 2008.

Tetapi para investor khawatir bank run atau penarikan dana besar-besaran lainnya dapat meletus jika orang percaya bahwa regulator AS atau Eropa tidak akan melindungi para deposan.

"Situasinya tetap cair tetapi kami cenderung berpikir jalan keluar dari masalah ini dapat dikoordinasikan dengan tindakan bank sentral untuk meningkatkan kepercayaan pada sistem," kata seorang manajer mitra dan portofolio di TwentyFour Asset Management, Felipe Villarroel.

"Masalah dengan bank-bank Eropa dan bank-bank besar AS saat ini adalah kepercayaan. Itu bukan modal," imbuhnya.

Menurut Villarroel, para nasabah khawatir runtuhnya bank-bank AS akan menyebar ke bank lain, sehingga mereka mulai berpikir apakah "harus mengeluarkan simpanan atau menjual saham bank mereka atau tidak."

Regulator AS mengatakan pada pekan lalu sistem perbankan tetap 'sehat dan tangguh', sebuah pernyataan yang dianggap sebagai upaya untuk menenangkan kegelisahan pasar keuangan dan deposan bank.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan dia siap untuk mengulangi tindakan yang diambil untuk Silicon Valley dan Signature Bank untuk melindungi simpanan bank yang tidak diasuransikan jika kegagalan mengancam lebih banyak simpanan nasabah.

Namun, simpanan di bank-bank kecil AS turun menuju rekor terbesar menyusul runtuhnya Silicon Valley Bank pada 10 Maret, menurut data The Fed yang terbit pada Jumat.

Baca juga: Praktisi Pasar Modal: Perbankan RI Cukup Kebal Hadapi Krisis Sektor Keuangan di AS dan Eropa

Sementara itu, keseluruhan simpanan di sektor perbankan telah turun hampir 600 miliar dolar AS sejak The Fed mulai menaikkan suku bunga pada tahun lalu.

Angka ini menjadi aliran keluar simpanan terbesar di sektor perbankan yang pernah tercatat, kata kepala ekonom di Apollo Global Management, Torsten Slok.

"Risiko jangka pendek untuk bank dikombinasikan dengan ketidakpastian tentang aliran keluar simpanan, biaya pendanaan bank, turbulensi harga aset, dan masalah peraturan, semuanya memperdebatkan kondisi pinjaman yang lebih ketat dan pertumbuhan kredit bank yang lebih lambat selama kuartal mendatang," ujar Slok.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas