Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Indonesia dan Beberapa Negara Perluas Dedolarisasi, Apa Untungnya Bagi RI?

Sejak memulai kerja sama LCT atau LCS pada 2018 hingga Maret 2023, terdapat total transaksi setara dengan 10,10 miliar dolar AS.

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Indonesia dan Beberapa Negara Perluas Dedolarisasi, Apa Untungnya Bagi RI?
Tribunnews/JEPRIMA
Petugas menghitung uang dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Masagung Money Changer, Jakarta Pusat. Indonesia memperluas kerja sama dedolarisasi dengan berbagai negara dalam hal perdagangan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah negara, termasuk Indonesia mulai gencar mencari cara mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS atau dedolarisasi.

Langkah dedolarisasi ini untuk mengurangi dampak rambatan kebijakan Amerika Serikat yang selama ini mempengaruhi perekonomian banyak negara.

Tidak mau tertinggal dengan negara lain, Indonesia pun memperluas kerja sama dedolarisasi dengan berbagai negara dalam hal perdagangan

Baca juga: Ramai Dedolarisasi, Inilah Pengertian, Dampak hingga Calon Pengganti Mata Uang Dolar AS

Terbaru Bank Indonesia bekerja sama dengan bank sentral Korea Selatan, Bank of Korea, untuk mendorong penggunaan mata uang lokal masing-masing negara dalam transaksi bilateral atau local currency transaction atau LCT.

Korea Selatan menjadi negara kelima yang telah bekerja sama dengan Indonesia dalam LCT ini.

Kesepakatan tersebut dituangkan melalui penandatanganan nota kesepahaman oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dan Gubernur Bank of Korea, RHEE, Chang Yong di sela-sela Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN+3, Selasa (2/5/2023), di Korea Selatan.

Melalui kerja sama tersebut, penyelesaian transaksi bilateral, seperti transaksi berjalan (current account transaction), investasi langsung, dan perdagangan antarkedua negara akan menggunakan mata uang lokal kedua negara. Ini mengubah transaksi sebelumnya yang menggunakan mata uang dollar AS.

Berita Rekomendasi

”Pelaku usaha dapat memanfaatkan kerja sama ini untuk mengurangi biaya transaksi dan eksposur terhadap risiko nilai tukar dalam melakukan transaksi bilateral kedua negara, antara lain melalui penggunaan kuotasi nilai tukar secara langsung antara mata uang korean won dan rupiah dalam perdagangan antarbank,” tutur Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, Selasa.

Diketahui, pelaksanaan LCS dan LCT telah dimulai pada 2018 dengan Malaysia dan Thailand. Pada 2020, Indonesia mulai menjalin kerja sama serupa dengan Jepang dan pada 2021 dengan China.

Mengutip data BI, sejak memulai kerja sama LCT atau LCS pada 2018 hingga Maret 2023, terdapat total transaksi setara dengan 10,10 miliar dolar AS. Transaksi ini tergantikan dengan mata uang lokal negara-negara yang bekerja sama dengan Indonesia.

Adapun rinciannya pada 2018 tercatat transaksi setara 348 juta dolar AS, 2019 sebesar 760 juta dollar AS, 2020 sebesar 797 juta dollar AS, 2021 sebesar 2,5 miliar dolar AS, dan 2022 sebesar 4,1 miliar dolar AS. Adapun pada tiga bulan pertama tahun ini sudah tercatat transaksi setara 1,6 miliar dolar AS.

Menguntungkan Indonesia

Pengamat Ekonomi sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan, terdapat sejumlah keuntungan apabila Indonesia meninggalkan dolar AS dalam perdagangan hingga perjanjian bilateral.

"Upaya dedolarisasi dengan menggunakan transaksi mata uang lokal partner dagang Indonesia bisa meningkatkan stabilitas nilai tukar rupiah," ucap Bhima kepada Tribunnews.

"Selama ini banyak faktor naik turunnya dollar AS sulit dikendalikan oleh otoritas moneter. Suku bunga Fed naik, rupiah melemah, terus menerus seperti itu. Tapi begitu ada pengurangan porsi dollar terhadap total transaksi internasional, meskipun saat ini masih kecil tapi punya andil pada terjaganya kurs rupiah," sambungnya.

Poin positif lainnya lanjut Bhima adalah hubungan dagang yang lebih erat dengan negara mitra khususnya di tingkat Asean.

Ketika ekonomi domestik AS terguncang, pengalihan minat ekspor ke negara Asean dan negara alternatif lainnya membuat kinerja ekspor sedikit terjaga.

Poin berikutnya soal efisiensi dalam perdagangan, dimana para eksportir dan importir sebenarnya diuntungkan ketika menggunakan mata uang lokal tanpa perlu menukar dulu ke dollar AS.

Baca juga: Dedolarisasi Menggema, Indonesia Bakal Jadi Poros Baru Kekuatan Ekonomi Dunia?

Namun dedolarisasi bukan berarti tidak memiliki poin negatif.

Menurut Bhima, kelemahan dalam sistem ini adalah sulitnya menggunakan mata uang lokal untuk membayar kapal yang beroperasi di jalur perdagangan lintas negara.

"Kapal-kapal berbendara asing itu maunya terima dollar, mana mau dibayar dengan quotation rupiah. Padahal 90 persen kapal untuk ekspor-impor menggunakan bendera asing," papar Bhima.

Masalah lain muncul ketika kerjasama internasional misalnya dalam hibah, pinjaman tetap dominan dalam bentuk dollar.

Jadi pengembalian cicilan pokok dan bayar bunganya juga tetap menyedot dollar.

Daftar Negara Lakukan Dedolarisasi

Selain Indonesia, sederet negara ini diketahui mulai melakukan dedolarisasi. Bahkan, beberapa waktu lalu muncul kelompok negara BRICS yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan gencar melakukan dedolarisasi.

1. China

Terhitung sejak 21 Januari 2022, The People's Bank of China mulai memperbaharui swap bilateral dalam mata uang lokal atau BCSA.

Termasuk kerjasama BCSA yang dijalin dengan Bank Indonesia, lewat perjanjian BCSA tersebut total pertukaran uang antara China dengan Indonesia mencapai 250 miliar yuan Tiongkok.

Lebih lanjut, China juga turut menggelar kesepakatan dengan Brasil agar keduanya tidak lagi menggunakan dolar AS sebagai alat transaksi perdagangan.

Sebagai gantinya China dan Brasil akan beralih menggunakan mata uang mereka sendiri, yakni yuan dan real untuk perdagangan dan transaksi keuangan internasional

"Harapannya adalah ini akan mengurangi biaya, mempromosikan perdagangan bilateral yang lebih besar dan memfasilitasi investasi," kata Badan Promosi Perdagangan dan Investasi Brasil (ApexBrasil) dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari AFP.

Imbas kesepakatan ini nilai mata uang AS dalam perdagangan global diproyeksi merugi lebih dari 171,49 miliar dolar.

2. Arab Saudi

Dedolarisasi juga mengemuka di Arab Saudi, sejak enam tahun terakhir. Arab Saudi dilaporkan mulai berkomitmen untuk meninggalkan ketergantungan pada dolar AS.

Wacana tersebut terealisasi lewat perjanjian kontrak Saudi Aramco dengan raksasa migas asal China. Dengan kesepakatan itu nantinya transaksi penjualan minyak yang biasa menggunakan mata uang dolar dapat berganti menjadi riyal Saudi.

Akibat kebijakan yang dirilis Arab Saudi, permintaan dolar AS diperkirakan tergerus lebih dari 10 miliar dolar AS.

3. Eropa

Sejumlah negara besar di Eropa dilaporkan mulai melakukan dedolarisasi, berdasarkan data Atlantic Council selama periode 1999 hingga 2019, penggunaan dolar AS di kawasan Eropa hanya 23,1 persen saja.

Hal ini lantaran Jerman, Prancis, Italia, Spanyol, dan Belanda mulai beralih menggunakan mata uang euro untuk melangsungkan transaksi perdagangan internasional. Hingga dominasi euro dalam perdagangan Eropa naik 66,1 persen.

4. Iran

Pemerintah Iran memutuskan untuk meninggalkan mata uang dolar dan euro dalam perdagangan internasionalnya, hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan Iran, Shamseddin Hosseini pada 2013.

Keputusan ini diambil sebagai langkah balasan atas sanksi yang dijatuhkan AS kepada pemerintah Iran akibat kepemilikan bubuk nuklir yang melebihi batas aman.

5. India

Sejak April 2023, India diketahui mengeluarkan kebijakan baru untuk mendorong perluasan rupee sebagai pengganti dolar dalam perdagangan internasional.

Berkat perjanjian tersebut bank sentral India RBI resmi memberikan persetujuan untuk membuka 60 rekening khusus rupee vostro di 18 negara termasuk Rusia dan Sri Lanka, melansir dari Firstpost.

6. Rusia

Negara pimpinan Vladimir Putin ini mulai mempercepat langkah dedolarisasi usai Moskow ditimpa serangkaian sanksi ekonomi oleh Amerika, buntut dari invasinya ke Ukraina.

“Satu-satunya cara menjamin ikatan investasi, ekonomi, dan perdagangan yang stabil antara Rusia dengan mitra-mitranya adalah menghindari mata uang yang berubah menjadi toksik, terutama dolar AS dan euro,” ujar Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Alexander Pankin.

Lebih lanjut, diplomat Moskow itu menyatakan bahwa pihaknya akan memakai rubel sebagai alternatif transaksi dengan mitra internasional.

7. Brasil

Untuk mengurangi dominasi dolar AS, Argentina dan Brasil diketahui telah menggelar pembicaraan untuk menciptakan mata uang bersama.

Pengumuman itu dikeluarkan awal tahun ini, tepatnya setelah Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva mengunjungi Argentina.

Tak hanya itu Brasil juga turut bergabung dengan aliansi negara BRICS mencakup Rusia, India, China dan Afrika Selatan untuk bersiap meninggalkan dolar AS lewat perilisan mata uang baru.

Sebenarnya, keinginan BRICS untuk merilis mata uang baru sudah tercetus sejak 2009. Namun usai Rusia dihantam sejumlah sanksi, rencana pembuatan mata uang BRICS akhirnya kembali tercetus.

8. ASEAN

Sejalan dengan langkah Indonesia, beberapa negara di yang tergabung dalam organisasi negara – negara Asia Tenggara (ASEAN) juga mulai mempercepat rencana dedolarisasi.

lima negara ASEAN, yakni Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina telah menekan kerjasama transaksi pembayaran lintas negara sejak November 2022. Tak lama dari itu Laos, Kamboja, dan Brunei Darussalam juga tertarik untuk bergabung dengan kebijakan tersebut.

Dengan cara ini negara di ASEAN dapat mengurangi penggunaan dolar Amerika Serikat (AS). Selain itu melalui kerja sama transaksi pembayaran lintas negara ini diharapkan negara ASEAN dapat mengurangi tekanan bila mereka mengalami gejolak pada mata uang utama.

Dampak Dedolarisasi

Imbas ditinggalkannya dolar, cadangan devisa global dilaporkan turun dari 71 persen menjadi 60 persen terhitung sejak tahun 1999, sebagaimana dikutip dari data yang dirilis IMF.

Baca juga: Analis Sebut Tren Dedolarisasi Jadi Tantangan Baru, Ini Dampaknya ke Stabilitas Rupiah

Hal ini terjadi lantaran dolar AS menyumbang 58,36 persen dari cadangan devisa global.

Lebih unggul ketimbang dominasi Euro yang hanya berkontribusi sekitar 20,5 persen dari cadangan devisa global sementara yuan Tiongkok hanya menyumbang 2,7 persen.

“Pangsa dolar AS di cadangan devisa global selama 2022 anjlok 10 kali lebih cepat dari rata-rata dalam 20 tahun terakhir. Kondisi tersebut berlanjut hingga dolar AS menderita keruntuhan yang menakjubkan, " ujar Stephen Jen, CEO perusahaan keuangan Eurizon SLJ Capital.

Bersiap Hadapi Malapetaka

Di tengah ancaman dedolarisasi yang berpotensi membuat dominasi dolar AS melemah

Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen memperingatkan negaranya untuk bersiap menghadapi malapetaka ekonomi, serta lonjakan suku bunga yang jauh lebih tinggi di tahun selanjutnya.

Ancaman ini disampaikan Yellen usai kongres AS menolak untuk menaikkan pagu utang senilai 1,5 triliun dolar AS.

Lebih lanjut Yellen menjelaskan ketika gagal bayar terjadi, peringkat kredit Amerika Serikat akan di-downgrade. Pelaku pasar juga berpotensi menjual surat utang AS (Treasury) dan berimbas pada melonjaknya suku bunga lantaran terpengaruh kenaikan yield.

Tak hanya itu Treasury juga tidak lagi dipandang sebagai aset aman atau safe haven, hal ini tentunya akan mempengaruhi kinerja pasar saham AS Wall Street hingga dapat turun ke peringkat terendah dalam sejarah.

Apabila tekanan ini tak kunjung diatasi maka tak menutup kemungkinan ekonomi AS dapat jatuh ke jurang resesi.

"Kegagalan negara akibat default berpotensi besar menimbulkan bencana ekonomi dan keuangan. Hal itu lantaran default dapat menaikkan biaya kredit selamanya, serta membuat investasi masa depan dipatok lebih mahal," jelas Yellen.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas