Tren Dedolarisasi Berlanjut, Ini Daftar Negara yang Mulai Gunakan Mata Uang Lokal Gantikan USD
Tren dedolarisasi ini tidak hanya terjadi di beberapa negara maju, tapi juga di beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Choirul Arifin
8. ASEAN
Sejalan dengan langkah Indonesia, beberapa negara di yang tergabung dalam organisasi negara – negara Asia Tenggara (ASEAN) juga mulai mempercepat rencana dedolarisasi.
lima negara ASEAN, yakni Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina telah menekan kerjasama transaksi pembayaran lintas negara sejak November 2022.
Tak lama dari itu Laos, Kamboja, dan Brunei Darussalam juga tertarik untuk bergabung dengan kebijakan tersebut.
Dengan cara ini negara di ASEAN dapat mengurangi penggunaan dolar Amerika Serikat (AS). Selain itu melalui kerja sama transaksi pembayaran lintas negara ini diharapkan negara ASEAN dapat mengurangi tekanan bila mereka mengalami gejolak pada mata uang utama.
Dampak Dedolarisasi
Imbas ditinggalkannya dolar, cadangan devisa global dilaporkan turun dari 71 persen menjadi 60 persen terhitung sejak tahun 1999, sebagaimana dikutip dari data yang dirilis IMF.
Hal ini terjadi lantaran dolar AS menyumbang 58,36 persen dari cadangan devisa global.
Lebih unggul ketimbang dominasi Euro yang hanya berkontribusi sekitar 20,5 persen dari cadangan devisa global sementara yuan Tiongkok hanya menyumbang 2,7 persen.
“Pangsa dolar AS di cadangan devisa global selama 2022 anjlok 10 kali lebih cepat dari rata-rata dalam 20 tahun terakhir. Kondisi tersebut berlanjut hingga dolar AS menderita keruntuhan yang menakjubkan, " ujar Stephen Jen, CEO perusahaan keuangan Eurizon SLJ Capital.
Menkeu AS Peringatkan Bersiap Hadapi Malapetaka
Di tengah ancaman dedolarisasi yang berpotensi membuat dominasi dolar melemah
Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen memperingatkan negaranya untuk bersiap menghadapi malapetaka ekonomi, serta lonjakan suku bunga yang jauh lebih tinggi di tahun selanjutnya.
Ancaman ini disampaikan Yellen usai kongres AS menolak untuk menaikkan pagu utang senilai 1,5 triliun dolar AS.
Lebih lanjut Yellen menjelaskan ketika gagal bayar terjadi, peringkat kredit Amerika Serikat akan di-downgrade.
Pelaku pasar juga berpotensi menjual surat utang AS (Treasury) dan berimbas pada melonjaknya suku bunga lantaran terpengaruh kenaikan yield.
Tak hanya itu Treasury juga tidak lagi dipandang sebagai aset aman atau safe haven, hal ini tentunya akan mempengaruhi kinerja pasar saham AS Wall Street hingga dapat turun ke peringkat terendah dalam sejarah.
Apabila tekanan ini tak kunjung diatasi maka tak menutup kemungkinan ekonomi AS dapat jatuh ke jurang resesi.
"Kegagalan negara akibat default berpotensi besar menimbulkan bencana ekonomi dan keuangan. Hal itu lantaran default dapat menaikkan biaya kredit selamanya, serta membuat investasi masa depan dipatok lebih mahal," jelas Yellen.