KKP Minta Masyarakat Tak Berprasangka Buruk Soal Ekspor Pasir Laut: Ini Menjaga Laut Tetap Sehat
Semua pihak diajak untuk melihat secara komprehensif isi peraturan tersebut bukan cuma dari sisi ekspor pasir.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meminta publik tak suuzan atau beprasangka buruk terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023.
Asisten Khusus Menteri KP Bidang Media dan Komunikasi Publik, Doni Ismanto mengatakan, pihaknya sangat terbuka dengan masukan masyarakat mengenai PP 26/2023.
Namun, ia meminta masyarakat menyuarakan pendapatnya tidak dengan pikiran negatif.
Baca juga: Menteri Trenggono Janji Penambangan Pasir Laut Tak Akan Masif: Kalau Ganggu Nelayan, Kami Hentikan
"Semuanya boleh bersuara menyatakan pendapatan tentang isu yang sedang hangat sekarang, tapi saya harap tidak dilandasi dengan pikiran negatif lebih dulu," kata Doni dalam keterangannya di Batam, dikutip Jumat (9/6/2023).
Sebab, kata Doni, pemerintah telah membuat kebijakan ini guna menjaga kesehatan laut.
"Pemerintah membuat kebijakan ini dengan niat baik menjaga laut tetap sehat," ujarnya.
Doni pun mengajak semua pihak untuk melihat secara komprehensif isi peraturan tersebut bukan cuma dari sisi ekspor pasir.
"Pemerintah menata pengelolaan hasil sedimentasi di laut utamanya untuk kepentingan ekologi," katanya.
Ia menekankan bahwa sikap Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono selama ini adalah mengutamakan ekologi, bukan ekonomi.
"Pesan pak menteri yang beliau sudah berulang kali mengatakan bahwa panglima beliau adalah ekologi. Dalam membuat kebijakan pasti yang didahulukan beliau adalah ekologi bukan ekonomi," ujar Doni.
Sebagai informasi, pemerintah tengah mendapat kecaman dari berbagai pihak karena terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 Tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Aturan yang diundangkan pada 15 Mei 2023 itu memuat sejumlah kebijakan.
Salah satunya adalah keran ekspor pasir laut yang kini dibuka kembali setelah dilarang selama 20 tahun.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menjadi satu dari sekian pihak yang melayangkan kritik.
Mereka mengkritik keras kebijakan pemerintah membuka keran ekspor pasir laut karena kebijakan itu sama halnya dengan menjual Tanah Air.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut itu bakal mempercepat tenggelamnya desa-desa kecil yang tinggal di pesisir.
"Tentu menurut WALHI ini akan mempercepat kerusakan, mempercepat tenggelamnya desa-desa kecil, desa-desa di pesisir," kata Manager Kampanye Pesisir dan Laut Parid Ridwanuddin saat dihubungi Tribunnews, Jumat (2/6/2023).
Parid menyatakan WALHI sendiri telah melakukan kampanye untuk memperjuangkan pulau-pulau kecil yang masih minim perhatian pemerintah.
Dia menilai, kebijakan pemerintah membuka keran ekspor pasir laut justru bakal menghilangkan kedaulatan bahkan dinilai menjual tanah air.
"Kami di WALHI sudah berkampanye sudah lama setahun yang lalu. Kita ini negara kepulauan, kalau pulau-pulau kecil tenggelam apalagi di perbatasan, itu kedaulatan kita menyusut. Jadi artinya sama dengan menjual kedaulatan, menjual tanah air," jelasnya.
Terlebih, kata dia, pulau-pulau kecil di perairan indonesia sudah banyak terancam tenggelam, bahkan sudah banyak tenggelam.
"Kami di WALHI punya catatan sendiri. Kepulauan Riau ada 6 pulau yang tenggelam. Bengkulu 2 pulau tenggelam, Sumatera Selatan 3 pulau tenggelam, Bangka Belitung lebih banyak," ungkapnya.