Pemerintah Cabut Aturan Wajib Masker untuk Pelaku Perjalanan Luar Negeri, Ini Tanggapan Epidemiolog
Menurut dia dasar pemerintah mencabut kewajiban masker karena melihat kasus Covid-19 yang semakin terkendali.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Epidemiologi Griffith University Australia, dr Dicky Budiman menilai pencabutan aturan wajib masker saat melakukan perjalanan dalam dan luar negeri serta saat kegiatan di fasilitas publik sah-sah saja.
Menurut dia dasar pemerintah mencabut kewajiban masker karena melihat kasus Covid-19 yang semakin terkendali.
Namun, Dicky mengungkapkan permasalahan yang saat ini dihadapi bukan hanya Indonesia tetapi seluruh negara di dunia adalah buruknya strategi komunikasi risiko.
Baca juga: Perjalanan Tak Wajib Masker, Pengusaha Mal: Berpergian Jadi Lebih Nyaman
“Titik lemahnya sekarang yakni strategi komunikasi risiko, literasi membangun kesadaran masing-masing individu terkait risiko,” ucap Dicky kepada Tribun, Sabtu (10/6/2023).
Dia mencontohkan belum lama ini bertemu dengan seseorang yang melakukan perjalanan luar negeri ke Brisbane dari Indonesia.
Pelaku perjalanan yang sudah terbangun kesadaran ini dia memilih tetap menggunakan masker.
“Hal ini kita masih lemah dalam konteks upaya membangun literasi ini yang masih lemah,” kata Dicky.
Dicky memandang yang akan dihadapi bukan hanya Covid-19 tetapi tanyangan pandemi berikutnya ke depan.
“Pesan yang harus dibangun masker adalah satu alat untuk mengantisipasi risiko,” imbuhnya.
Seperti diketahui, penanganan pandemi virus corona (Covid-19), baik secara global maupun nasional kini semakin terkendali.
Data menunjukkan bahwa perkembangan kasus harian di dunia sejak awal 2023 hingga 8 Juni kemarin mengalami penurunan.
Baca juga: Masyarakat Sudah Boleh Tak Pakai Masker, Kemenhub Segera Revisi Syarat Aturan Pelaku Perjalanan
Perlu diketahui, kasus positif turun 97 persen, kasus kematian turun 95 persen dan kasus aktif mengalami penurunan 4 persen.
Sementara itu untuk rata-rata persentase kasus kesembuhan secara global selama 2023 sebesar 96 persen.