Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Desakan Revisi Permendag 50/2020 Menguat, untuk Lindungi UMKM dari Ancaman Project S TikTok Shop

Project S TikTok Shop pertama kali mencuat di Inggris, pengguna TikTok di negara tersebut mulai melihat fitur belanja baru bernama "Trendy Beat".

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Desakan Revisi Permendag 50/2020 Menguat, untuk Lindungi UMKM dari Ancaman Project S TikTok Shop
Istimewa
Ilustrasi TikTok- Polemik tentang social commerce Project S TikTok Shop belakangan menyita perhatian publik, termasuk pejabat negeri dan wakil rakyat karena diyakini sebagai ancaman bagi produk dalam negeri yang ada di social commerce tersebut, terutama yang dijual oleh pelaku UMKM. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik tentang social commerce Project S TikTok Shop belakangan menyita perhatian publik, termasuk pejabat negeri dan wakil rakyat karena diyakini sebagai ancaman bagi produk dalam negeri yang ada di social commerce tersebut, terutama yang dijual oleh pelaku UMKM.

Project S TikTok Shop pertama kali mencuat di Inggris. Dilaporkan oleh Financial Times, pengguna TikTok di negara tersebut mulai melihat fitur belanja baru bernama "Trendy Beat".

Fitur ini menawarkan barang-barang yang terbukti populer di video. Contohnya alat untuk mengekstrak kotoran telinga atau penyikat bulu hewan peliharaan dari pakaian.

Semua barang yang diiklankan dikirim dari China, dijual oleh perusahaan yang terdaftar di Singapura. Perusahaan tersebut, menurut lapooran Financial Times, dimiliki oleh perusahaan induk TikTok, ByteDance, yang berbasis di Beijing, China.

Menyadari hal ini bisa menjadi potensi ancaman yang akan datang, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki khawatir dan mendorong agar ada kebijakan yang bisa melindungi produk UMKM di dunia maya, khususnya di social commerce.

Kebijakan tersebut ia yakini bisa dilakukan lewat revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).

BERITA TERKAIT

Permendag tersebut hanya mengatur e-commerce, bukan social commerce. Maka dari itu, Teten sangat mendorong penerbitan revisi ini.

Lantas, sudah sampai mana revisi Permendag 50 ini di Kementerian Perdagangan?  Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan, revisi Permendag 50 saat ini sedang ada di biro hukum.

Biro hukum sedang dalam proses legal drafting untuk memintakan persetujuan proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Baca juga: DPR Minta Pemerintah Rapat Gabungan Bahas Project S TikTok, Segera Keluarkan Regulasi Lindungi UMKM

"Terkait Revisi Permendag 50, saat ini biro hukum sedang proses legal drafting, untuk dimintakan persetujuan proses harmonisasi di Kemenkumham," kata Isy ketika dihubungi Tribunnews, Jumat (7/7/2023).

Isy tak bisa memberikan kepastian kapan revisi Permendag 50 akan terbit. Pasalnya, hal tersebut bergantung pada Kemenkumham. "Bergantung pada waktu pelaksanaan harmonisasi oleh Kemenkumham," ujar Isy.

Teten Tuding Kemendag Mengulur Waktu

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menuding Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengulur-ulur waktu untuk menerbitkan revisi Permendag 50/2020.

Teten mengatakan, penerbitan revisi Permendag 50 ini memakan waktu terlalu lama. Ia menyebut telah melakukan rapat dengan Kemendag sejak lima bulan lalu.

Baca juga: TikTok Bantah Jalankan Project S di Indonesia, Menkop Teten: Jangan Bohongi Saya

"Kita sudah rapat koordinasi lama dengan Kemendag. Sudah dibawa oleh Sekretaris Kabinet. Sampai sekarang belum keluar Permendagnya. Sudah lama. Kita sudah bahas lama. Mungkin sudah 5 bulan lalu," kata Teten ketika ditemui di kantor KemenKopUKM, Jakarta, Rabu (12/7/2023).

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki di kantor KemenKopUKM, Jakarta, Rabu (12/7/2023).
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki. 

Menurut Teten, pihak Kemendag mengulur waktu untuk menerbitkan revisi Permendag 50. Padahal, kata dia, sudah dikoordinasikan melalui Sekretaris Kabinet.

"Sudah selesai drafnya. Tapi kok tidak diharmonisasi? Ini kan buying time (mengulur waktu). Usulan dari kita sudah sangat jelas," ujar Teten.

Asosiasi UMKM Mendukung

Asosiasi IUMKM Indonesia (AKUMANDIRI) mendukung upaya Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mendorong terbitnya revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50/2020.

Ketua Umum AKUMANDIRI Hermawati Setyorinny mengatakan, ia mendukung upaya Teten dalam mendorong penerbitan revisi tersebut. "Saya sangat mendukung upaya Pak Teten Masduki, Menteri Koperasi dan UKM tentang revisi Permendag 50/2020," katanya ketika dihubungi Tribunnews, Kamis (13/7/2023).

Ia meyakini para pelaku UMKM lainnya pasti juga sangat mendukung ini karena niat dari revisi Permendag 50 adalah melindungi produk dalam negeri, terutama UMKM.

Baca juga: Revisi Permendag 50 Tak Kunjung Terbit, Menteri Teten Tuding Kemendag Mengulur Waktu

Menurut Hermawati, terbitnya revisi Permendag 50 dapat menunjukkan upaya pemerintah melindungi industri maupun produk dalam negeri, khususnya UMKM.

Ia kemudian menyinggung bagaimana revisi Permendag 50 dapat menjadi bentuk upaya pemerintah melindungi UMKM dari ancaman Project S TikTok Shop.

"Dengan adanya Project S Tiktok Shop, mau tidak mau pasti banyak produk luar negeri lebih mudah masuk dan dibeli masyarakat Indonesia," ujar Hermawati.

"Produk yang ditawarkan (dari fitur Project S Tiktok Shop) juga banyak diproduksi/dibuat oleh UMKM. Pasti dampaknya merugikan UMKM di Indonesia," lanjutnya.

Ekonom Satu Suara Terkait Ini

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mendesak pemerintah untuk mengatur platform social commerce dengan tegas.

Platform seperti Tiktok Shop, menurutnya, saat ini menjadi social commerce yang tidak diatur oleh regulasi. “Mau diatur sebagai e-commerce, dia dianggap media sosial. Mau diatur sebagai media sosial tapi dia punya e-commerce,” kata Bhima, Senin (10/7/2023).

Dirinya mengatakan, social commerce semestinya tetap didefinisikan sebagai pelaku perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) atau sebagai e-commerce yang telah diatur oleh Permendag.

Sehingga, aturan-aturan teknisnya menjadi jelas, termasuk mematuhi harga eceran tertinggi (HET) dari beberapa produk yang sudah diatur, khususnya kebutuhan pokok.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. (Kompas.com/Desy Kristi Yanti)

Bhima menegaskan, Tiktok Shop juga harus patuh pada aturan perpajakan di Indonesia. Sehingga, dari sisi perpajakan, ada level playing field yang sama dengan platform e-commerce. Dengan begitu, persaingan akan menjadi lebih sehat.

“Sebab adanya Tiktok Shop ini sebetulnya menggerus platform e-commerce yang bayar pajak, sementara model social commerce tidak membayar pajak,” ujar Bhima.

TikTok Indonesia Membantah

TikTok Indonesia mengklarifikasi tudingan Project S TikTok Shop akan merugikan para pelaku usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal di Indonesia.

TikTok Indonesia mengatakan bahwa Project S TikTok Shop tidak tersedia di Indonesia.

"Inisiatif e-commerce sebagaimana tercantum di dalam artikel di atas (terkait Project S TikTok Shop) tidak tersedia di Indonesia," tulis TikTok Indonesia dalam keterangan resmi yang diterima Tribunnews, Sabtu (8/7/2023).

"Tidak ada bisnis lintas batas (cross-border) di TikTok Shop Indonesia," lanjut TikTok Indonesia. TikTok Indonesia mengatakan, hingga saat ini tidak ada informasi bahwa fitur Project S ini akan diluncurkan di Indonesia.

DPR Dorong Penerbitan Revisi Permendag 50

Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto mengatakan, keberadaan fitur Projects S TikTok bisa menjadi ancaman serius bagi produk-produk UMKM dalam negeri.

"Jelas fitur itu mengancam produk UMKM kita. Karena fitur itu didesain khusus untuk mempromosikan produk-produk asing. Fitur itu bisa membunuh dan menggerus produk UMKM lokal kita. Ini persoalan serius yang harus segera dicarikan solusinya oleh pemerintah," katanya Rabu (12/7/2023).

Menurutnya, langkah konkret yang dapat dilakukan pemerintah yaitu dengan melakukan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 50 Tahun 2020.

Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDIP, Darmadi Durianto
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDIP, Darmadi Durianto (dpr.go.id)

"Revisi Permendag ini harus dititikberatkan soal pentingnya pengawasan yang ketat terhadap keberadaan produk-produk impor. Selain pengawasan tentu saja pembatasan produk impor juga menjadi penting agar tak mematikan produk dalam negeri yang dijual oleh UMKM kita," ujarnya.

Darmadi menegaskan, jika UMKM dalam negeri tak diberikan perlindungan yang memadai maka, konsekuensinya cukup serius ke depannya. Senada dengan Darmadi, Anggota Komisi VI DPR RI Amin AK mengatakan, fitur baru TikTok ini berpotensi mengancam produk UMKM lokal di pasar digital dalam negeri.

"Karena fitur baru TikTok tersebut hanya memprioritaskan produk UMKM China maka UMKM Indonesia terpinggirkan," kata Amin saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (7/7/2023).

Anggota Komisi VI DPR RI Amin AK
Anggota Komisi VI DPR RI Amin AK (Istimewa)

Menurutnya, hal yang lebih mengkhawatirkan adalah akal muslihat TikTok dalam mendominasi pasar Indonesia melalui fitur social commerce tersebut.

Modusnya, TikTok akan membuat trend produk baik fashion, aksesoris dan beragam produk lainnya.

"TikTok akan mempopulerkan atau memviralkan trend produk yang mereka setting, lalu diproduksi oleh UMKM China dan dijual lewat platform social commerce Tik Tok. Ini jelas mengancam UMKM kita," kata Amin.

Strategi lainnya, dan ini bagian dari marketing intelligent, mereka akan membuat berbagai jenis dan model produk yang viral dan disukai pengguna Tik Tok, kemudian mereka produksi di China.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas