Ikuti Perkembangan Digital, Kemenkominfo Turut Dorong Revisi Permendag 50 Tahun 2020
Permandag 50/2020 mengatur tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Usman Kansong menanggapi soal desakan penerbitan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020.
Permandag 50/2020 mengatur tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).
Menurut Usman, Kemenkominfo pada dasarnya akan mendukung peraturan yang perlu diperbaiki apabila hal tersebut bertujuan untuk menjaga agar tetap relevan di situasi sekarang.
Baca juga: Desakan Revisi Permendag 50/2020 Menguat, untuk Lindungi UMKM dari Ancaman Project S TikTok Shop
"Kalau kami ya kalau kira-kira ada yang harus diperbaiki supaya sesuai atau relevan dengan perkembangan, ya revisi kita perlukan" kata Usman ketika ditemui di kantor Kemenkominfo, Jakarta Pusat, Senin (17/7/2023).
Sebab, kata dia, dunia digital memiliki perkembangan yang sangat cepat sehingga yang namanya revisi itu diperlukan agar semakin relevan.
"Bahkan undang-undang ITE ini saja lagi kita revisi lagi kan. Sudah kedua kali kita revisi undang-undang ITE karena menyesuaikan dengan perkembangan teknologi," ujar Usman.
Terkait keterlibatan Kemenkominfo di pembahasan revisi Permendag 50/2020, Usman mengaku pihaknya belum dilibatkan oleh Kementerian Perdagangan.
"Sejauh yang saya tahu belum. Tadi saya tanya ke Dirjen Aptika, Pak Semmy (Semuel Abrijani Pangerapan), beliau sampaikan seperti itu," kata Usman.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki khawatir dan mendorong agar ada kebijakan yang bisa melindungi produk UMKM di dunia maya, khususnya di social commerce.
Kebijakan tersebut ia yakini bisa dilakukan lewat revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).
Sebelum revisi, Permendag tersebut hanya mengatur e-commerce, bukan social commerce. Maka dari itu, Teten sangat mendorong penerbitan revisi ini.
Dorongan Teten terhadap penerbitan revisi ini karena Polemik tentang social commerce Project S TikTok Shop yang diyakini sebagai ancaman bagi produk dalam negeri yang ada di social commerce tersebut, terutama yang dijual oleh pelaku UMKM.
Project S TikTok Shop pertama kali mencuat di Inggris. Dilaporkan oleh Financial Times, pengguna TikTok di negara tersebut mulai melihat fitur belanja baru bernama "Trendy Beat".
Fitur ini menawarkan barang-barang yang terbukti populer di video. Contohnya alat untuk mengekstrak kotoran telinga atau penyikat bulu hewan peliharaan dari pakaian.
Semua barang yang diiklankan dikirim dari China, dijual oleh perusahaan yang terdaftar di Singapura. Perusahaan tersebut, menurut lapooran Financial Times, dimiliki oleh perusahaan induk TikTok, ByteDance, yang berbasis di Beijing, China.