Kronologi Kasus Korupsi Ekspor Minyak Goreng hingga Mangkirnya Kesaksian Menko Airlangga Hartarto
Menko Perekonomian Airlangga justru mangkir dari panggilan Kejaksaan Agung yang telah dijadwalkan pada Selasa (18/7/2023).
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung telah mengagendakan pemeriksaan terhadap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto terkait korupsi ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya termasuk minyak goreng periode 2021 sampai 2022.
Kejaksaan Agung memastikan, kapasitas pemanggilan Menko Airlangga itu sebagai saksi atas kasus korupsi tersebut.
Terlebih menyoal kebijakan Menko Perekonomian pada saat kelangkaan CPO dan produk turunannya di pasar domestik.
Baca juga: Dipanggil Kejaksaan Agung Terkait Kasus Korupsi Minyak Goreng, Airlangga Hartarto Diminta Taat Hukum
Namun, Menko Perekonomian Airlangga justru mangkir dari panggilan Kejaksaan Agung yang telah dijadwalkan pada Selasa (18/7/2023) kemarin.
Lalu bagaimana kronologi kasus korupsi ekspor CPO dan produk turunannya bermula, berikut penjelasannya.
Kronologi kasus korupsi ekspor CPO dan turunannya
Kasus ini bermula ketika terjadi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di pasaran sejak akhir tahun 2021 lalu.
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan RI telah mengambil kebijakan untuk menetapkan DMO (Domestic Market Obligation) serta DPO (Domestic Price obligation) bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya, serta menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng sawit.
Namun, dalam pelaksanaannya perusahaan ekportir tidak memenuhi DPO namun tetap mendapatkan persetujuan ekpor dari pemerintah.
Kejaksaan Agung kemudian melakukan penyelidikan Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022.
Kemudian, Kejakasaan Agung memutuskan kasus tersebut telah ditingkatkan ke tahap penyidikan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan di penyidikan, penyidik telah mengumpulkan bukti-bukti yang terdiri dari keterangan saksi (19 orang), alat bukti surat dan alat bukti elektronik, keterangan ahli, dan barang bukti berupa 596 dokumen.
Kejagung tetapkan tiga korporasi sebagai tersangka