Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Faisal Basri Sebut Hilirasi Nikel Untungkan China, Dibantah Anak Buah Sri Mulyani dan Luhut

Faisal Basri membuat pernyataan hilirisasi nikel hanya menguntungkan industrialisasi China. apa benar ?

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
zoom-in Faisal Basri Sebut Hilirasi Nikel Untungkan China, Dibantah Anak Buah Sri Mulyani dan Luhut
ISTIMEWA
Staf Khusus Menkeu Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo membantah tudingan Faisal ihwal smelter nikel China tidak dikenai pungutan pajak. 

Seto mengatakan, penerimaan pajak tahun dari sektor hilirisasi nikel pada 2022 sebesar Rp 17,96 triliun atau naik sebesar 10.8 kali lipat dibandingkan tahun 2016 yang hanya sebesar Rp 1,66 triliun.

Baca juga: Jokowi: Indonesia Butuh Pemimpin Berani yang Mau Jaga Hilirisasi Industri

Sementara pendapatan PPh Badan di sektor ini pada 2022 sebesar Rp 7.36 triliun atau naik 21.6 kali lipat dibandingkan tahun 2016 yang hanya sebesar Rp. 0.34 triliun.

“Analisis yang disampaikan Faisal Basri dalam menyanggah statement Presiden Jokowi terkait dengan perpajakan ini juga salah. Dari data di atas, telah terjadi peningkatan pajak yang cukup signifikan dari sektor hilirisasi ini,” tutur Seto.

“Perlu dicatat pula bahwa penerimaan perpajakan dari sektor hilirisasi nikel ini, belum memasukkan pendapatan pajak dari sektor lain yang ikut tumbuh akibat hilirisasi nikel ini seperti pelabuhan, steel rolling, jasa konstruksi, industri makanan dan minuman dan akomodasi,” sambungnya.

Seto juga menyanggah tudingan Faisal yang menyebut 90 persen keuntungan hilirisasi nikel hanya dinikmati China. Faisal berargumen bahwa Indonesia hanya memproses bijih nikel menjadi nickel pig iron (NPI) atau feronikel yang 99 persen hasilnya akan diekspor ke China.

Sangat sederhana bagi Seto untuk membuktikan bahwa pola pikir Faisal ini salah.

Seharusnya Faisal menghitung seberapa besar sumber daya yang dikeluarkan tiap smelter dalam memproduksi feronikel. Sumber daya untuk produksi nikel ini meliputi tenaga kerja, teknologi, listrik dan bahan baku lainnya.

Baca juga: Faisal Basri Sanggah Jokowi soal Hilirisasi Nikel Beri Untung Rp 510 T: Angka-angkanya Tidak Jelas

Berita Rekomendasi

Berdasarkan analisis Seto, dari 100 persen nilai produk smelter, kontribusi bijih nikel adalah 40 persen, 12 persen laba operasi yang bisa dinikmati investor dan 48 persen adalah sumber daya tambahan yang perlu dikeluarkan untuk mengolah bijih nikel tersebut.

“Dari 48 persen angka tersebut, 32 persen dinikmati oleh para pelaku ekonomi di dalam negeri dalam bentuk batubara (untuk listrik), tenaga kerja, dan bahan baku lain sehingga hanya 16 persen yang dinikmati oleh pihak supplier dari LN (luar negeri),” ucap Seto.

Berdasarkan hitungan tersebut, nilai tambah yang dinikmati oleh pihak investor dan supplier hanya sebesar 16 persen ditambah komponen laba operasi 12 persen sehingga menjadi 28 persen.

Sementara, nilai tambah yang dinikmati oleh dalam negeri adalah 32 persen atau secara proporsi mencerminkan sekitar 53 persen (32 persen dibagi 32%+12%+16) dari seluruh nilai tambah hilirisasi nikel.

“Nilai tambah dalam negeri akan lebih besar jika pihak investor asing tersebut melakukan reinvestasi di dalam negeri, sudah tidak mendapatkan tax holiday, atau bahkan ada keterlibatan investor lokal, seperti Harum Energy, Trimegah Bangun Persada dan Merdeka Battery Materials,” pungkas Seto.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas