Aprindo Peringatkan Imbas Bila Pemerintah Tak Bayar Utang Rafaksi Migor: Berdampak pada Stok Barang
Aprindo sejatinya telah memberi waktu kepada pemerintah untuk membayar utang rafaksi migor dari April hingga Juli 2023.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan, stok minyak goreng di pasaran bisa terdampak bila perusahaan ritel memutuskan melakukan aksi mereka.
Aksi ini merupakan buntut dari pemerintah yang tak kunjung membayarkan utang rafaksi migor mereka kepada para perusahaan ritel.
Roy sendiri mengaku tak bisa menahan 31 perusahaan ritel yang tergabung dalam Aprindo ini untuk tidak melakukan aksi tersebut.
Baca juga: Aprindo Resah Utang Rafaksi Migor Rp344 M Tak Dibayar Pemerintah, Ancam Lakukan Ini
Adapun aksi-aksi yang akan dilakukan ialah memotong tagihan kepada distributor/supplier migor oleh perusahaan peritel kepada distributor migor.
Kemudian, pengurangan pembelian migor bila penyelesaian rafaksi belum selesai dari perusaahan peritel kepada distributor migor.
Lalu, pengehentian pembelian migor oleh perusahaan peritel kepada distributor migor saat sama sekali tidak ada kepastian.
Aprindo sejatinya telah memberi waktu kepada pemerintah untuk membayar utang rafaksi migor dari April hingga Juli 2023.
"Sudah lewat kan tiga bulan. Jadi saat ini Aprindo menyatakan bahwa kita tidak bisa lagi membendung, menahan pemberlakuan masing-masing perusahaan peritel, yang akan berdampak kepada stok barang atau akan berdampak pada situasi atau kondisi apapun kita tidak bisa tahu lagi," kata Roy dalam konferensi pers di kawasan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Jumat (18/8/2023).
Ia mencontohkan bila misalnya perusahaan ritel memotong tagihan, pasti akan muncul ketidaksetujuan dari pihak produsen. Hal ini yang bisa berimbas pada ketersediaan stok migor di toko.
"Pasti kan ada aspek masalah. Bisa saja produsennya menyetop (setelah perusahaan ritel memotong tagihan), 'Bayar dulu dong tagihan. Ini kan bukan rafaksi.' Dia (produsen) nyetop pasokan," ujar Rey.
"Nah kalau menyetop pasokan, ada enggak minyak goreng di toko? Kita enggak tahu," lanjutnya.
Sebagai informasi, persoalan utang rafaksi minyak goreng yang belum dibayar pemerintah kepada peritel tak kunjung selesai.
Masalah ini pertama kali mencuat ketika utang penggantian selisih harga jual dengan harga keekonomian atau rafaksi minyak goreng senilai Rp344 miliar pemerintah kepada peritel tak dibayarkan.
Awalnya, utang ini ada karena saat terjadi kelangkaan minyak goreng pada Januari 2022, pemerintah menugaskan Aprindo dan anggota di dalamnya untuk menjual minyak goreng di tingkat pengecer sebesar Rp14 ribu per liter. Padahal, saat itu minyak goreng di pasaran dijual di atas itu.
Maka dari itu, pemerintah akan menanggung rafaksinya atas selisih harga pokok pembelian pada harga ke-ekonomian dengan harga penjualan di tingkat pengecer sebesar Rp14 ribu per liter seluruh tipe kemasan Migor.
Namun, setelah pergantian menteri dari Muhammad Lutfi ke Zulkifli Hasan, Aprindo tak kunjung mendapatkan uang selisih yang dijanjikan Kementerian Perdagangan.
Malahan, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyebut secara sepihak tak ada landasan hukum bagi pihaknya untuk membayar utang tersebut.
Akhirnya, Aprindo menempuh banyak jalan untuk memperjuangkan agar utangnya dibayar. Mereka melakukan audiensi dengan Kantor Staf Presiden dan RDPU dengan DPR.
Adapun tagihan yang harus dibayar pemerintah kepada Aprindo sebesar Rp344 miliar melalui dana BPDPKS. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga meminta pemerintah membayarnya.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) pun mengatakan akan membayar utang ini setelah legal opinion (LO) dari Kejaksaan Agung.
Setelah LO tersebut keluar, Kemendag diminta untuk membayarnya. Namun, mereka kemudian masih meminta PT Sucofindo untuk melakukan verifikasi pada angkanya. BPKP juga diminta untuk memeriksanya.
Hingga kini, sampai hasil dari pemeriksaan BPKP keluar, yang mana disebutkan pemerintah harus membayarnya, Aprindo belum kunjung mendapatkan utang mereka.