Asosiasi Blockchain Indonesia: Exchanger Asing Belum Berizin Berpotensi Merugikan
kirim surat ke kemendag, ABI mengadukan terkait banyaknya exchanger asing yang beroperasi di Indonesia
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Sanusi
Sementara untuk transaksi kripto di exchanger luar negeri tarifnya yakni 0,2 persen untuk PPh Pasal 22 dan 0,22 persen untuk PPN final. Namun permasalahannya pengenaan pajak untuk transaksi kripto di exchanger luar negeri masih belum optimal.
Baca juga: Ketua SEC Dikecam, Asosiasi Kripto Blockchain Tuntut Gary Gensler Agar Mundur dari Kursi Jabatan
"Masalahnya perdagangan di luar negeri bagaimana kita tahu bertransaksi di Indonesia. Karena jelas mereka tidak berizin, dan bukan mereka masuk ke Indonesia. Justru investor kita belinya dari yang ada di luar negeri," terangnya.
Didid menjelaskan, hingga saat ini transaksi kripto yang dilakukan investor RI di luar negeri masih sulit untuk dideteksi. Sehingga pengenaan tarif pajak sulit untuk dilakukan.
Kementerian Perdagangan telah membuat langkah-langkah strategis dalam pengembangan akselerasi industri aset kripto, di antaranya pembentukan Bursa Berjangka, Kliring Berjangka, dan Pengelola Tempat Penyimpanan (Depository) untuk Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto.
Kemendag melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sudah mengeluarkan beberapa peraturan terkait aset kripto.
Salah satu kriteria dalam penetapan jenis aset kripto yang dapat diperdagangkan di Indonesia yaitu berbasis Distributed Ledger Technology atau berbasis teknologi blockchain.
Teknologi blockchain tersebut menawarkan potensi bagi Indonesia untuk menjadi pelaku aktif dan tidak hanya sebagai pasar saja.