Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Perubahan Iklim Diprediksi Timbulkan Kerugian Ekonomi Sebesar Rp544 Triliun Dalam Kurun 2020-2024

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyebut, perubahan iklim diperkirakan akan menyebabkan kerugian ekonomi senilai Rp544 triliun.

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Perubahan Iklim Diprediksi Timbulkan Kerugian Ekonomi Sebesar Rp544 Triliun Dalam Kurun 2020-2024
Dokumentasi Polri
Ilustrasi. Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyebut, perubahan iklim diperkirakan akan menyebabkan kerugian ekonomi senilai Rp544 triliun. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyebut, perubahan iklim diperkirakan akan menyebabkan kerugian ekonomi senilai Rp544 triliun.

"Diperkirakan dalam kurun 2020-2024, perubahan iklim itu akan menyebabkan kerugian ekonomi. Potensi kerugian ekonomi senilai Rp544 triliun. Karena itu diperlukan sebuah intervensi kebijakan," katanya di acara Dialog Nasional Antisipasi Dampak Perubahan Iklim untuk Pembangunan Indonesia Emas 2045, Senin (21/8/2023).

Baca juga: Mentan Klaim Indonesia Masih Punya Over Stok 1,5 Juta Ton Beras untuk Hadapi El Nino

Ia mengatakan, potensi kerugian ini akan berasal dari penggenangan pesisir, kelangkaan air, dan kecelakaan kapal.

"Penurunan produkitivas beras, peningkatan kasus penyakit sensitif, dan lain sebagainya," ujar mantan Ketua Umum Partai PPP itu.

Dalam kesempatan sama, Suharso juga menjabarkan sejumlah data mengenai perubahan iklim di dunia, yang mana semakin hari semakin mengarah pada meningkatnya suhu rata-rata bumi.

"Berdasarkan laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), suhu rata-rata di muka bumi ini terus meningkat. Suku permukaan global ini sudah mencapai di atas 1,09 derajat celcius. Kenaikan dibandingkan periode 1850 ke 1900," katanya.

Berita Rekomendasi

Ia mengatakan, angka ini diprediksi akan terus meningkat karena produksi dari gas rumah kaca ke atmosfer itu berlanjut tak henti.

"Pada tanggal 16 Agustus 2023, tercatat konsentrasi karbondiokisda global di atmosfer mencapai 419,55 PPM atau naik 6,3 persen dari tahun 2011," ujar Suharso.

"Ini disertai dengan kenaikan muka air laut yang sudah mencapai tiga kali lipat dibanding 1900-1971. Akibat mencairnya lapisan es di kutub," sambungnya,

Baca juga: Atasi kekeringan di Jawa Barat, GFI Kirim Ribuan Liter Air Bersih

Jika ini terus dibiarkan, kata Suharso, kondisi bumi akan semakin memburuk, di mana dapat berujung pada seluruh sistem kehidupan akan terganggu.

Ketersediaan sumber daya air akan berkurang, potensi kekeringan akan naik, dan dalam situasi seperti itu, ia mengatakan wabah penyakit dan bencana alam mudah untuk hadir.

"Diperkirakan lebih dari 100 juta penduduk dunia akan miskin. Ada 4,8 hingga 5,7 miliar penduduk akan mengalami kekurangan air pada tahun 2050," ujar Suharso.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas