Soal Kebijakan WFH, Apindo: Pekerja Pabrik Harus di Lokasi Usaha untuk Kegiatan Produksi
Penanganan polusi udara membutuhkan upaya yang lebih sustainable untuk menyelesaikan permasalahan secara holistik.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Shinta W. Kamdani buka suara soal kebijakan Work From Home (WFH) sebagai upaya menekan polusi udara di Jakarta.
Menurutnya, tidak semua sektor usaha bisa menerapkan WFH terutama para pekerja pabrik.
“Tidak semua semua sektor usaha dapat menerapkan begitu saja pola kerja Work From Home (WFH), misalnya pekerja pabrik yang harus berada di lokasi usaha untuk kegiatan produksi,” terang Shinta dalan keterangan, Selasa (22/8/2023).
Baca juga: Dampak WFH ASN Hari Pertama: DKI Jakarta Jadi Kawasan dengan Kualitas Udara Terburuk Kedua Dunia
Terkait isu WFH ini, Apindo berpendapat agar kebijakan ini tidak semata bersifat temporer dan reaktif.
Hal ini disebabkan oleh polusi udara membutuhkan upaya yang lebih sustainable untuk menyelesaikan permasalahan secara holistik.
Pihaknya juga mendorong Pemerintah untuk menyusun kajian sumber utama polusi dengan menyertakan dampak ekonomi dan dampak regulasi, termasuk merancang regulasi untuk menargetkan penurunan polusi berdasar kajian tersebut, dengan menggunakan pendekatan holistik dan berkelanjutan dalam menangani polusi udara Jakarta.
Shinta mengungkapkan, penanganan polusi udara membutuhkan solusi jangka panjang, menengah dan pendek.
“Salah satu solusi jangka panjang untuk isu polusi adalah Just energy transition, atau transisi energi berkeadilan. Ini akan terkait implementasi transisi pemanfaatan energi fosil ke energi bersih dan terbarukan termasuk akselerasi percepatan penggunaan teknologi dan infrastruktur bisnis yang dibutuhkan,” ucap Shinta.
Selain itu, dalam proses transisi energi berkeadilan, perlu perhatian terhadap pihak-pihak yang terdampak oleh proses transisi tersebut.
Dia menambahkan isu polusi udara berkorelasi erat dengan upaya pengurangan emisi gas rumah kaca global, maka just energy transition ini membutuhkan dukungan dari dunia internasional.
Dukungan pemerintah dalam skala nasional sebagai implementasi diperlukan pembiayaan, mobilisasi investasi, hingga insentif fiskal.
Sebagai contoh terkait insentif tax holiday untuk pengembangan energi terbarukan tanpa mempertimbangkan nilai investasi. Dengan demikian pengusaha lokal yang membangun pembangkit skala kecil dengan biaya dibawah batasan investasi juga berhak mendapatkan tax holiday.
Untuk solusi jangka pendek adalah melalui fokus atas penegakan regulasi pengendalian polusi yang sudah ada, misalnya kebijakan uji emisi, larangan pembakaran sampah, kebijakan insentif penggunaan kendaraan umum kendaraan listrik, stimulus bagi pelaku usaha untuk mengurangi emisi via kebijakan insentif untuk mengganti mesin produksi agar menjadi lebih ramah lingkungan, juga kebijakan pasar karbon dan pajak karbon.
Sedangkan untuk solusi jangka menengah, APINDO turut mendukung program-program yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat luas.
Seperti peningkatan pengadaan moda transportasi yang ramah lingkungan, seperti kendaraan listrik dan Mass Rapid Transport, dan dekarbonisasi rantai pasok.
Apindo mendukung pengumpulan data akurat secara real time seperti alat sensor kualitas udara di banyak tempat sebagai solusi krusial demi meningkatkan kesadaran masyarakat perihal peningkatan polusi udara.
Target pemerintah untuk mencapai Net Zero Emission pada 2060 yang mengatur mitigasi risiko dan adaptasi terhadap perubahan iklim perlu dilakukan dengan cara yang wajar dan berkeadilan.
Sehingga diperlukan implementasi dekarbonisasi secara makro maupun mikro perlu dilakukan secara end-to-end atas rantai pasokan.