Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Cerita Perangkat Desa Terjerat Pinjol: Untuk Bertahan Hidup, Kami Kerja 3 Bulan Dibayar 1 Bulan

AN mengaku dalam lima bulan terakhir, dirinya belum mendapatkan gaji dan saat ini kerap mendapat ancaman pihak pinjol.

Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Cerita Perangkat Desa Terjerat Pinjol: Untuk Bertahan Hidup, Kami Kerja 3 Bulan Dibayar 1 Bulan
Surya/Eben Haezer
Ilustrasi pinjaman online. Perangkat Desa di Kabupaten Serang, Banten akan melakukan aksi unjuk rasa pada Jumat (25/8/2023) di depan Kantor Bupati Serang. Hal ini dilakukan karena gajinya tidak dibayar setiap bulan dan tidak mencukupi kehidupan sehari-hari. 

TRIBUNNEWS.COM, - Pendapatan yang dinilai tidak cukup untuk kehidupan sehari-hari, membuat seorang perangkat desa memutuskan pinjam di aplikasi pinjaman online (pinjol).

Perangkat desa tersebut berinisial AN dan saat ini bekerja di Kecamatan Tunjung Teja, Kabupaten Serang, Banten.

AN mengaku dalam lima bulan terakhir, dirinya belum mendapatkan gaji dan saat ini kerap mendapat ancaman pihak pinjol karena belum membayar cicilan utang.

Baca juga: Cara Cek Pinjol yang Terdaftar di OJK, Bisa Lewat WhatsApp

Ia menyebut, rekan-rekannya sesama perangkat desa di Kabupaten Serang juga terpaksa meminjam uang ke pinjol.

"Ada memang sampai terjerumus ke pinjol termasuk saya pribadi. Sampai hari ini saya diteleponin aplikasi. Setidaknya walaupun kecil, kalau gaji rutin bisa mengaturnya," ujar AN dikutip dari TribunSolo, Jumat (25/8/2023).

AN menjelaskan sejak 2019 penghasilan tetapnya tidak teratur dibayarkan oleh Pemerintah Kabupaten Serang.

Atas kondisi tersebut membuat dirinya harus memutar otak untuk bisa membiayai hidup sehari-hari bersama istri dan satu orang anak.

Berita Rekomendasi

"Kerja tiga bulan, gaji dibayarnya hanya sebulan. Kan bingung kita," kata AN.

Menurutnya, dengan gaji Rp2,7 juta per bulan sebagai Sekdes membuatnya tidak bisa punya rumah dan kini hanya bisa hidup menumpang di rumah mertuanya.

"Rumah masih numpang di mertua, boro-boro mau bikin rumah, buat hidup sehari-hari saja masih minjem ke pinjol," ucap AN.

Diungkapkan AN, perangkat desa lainnya bahkan ada yang rela berutang ke tetangga, ke warung untuk makan sehari-hari.

Ketika mendapatkan gaji sudah langsung habis untuk membayar utang-utangnya.

"Ada yang pinjem ke tetangga, pokoknya berbagai cara dilakukan untuk bertahan hidup. Nah, ketika pas gaji cair para perangkat desa engga pegang uang, habis buat bayar utang," ungkapnya.

Untuk itu, AN meminta Pemerintah Kabupaten Serang dapat membayar gaji lima bulan, dan mensejahtrakan perangkat desa.

Bakal Aksi di Kantor Bupati Serang

Perangkat Desa di Kabupaten Serang, Banten akan melakukan aksi unjuk rasa pada Jumat (25/8/2023) di depan Kantor Bupati Serang.

Aksi ribuan perangkat desa dari 326 desa itu menuntut Pemkab Serang segera memberikan penghasilan tetap (Siltap) atau gaji selama lima bulan dibayarkan.

Selain itu, mereka juga menuntut agar Penghasilan dan Tunjangan Tetap Kepala Desa & Perangkat Desa harus dibayarkan rutin tiap bulan, peningkatan kesejahteraan kepala desa dan perangkat desa

Kemudian, operasional desa yang bersumber dari Bagi Hasil Pajak Retribusi Daerah (BHPRD) Segera realisasikan sepenuhnya.

Serta, regulasi dan kebijakan tentang penghasilan dan tunjangan tetap supaya dirubah atau diperjelas.

Kepala Bidang Pemerintahan Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Serang, Adie Ulumudin membenarkan ada Siltap perangkat desa yang belum dibayarkan sampai lima bulan.

Menurutnya, hal itu terjadi karena kondisi keuangan pemerintah daerah yang belum stabil.

Selain itu, penyebab lain keterlabatan pembayaran Siltap karena adanya desa yang belum melakukan kas opname atau pemeriksaan kondisi keuangan di rekening kas desa.

"Ada beberapa desa tertentu bahkan sampai saat belum menerima Siltap dari bulan Januari, karena memang belum memenuhi kewajibannya melaporkan kas opnamenya," kata Adie.

"Mulai bulan depan Siltap akan disalurkan secara rutin, tapi setelah pemenuhan persyaratannya, keajibannya juga dijalankan," tandas dia. (TribunSolo)

Bidik Guru dan Ibu Rumah Tangga

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, jumlah masyarakat yang terjerat pinjol ilegal tercatat cukup banyak, dan menyasar berbagai kalangan. Utamanya kalangan ekonomi menengah ke bawah.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengungkapkan, salah satu profesi yang paling sering terjerat pinjol ilegal adalah guru.

Kemudian, di posisi selanjutnya ada Ibu Rumah Tangga.

Baca juga: Menkominfo: Judi Online dan Pinjol Punya Daya Rusak Sosial Inbox

Tak hanya itu, pinjol ilegal juga kerap menjerat masyarakat yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Pinjaman online ilegal merupakan salah satu jenis entitas yang masuk ke dalam aktivitas keuangan ilegal yang perlu diberantas.

"Karena kalau kita lihat pinjol ilegal kan ada satu survei independen. Korbannya paling banyak nomor satu siapa? Guru. Kasian ya," ucap Friderica dalam dialog Forum Merdeka Barat 9, Senin (21/8/2023).

"Kemudian korban PHK, jadi orang yang memang butuh. Dan juga ibu rumah tangga. Jadi kasian banget. Sangat rentan," sambungnya.

Dalam kesempatan tersebut ia juga mengatakan, jumlah kerugian masyarakat akibat terjerat dari kegiatan keuangan ilegal menembus angka Rp139,03 triliun.

Angka tersebut diambil dalam periode 2017 hingga 2022.

"Yang ilegal ini banyak sekali entitas-entitas ilegal yang disampaikan, bahwa angkanya lebih dari Rp100 triliun," ucap Friderica.

Ia melanjutkan, aktivitas keuangan ilegal ini terbagi ke dalam beberapa jenis entitas.

Mulai dari investasi ilegal, pinjaman online (pinjol) ilegal, hingga gadai.

Friderica juga membeberkan bahwa pihaknya bersama stakeholder terkait yakni pihak Kepolisian dan juga Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menghentikan 6.895 entitas sejak 2017 hingga 3 Agustus 2023.

Bila dirinci, yakni 1.194 investasi ilegal, 5.450 pinjol ilegal, dan 251 gadai ilegal.

Menurut Friderica, hal ini terjadi karena tingkat literasi keuangan pada masyarakat Indonesia masih sangat minim.

Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 menunjukkan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68 persen, naik sedikit dibanding tahun 2019 yang hanya 38,03 persen.

Sementara indeks inklusi keuangan tahun ini mencapai 85,10 persen meningkat dibanding periode SNLIK sebelumnya di tahun 2019 yaitu 76,19 persen.

Untuk itu, OJK terus mendorong tingkat literasi keuangan dan digital pada masyarakat, agar mampu terhindar dari kejahatan entitas keuangan digital.

"Litetasi keuangan saat ini 49,6 persen, kalau litetasi digital baru 3,5 dari skala 1-5," papar Friderica.

"Artinya masyarakat belum pintar-pintar banget. Mereka belum bisa membedakan mana informasi yang benar atau enggak benar. Mereka belum smart dalam memilih dan memilah," pungkasnya.

Pinjaman Mencapai Rp51,46 Triliun

OJK mencatat total outstanding pinjol pada April 2023 sebesar Rp50,53 triliun dan meningkat lagi per Mei 2023 menjadi Rp51,46 triliun.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, Tingkat Wanprestasi 90 Hari (TWP90) dari pinjol masih terkendali.

Diketahui, TWP90 adalah ukuran tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban yang tertera dalam perjanjian pendanaan di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo.

"Kemudian, tingkat wanprestasi 90 hari, TWP90 itu di kisaran 3,36 persen," ujarnya dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK Bulan Juni 2023, Selasa (4/7/2023).

Ogi menjelaskan, sepanjang monitoring OJK, TWP90 peer to peer landing tertinggi terjadi pada Agustus 2020 atau masa awal pandemi Covid-19.

"Di awal-awal pandemi Covid-19 itu, TWP90 pada saat Agustus 2020 itu bahkan mencapai di level 8,88 persen," katanya.

Dia menambahkan, kemudian dalam perjalanan waktu tingkat TWP90 tersebut menurun di kisaran antara 2,8 persen sampai 3,3 persen.

"Saat ini, TWP90 hari itu di kisaran 3,36 persen. Kami anggap itu masih cukup baik ya," pungkas Ogi.

Warga Jawa Barat dan Jakarta Terbesar Terlilit Pinjol

OJK memberikan klarifikasi terkait informasi ada sekira 2,3 juta pemegang rekening di DKI Jakarta terlilit pinjol sebesar Rp10,5 triliun.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, angka tersebut memang benar, tapi juga harus diimbangi informasi Tingkat Wanprestasi 90 Hari (TWP90) yang terkendali.

"Ini mungkin perlu diklarifikasi, bahwa di DKI Jakarta itu outstanding pinjaman untuk peer to peer lending memang Rp10,5 triliun, tapi itu yang TWP90-nya hanya 3,23 persen, itu bahkan di bawah daripada nasional yang 3,36 persen," ujarnya dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK Bulan Juni 2023, Selasa (4/7/2023).

Dengan demikian, yang bisa menjadi perhatian adalah jumlah pinjol senilai Rp10 triliun lebih itu merupakan terbanyak kedua se-Indonesia.

"Jadi, indikasinya berarti banyak masyarakat yang menggunakan pinjaman secara peer to peer lending dan DKI itu menduduki posisi nomor 2 terbesar di seluruh Indonesia," kata Ogi.

Lebih lanjut, dia menambahkan, provinsi yang menjadi tempat paling banyak jumlah pinjolnya adalah Jawa Barat senilai Rp13,8 triliun.

"Yang pertama itu di Provinsi Jawa Barat itu sebesar Rp13,8 triliun, tapi yang penting TWP90 harinya itu terkendali. Itu mungkin klarifikasi yang dapat kami sampaikan," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas