Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kemendag Tak Kunjung Bayar Utang Rafaksi Minyak Goreng ke Pengusaha, Pasokan Terancam Langka?

Aprindo telah berkirim surat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk audiensi, tetapi utang rafaksi minyak goreng sampai saat ini belum diselesaikan.

Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Kemendag Tak Kunjung Bayar Utang Rafaksi Minyak Goreng ke Pengusaha, Pasokan Terancam Langka?
Kompas/com/Xena Olivia
Aprindo telah berkirim surat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk audiensi, tetapi utang rafaksi minyak goreng sampai saat ini belum diselesaikan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) terus meminta pemerintah segera membayar utang rafaksi minyak goreng sebesar Rp344 miliar.

Meski sudah ditagih pengusaha dan pihak Aprindo pun telah berkirim surat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk audiensi, tetapi utang sampai saat ini belum diselesaikan.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan, dalam penyelesaian utang rafaksi minyak goreng maka Kemendag harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Baca juga: Dituding Aprindo Tak Punya Itikad Baik Bayar Utang Rafaksi Migor, Kemendag Enggan Berkomentar

Koordinasi ini merupakan tindak lanjut pertemuan Kemendag dengan Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam).

Pihaknya sendiri juga telah melakukan peninjauan kembali pada utang ini secara internal karena ada perbedaan jumlah tagihan.

"Hasil keputusan di Kemenkopolhukam juga mengembalikan ke Kemendag dan Kemenko Bidang Perekonomian," kata Isy ketika ditemui di Kalideres, Jakarta Barat, Rabu (30/8/2023).

"Ini yang nanti sedang kami koordinasi dengan Kemenko Perekonomian untuk langkah berikutnya," lanjutnya.

Berita Rekomendasi

Ia mengatakan koordinasi bersama Kemenko Perekonomian telah dijadwalkan pada pekan depan.

Maka dari itu, ia meminta untuk menunggu hasil dari pertemuan tersebut.

Isy masih enggan berspekulasi hasil apa yang akan tercipta dari pertemuan itu.

"Ini (rafaksi migor) juga dulu dimulai dengan rapat koordinasi terbatas di Kementerian Perekonomian. Saya belum berspekulasi ya hasilnya seperti apa," ujar Isy.

Satu hal pasti, Isy menyampaikan bahwa pemerintah pasti akan membayar utang ini karena sudah ada legal opinion dari Kejaksaan Agung.


"Meskipun peraturannya sudah dicabut (Permendag Nomor 1 dan Nomor 3 Tahun 2022), kewajiban pemerintah tetap berlaku," kata Isy.

"Jadi, meskipun permendagnya dicabut, tapi akibat hukum dari permendag itu masih tetap berlaku (keharusan untuk membayar, red). Itu bunyi legal opinion. Itu yang kita mintakan dari Kejaksaan Agung," sambungnya.

Awal Mula Utang Rafaksi

Masalah ini pertama kali mencuat ketika utang penggantian selisih harga jual dengan harga keekonomian atau rafaksi minyak goreng senilai Rp344 miliar pemerintah kepada peritel tak dibayarkan.

Awalnya, utang ini ada karena saat terjadi kelangkaan minyak goreng pada Januari 2022, pemerintah menugaskan Aprindo dan anggota di dalamnya untuk menjual minyak goreng di tingkat pengecer sebesar Rp14 ribu per liter.

Padahal, saat itu minyak goreng di pasaran dijual di atas itu.

Maka dari itu, pemerintah akan menanggung rafaksinya atas selisih harga pokok pembelian pada harga ke-ekonomian dengan harga penjualan di tingkat pengecer sebesar Rp14 ribu per liter seluruh tipe kemasan Migor.

Namun, setelah pergantian menteri dari Muhammad Lutfi ke Zulkifli Hasan, Aprindo tak kunjung mendapatkan uang selisih yang dijanjikan Kementerian Perdagangan.

Malahan, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyebut tak ada landasan hukum bagi pihaknya untuk membayar utang tersebut.

Akhirnya, Aprindo menempuh banyak jalan untuk memperjuangkan agar utangnya dibayar. Mereka melakukan audiensi dengan Kantor Staf Presiden dan RDPU dengan DPR.

Adapun tagihan yang harus dibayar pemerintah kepada Aprindo sebesar Rp344 miliar melalui dana BPDPKS.

Baca juga: Aprindo Resah Utang Rafaksi Migor Rp344 M Tak Dibayar Pemerintah, Ancam Lakukan Ini

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga meminta pemerintah membayarnya.

Kemendag pun mengatakan akan membayar utang ini setelah legal opinion (LO) dari Kejaksaan Agung.

Setelah LO tersebut keluar, Kemendag diminta untuk membayarnya. Namun, mereka kemudian masih meminta PT Sucofindo untuk melakukan verifikasi pada angkanya. BPKP juga diminta untuk memeriksanya.

Hingga kini, sampai hasil dari pemeriksaan BPKP dan verifikasi angka dari PT Sucofindo keluar, Aprindo belum kunjung mendapatkan utang mereka.

Bersurat ke Jokowi

Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan telah bersurat kepada Presiden Jokowi untuk meminta audiensi mengenai utang rafaksi minyak goreng yang tak kunjung dibayar pemerintah.

"Kami sudah tiga kali bersurat ke presiden, tapi belum digubris untuk kita minta audiensi dengan presiden, menyampaikan dan melaporkan sebagai rakyatnya," kata Roy kepada wartawan di Jakarta, dikutip Sabtu (19/8/2023).

Ia menduga suratnya sudah diterima oleh Kementerian Sekretariat Negara (Setneg) dan telah diteruskan ke Kementerian Perdagangan atau ke pihak istana.

"Kami sudah tiga kali mengirimkan surat ke istana. Mungkin diterima oleh Setneg, Setneg teruskan ke Kemendag, atau Setneg teruskan ke istana. Kami tidak tahu," ujar Roy.

"Namun, sudah tiga kali kami kirimkan surat untuk mohon waktu audiensi dengan presiden, tapi belum sampai hari ini Aprindo belum diterima," lanjutnya.

Ia mengaku mengerti kesibukan seorang presiden, tetapi Roy tetap berharap bisa mendapatkan kesempatan melakukan audiensi dengan presiden untuk membahas utang rafaksi migor ini.

Sebelumnya, Aprindo sempat beraudiensi dengan Kantor Staf Presiden (KSP) pada Desember 2022 untuk menyampaikan tagihan rafaksi migor yang tak kunjung dibayar pemerintah.

Stok Minyak Goreng Bakal Terganggu

Roy Mandey mengatakan, stok minyak goreng di pasaran bisa terdampak bila perusahaan ritel memutuskan melakukan aksi mereka.

Aksi ini merupakan buntut dari pemerintah yang tak kunjung membayarkan utang rafaksi migor mereka kepada para perusahaan ritel.

Roy sendiri mengaku tak bisa menahan 31 perusahaan ritel yang tergabung dalam Aprindo ini untuk tidak melakukan aksi tersebut.

Adapun aksi-aksi yang akan dilakukan ialah memotong tagihan kepada distributor/supplier migor oleh perusahaan peritel kepada distributor migor.

Kemudian, pengurangan pembelian migor bila penyelesaian rafaksi belum selesai dari perusaahan peritel kepada distributor migor.

Baca juga: M Lutfi Diperiksa Kejagung soal Proses Putusan Mengatasi Kelangkaan Minyak Goreng

Lalu, pengehentian pembelian migor oleh perusahaan peritel kepada distributor migor saat sama sekali tidak ada kepastian.

Aprindo sejatinya telah memberi waktu kepada pemerintah untuk membayar utang rafaksi migor dari April hingga Juli 2023.

"Sudah lewat kan tiga bulan. Jadi saat ini Aprindo menyatakan bahwa kita tidak bisa lagi membendung, menahan pemberlakuan masing-masing perusahaan peritel, yang akan berdampak kepada stok barang atau akan berdampak pada situasi atau kondisi apapun kita tidak bisa tahu lagi," kata Roy dalam konferensi pers di kawasan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Jumat (18/8/2023).

Ia mencontohkan bila misalnya perusahaan ritel memotong tagihan, pasti akan muncul ketidaksetujuan dari pihak produsen. Hal ini yang bisa berimbas pada ketersediaan stok migor di toko.

"Pasti kan ada aspek masalah. Bisa saja produsennya menyetop (setelah perusahaan ritel memotong tagihan), 'Bayar dulu dong tagihan. Ini kan bukan rafaksi.' Dia (produsen) nyetop pasokan," ujar Rey.

"Nah kalau menyetop pasokan, ada enggak minyak goreng di toko? Kita enggak tahu," lanjutnya.

Minta BPKP Lakukan Audit

Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh merespons permohonan peninjauan ulang hasil verifikasi PT Sucofindo terkait klaim pembayaran selisih harga jual atau rafaksi minyak goreng ke produsen.

Menurut Ateh, tidak semua permohonan audit bisa dipenuhi.

“Tidak semua permintaan dipenuhi kan pasti lihat kondisi permasalahan,” tuturnya usai RDP dengan Komisi XI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/6/2023).

Diketahui, Kementerian Perdagangan telah meminta BPKP untuk menyelaraskan jumlah utang rafaksi minyak goreng yang harus dibayar pemerintah.

Sebab jumlah utang yang harus dibayar beragam. Ada yang sejumlah Rp 747 miliar bila merujuk hasil verifikasi PT Sucofindo.

Ada juga yang berjumlah Rp 812 miliar bila merujuk pada angka yang diajukan oleh 54 pengusaha kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

“Ya belum lah (diaudit),” tegas Ateh.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas