Kementerian Perindustrian: Hasil Pengolahan Minyak Atsiri Bisa Turunkan Emisi Gas Buang Kendaraan
Bioaditif berfungsi untuk menyempurnakan pembakaran BBM di dalam ruang bakar mesin sehingga dapat mengurangi emisi gas buang kendaraan.
Penulis: Lita Febriani
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Emisi gas buang dari kendaraan Berbahan Bakar Minyak (BBM) disebut menjadi faktor utama penyebab polusi di wilayah kota besar.
Kementerian Perindustrian bersama Perkumpulan Bioaditif Berbasis Minyak Atsiri Indonesia saat ini tengah berupaya membuat standar mutu sebuah bioaditif yang memiliki kemampuan menurunkan emisi gas buang pada kendaraan.
"Bioaditif berfungsi untuk menyempurnakan pembakaran BBM di dalam ruang bakar mesin, sehingga dapat mengurangi emisi gas buang dengan menstabilkan kepadatan (density) dan memperbaiki atomisasi bahan bakar sehingga menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna, lebih bersih, efisien dan mengurangi konsumsi BBM," tutur Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika, Senin (11/9/2023).
Baca juga: Mengurangi Polusi, Pemerintah Lakukan Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Operasional
Dirjen Industri Agro menyebut pihaknya telah memfasilitasi penyusunan standar mutu produk bioaditif melalui SNI Nomor 8744:2019 Bioaditif berbasis minyak atsiri untuk bahan bakar motor diesel.
"Ini adalah langkah penting dalam memastikan bahwa produk bioaditif berbasis minyak atsiri memenuhi standar mutu dan kompatibilitas sesuai yang ditetapkan," ungkap Putu.
Ketua Perkumpulan Bioaditif Berbasis Minyak Atsiri Indonesia Raeti, menyampaikan data hasil pengujian produk bioaditif BBM minyak atsiri oleh laboratorium pengujian (Trakindo, Petrolab dan LEMIGAS) masing-masing untuk alat berat, mesin diesel statis (genset) dan kendaraan bermotor diesel.
"Hasil uji menunjukkan bahwa penggunaan bioaditif mampu menurunkan emisi karbon (COx) hingga 83,78 persen, emisi nitrogen (NOx) hingga 85,22 persen, kadar pengotor partikel (4 micron, 6 micron, dan 10 micron) hingga 80-85 persen dan penurunan kadar air (moisture) pada bahan bakar hingga 10,52 persen," jelasnya.
Raeti menambahkan, produk bioaditif BBM telah dikembangkan sejak tahun 1990-an dan telah dijual secara business to business sejak tahun 2006 untuk sektor industri, pertambangan dan sektor komersial lainnya dengan kinerja yang baik.
Produk bioaditif BBM berasal dari bahan organik minyak atsiri yang 100 persen dibudidayakan oleh petani lokal dan diolah menjadi produk bernilai tambah tinggi.
"Penggunaan Bioaditif BBM hanya sebanyak 1 permil (1 per seribu) bagian dari volume BBM dengan cara diteteskan ke dalam tangki bahan bakar tanpa proses atau peralatan blending khusus," imbuh Raeti.
Putu menyatakan, produk aditif BBM bukanlah hal baru. Beberapa negara seperti Jerman, Amerika dan Australia telah mengembangkan produk aditif BBM berbasis petroleum.
"Indonesia sangat potensial untuk mengembangkan aditif BBM berbasis bahan baku organik dengan harga yang kompetitif dan berkelanjutan (sustainable)," jelas Dirjen Agro.