Konsumen Minta Kemenkes Lebih Adil dalam Melibatkan Stakeholder soal Aturan Turunan UU Kesehatan
Asosiasi konsumen produk tembakau meminta pemerintah lebih terbuka dan mendengarkan aspirasi masyarakat dalam menyusun aturan turunan UU Kesehatan.
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Asosiasi konsumen produk tembakau meminta pemerintah lebih terbuka dan mendengarkan aspirasi masyarakat dalam menyusun aturan turunan UU Kesehatan.
Pasca disahkannya Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 pada 11 Juli 2023 lalu, Kementerian Kesehatan saat ini tengah mengakselerasi penyusunan peraturan turunan.
Ditargetkan aturan turunan dari implementasi UU tersebut bisa selesai pada bulan September 2023 ini.
Merespon hal itu, asosiasi konsumen produk tembakau meminta pemerintah lebih fair dengan melibatkan semua pemangku kepentingan.
Mereka menilai pemerintah tergesa-gesa dalam proses penyusunan terkait pasal-pasal Pengamanan Zat Adiktif soal produk tembakau yang akan langsung berdampak pada konsumen.
Baca juga: Asosiasi Petani Soroti Aturan Turunan UU Kesehatan, Ingatkan Kontribusi Industri Tembakau ke Negara
Rancangan aturan turunan UU Kesehatan itu memuat berbagai larangan untuk produk tembakau. Namun larangan tersebut dinilai tidak sesuai dan merugikan konsumen, apalagi tanpa keterbukaan dalam proses pembahasannya.
Perwakilan Masyarakat Pegiat Tembakau Nusatara (MPTN), Amar, meminta pemerintah terbuka untuk melibatkan semua pihak yang berkepentingan dalam hal ini.
"Pemerintah lebih fair dong, ayo terbuka, sama-sama libatkan semua pemangku kepentingan terdampak, tampung aspirasinya."
"Semua kepentingan harus dipertimbangkan, jangan hanya mendengarkan suara satu kelompok, kepentingan, atau golongan," tegas Amar, perwakilan Masyarakat Pegiat Tembakau Nusatara (MPTN), di Jakarta.
Amar berharap Pemerintah tetap fokus dan tidak terpengaruh melahirkan regulasi yang tidak efektif.
"Lihat saja sentimen anti-tembakau selama ini tidak masuk akal. Indonesia adalah salah satu sentra tembakau terbesar di dunia dan tembakau adalah salah satu komoditas strategis."
"Tapi, mengapa kita harus didorong dan ikut turunan rancangan peraturan negara asing yang tidak sesuai dengan kondisi negeri ini. Gagasan ini tidak relevan untuk diadopsi jadi peraturan," ujarnya.
Baca juga: Penerimaan Cukai Hasil Tembakau di Jawa Timur II Rp 35,5 Triliun, Paling Besar Disumbang Kediri
Senada, Putri yang aktif dalam Komunitas Ngobrol Mbako (Ngombak) juga keberatan dengan langkah pemerintah dalam merumuskan pasal-pasal yang berkaitan dengan pertembakauan.
Dalam pandangannya, UU Kesehatan yang berlaku saat ini semangatnya pengaturan, pelarangan total yang juga menyasar ranah pribadi konsumen.
Putri merasa bahwa konsumen tembakau tidak pernah dirangkul, dan dilindungi hak-haknya.
"Kami bayar pajaknya, tapi perlakuan yang kami terima minus. Ruang-ruang kami sangat dibatasi, suara kami tidak pernah didengar," tambahnya.
Ary Fatanen, Ketua Umum Pakta Konsumen Nasional melihat jejak inkosistensi pemerintah dalam penegakan aturan.
“Produk tembakau adalah legal demikian juga aktivitasnya. Kami berharap Pemerintah bersikap adil dalam menyusun peraturan pertembakauan.
"Peraturan terkait pertembakauan selama ini sudah sangat rigid. Yang menjadi catatan pemerintah, khususnya Kemenkes, ya harus straight & strict dalam penegakannya. Bukan lalu membuat aturan baru, sementara peraturannya sebelumnya tidak pernah dievaluasi," Ary menjelaskan. (*)