Minyak Dunia Alami Penurunan Harga, Brent Dibanderol 93,24 WTI Dijual 93,74 Per Barel
Investor sedang menunggu serangkaian keputusan suku bunga bank sentral minggu ini, mereka percaya The Fed akan mempertahankan suku bunganya.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM , WASHINGTON – Pasca mengalami lonjakan tajam hingga tembus ke kisaran 100 dolar AS per barel. Harga minyak dunia yang diperdagangkan di pasar global dilaporkan turun pada penutupan pasar Rabu (20/9/2023).
Melansir dari Reuters, harga minyak Brent turun 9 persen atau 94,34 dolar AS. Diikuti penurunan minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) yang susut 8 persen menjadi 91,2 dolar AS per barel.
Pelemahan harga minyak terjadi menjelang pertemuan para anggota dewan bank sentral The Fed untuk membahas rencana kebijakan suku bunga acuan di bulan September 2023.
Baca juga: Soal Harga Minyak Dunia Masih Tinggi, Sri Mulyani: Kami Monitor Terus
Banyak analis menilai di pertemuan kali ini The Fed akan mengambil sikap dovish dengan mengerek turun laju suku bunga ke level aman, seiring dengan pulihnya perekonomian Amerika pasca dilanda inflasi ringan.
Alasan ini yang membuat Reli minyak sedikit terhenti karena setiap pedagang menunggu keputusan penting the Fed yang diproyeksikan mengalami soft landing.
“Investor sedang menunggu serangkaian keputusan suku bunga bank sentral minggu ini, mereka percaya The Fed akan mempertahankan suku bunganya, tapi fokusnya akan tertuju pada jalur kebijakannya, yang masih belum jelas,” ujar analis pasar Edward Moya.
Sebelum turun, harga minyak global sempat melonjak tajam bahkan hampir tembus dikisaran harga 100 dolar AS per barel. Buntut dari pemangkasan pasokan minyak mentah yang dilakukan sejumlah negara produsen minyak OPEC.
Seperti Arab Saudi yang memangkas ekspor minyak global sebesar 1 juta barel per hari (bpd), dengan dalih untuk menjaga stabilitas pasokan minyak dalam negeri.
Meski pemangkasan ini bukan kali pertama yang dilakukan pemerintah Riyadh, namun imbas kebijakan tersebut produksi minyak mentah Saudi untuk bulan Oktober, November dan Desember susut jadi 9 juta barel per hari.
Langkah serupa juga dilakukan Rusia, produsen minyak terbesar ketiga dunia ini secara mengejutkan memberlakukan kebijakan pemangkasan ekspor minyak sebesar 500.000 barel per hari di Agustus dan 300.000 barel per hari di September
Imbas pengetatan yang dilakukan Arab Saudi dan Rusia, cadangan minyak di kilang Amerika terus mengalami penurunan stok.
Badan Informasi Energi (EIA) mencatat di pekan ini stok persediaan minyak mentah AS berada di level terendah yakni 422,9 juta barel.
Kondisi ini kian diperparah lantaran permintaan minyak dari sebagian besar negara di tahun ini dan 2024 terus menunjukkan peningkatan.
Tekanan tersebut yang kemudian membuat para investor memperketat peredaran minyak di pasaran. Hingga harga minyak melesat ke puncak tertinggi dan memicu lonjakan inflasi di sejumlah negara termasuk Amerika.