Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kontroversi Tiktok Shop dan Dampaknya terhadap Brand Lokal

Berdasarkan data yang dihimpun oleh tim Think with Hypefast, 67 persen brand lokal telah memiliki akun TikTok Shop

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Erik S
zoom-in Kontroversi Tiktok Shop dan Dampaknya terhadap Brand Lokal
ISTIMEWA
Ilustrasi live streaming shopping 

Laporan Wartawan Tribunnews, Abdul Qodir
 
 
 
 
TRIBUNNEWS.COM - Platform social dan e-commerce asal Tiongkok, TikTok, tengah jadi sorotan di Indonesia, khususnya pelaku UMKM.

Berawal dari fenomena dominasi produk yang dijual di TikTok Shop ditawarkan dengan harga yang sangat kompetitif, bahkan di bawah harga pasaran sehingga menimbulkan kekhawatiran bagi pebisnis lokal.

Pemerintah Indonesia turut mengungkapkan kekhawatiran bahwa harga barang impor dari Tiongkok yang dijual di TikTok Shop dapat merusak harga domestik, atau dikenal sebagai praktik predatory pricing.

Baca juga: Kemendag Bantah Klaim Tiktok Shop Soal Izin, Ekonom: Harus Diusut Pajak Transaksinya

Akibatnya, per tanggal 25 September 2023, pemerintah Indonesia mengeluarkan pernyataan resmi memblokir TikTok (sebagai platform media sosial) dan TikTok Shop (sebagai platform social-commerce) agar tidak berada di dalam satu aplikasi.

Hypefast, sebagai pelopor house of brands berbasis teknologi yang menaungi berbagai brand lokal di Indonesia dan investor aktif terhadap brand lokal, melalui inisiatif "Think with Hypefast" mengadakan diskusi dan survey dengan para pemilik brand lokal untuk mendapatkan pandangan mereka mengenai dampak TikTok Shop terhadap bisnis brand yang mereka jalankan.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh tim Think with Hypefast, 67 persen brand lokal telah memiliki akun TikTok Shop. Dari jumlah tersebut, 88 persen melakukan live streaming setidaknya sekali sehari.

"Kami di Hypefast melihat, dewasa ini semakin banyak brand lokal yang telah memanfaatkan strategi baru live shopping, salah satunya melalui kanal seperti TikTok Shop dan Shopee Live, baik untuk menghabiskan stok lama ataupun memasarkan produk baru. Perubahan ini cukup signifikan bila dibandingkan dengan awal kemunculannya, ketika brand hanya menggunakan marketplace sebagai kanal penjualan saja dan media sosial sebagai kanal untuk memperkenalkan brand mereka pada pasar yang lebih luas," ungkap VP Men and Women Category Hypefast, Adinda Paramita Pandjaitan, dalam keterangannya, Rabu (27/9/2023).

BERITA REKOMENDASI

Ia mengungkapkan, TikTok Shop secara spesifik jadi salah satu kanal penjualan utama yang terbukti efektif menghabiskan stok lama.

"Pengguna TikTok pada umumnya lebih muda dan memiliki daya beli yang terbatas. Oleh karena itu, strategi penjualan di TikTok tidak hanya harus menarik, tetapi juga harus menawarkan diskon yang besar," jelas pendiri brand kosmetik lokal di Jakarta dengan omzet lebih Rp 1 milyar per bulan itu.

Data lain yang diperoleh oleh tim Hypefast menunjukkan bahwa TikTok Shop berkontribusi sekitar 15-18 peren dari total omzet per bulan untuk brand lokal. Angka ini menunjukan peningkatan signifikan dibandingkan September 2022, ketika kontribusi TikTok baru mencapai 3 persen.

Baca juga: Larangan Transaksi TikTok Shop Diperbincangkan Warganet, Ditutup Juga Gak Bikin Tanah Abang Rame

Di sisi lain, data juga menunjukkan, keuntungan dari penjualan di TikTok Shop justru diklaim lebih rendah 24 persen dibandingkan dengan kanal penjualan atau e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, dan Lazada, dan disebabkan oleh dua faktor utama yakni demografi pembeli muda dan diskon lebih besar.

Salah satu tantangan lain yang dihadapi oleh brand lokal adalah konsistensi dalam menjalankan sesi live shopping.


"Kami harus melakukan live streaming setiap hari selama 4-5 jam. Jika ada satu hari tanpa sesi live shopping, algoritma TikTok akan di-reset. Ini menjadi challenge tersendiri, khususnya bagi pelaku bisnis berskala kecil yang belum bisa konsisten menjalankan sesi live shopping di aktivitas bisnis mereka sehari-hari karena keterbatasan sumber daya," ujar pendiri brand fashion wanita di Bandung itu saat berbagi pengalamannya live shopping di TikTok Shop.

Namun uniknya, di dalam ekosistem bisnis Tanah Air, keterbatasan tidak lantas menjadi halangan. Ketika sebuah perubahan diadaptasi dengan baik, justru dapat membuka kesempatan bagi pelaku bisnis lainnya, seperti agensi menawarkan jasa live shopping.

Kehadiran agensi ini membantu brand lokal yang belum siap membangun studio sendiri atau merekrut tim internal, untuk mengoptimalkan strategi mereka dalam live shopping dan mampu bersaing dengan pebisnis lokal lain.

"Tren live shopping di Indonesia, khususnya TikTok Shop, tahun ini memang meningkat pesat, baik dari sisi penjual maupun pembeli," CEO dan Co-Founder platform dropshipper Selleri, Jayant Kumar.

Baca juga: Cerita Pedagang Gulali Jualan di TikTok, Pernyataan Menkop Teten Soal Monopoli Membuatnya Heran

“Kehadiran Tiktok Shop menjadi ‘lapak baru’ bagi UMKM untuk dapat berkompetisi langsung dengan brand besar secara kreatif, lewat suguhan konten yang lucu dan menarik. Ini adalah bentuk tantangan bagi pelaku bisnis brand lokal untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan digital dan perilaku konsumen yang menyertainya."

CEO dan Pendiri Social Bread Indonesia Edho Zell juga memberikan pandangannya mengenai fenomena melonjaknya popularitas TikTok Shop.

“Sesi live shopping telah mendemokratisasikan peluang bagi usaha kecil dan brand lokal agar dapat menjangkau dan berinteraksi langsung dengan konsumen secara real-time,” jelasnya.

Dalam konteks yang lebih luas, fenomena live shopping baik di platform media sosial seperti TikTok Shop maupun Instagram dan Facebook yang telah lebih dahulu mempopulerkan cikal bakal social commerce, atau di platform online marketplace seperti Shopee dan Tokopedia, mencerminkan bagaimana teknologi dan media sosial terus mengubah lanskap bisnis tradisional.

Meskipun TikTok Shop menawarkan keunikan yang membukakan peluang baru bagi brand lokal untuk dapat menjangkau audiens lebih luas, khususnya kalangan yang lebih muda, namun ada tantangan nyata yang datang bersamanya.

Persaingan yang sangat ketat dan seringkali mengakibatkan penurunan keuntungan dibanding tempat penjualan lain, menunjukan bahwa adaptasi dan inovasi teknologi adalah kunci untuk bertahan dan berkembang di era digital ini.

CEO dan Founder Hypefast, Achmad Alkatiri menambahkan, pihaknya sebagai house of brand berbasis teknologi memahami pentingnya mendukung pebisnis lokal dari berbagai skala dalam menavigasi perubahan ini.

“Baik pelaku UMKM, pendiri brand lokal, dan stakeholder lainnya, harus melihat bahwa teknologi dan inovasi sejatinya hadir untuk mendukung, bukan menghambat, pertumbuhan dan kesuksesan UMKM di Indonesia. Kami di Hypefast percaya bahwa dengan kolaborasi, edukasi, dan adaptasi strategi yang tepat, brand lokal Indonesia dapat memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh perkembangan teknologi, sambil tetap menjaga keberlanjutan dan pertumbuhan bisnis mereka,” ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas