Mendagri Tito Karnavian Minta Masyarakat Beralih Konsumsi Pangan Alternatif, 'Beras Sumber Diabetes'
Mendagri Tito Karnavian meminta masyarakat untuk beralih dari mengonsumsi beras ke sumber pangan alternatif seperti jagung, talas maupun sagu
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta masyarakat untuk beralih dari mengonsumsi beras ke sumber pangan alternatif seperti jagung, talas maupun sagu. Hal itu juga untuk mengurangi konsumsi kadar gula yang menyebabkan diabetes.
"Negara sebesar ini saya pernah tugas di Indonesia bagian Tengah dan Timur, saya paham. Jadi ada Papeda sagu, ada jagung, ada talas, yam, itu semua enak-enak itu. Ada ubi jalar, ada sourgum, ada sukun, banyak sekali yang bisa menjadi bahan pokok dan itu sehat," ujar Tito usai menghadiri acara di Kementerian Keuangan, Selasa (3/10/2023).
"Kita tahu beberapa jenis beras mengandung gula, nggak bagus bisa menjadi sumber penyakit diabetes militus, gula," jelasnya.
Baca juga: Pengamat Peringatkan Harga Beras Sulit Turun hingga Awal 2024, Ini Penyebabnya
Tito bilang, peralihan konsumsi beras dengan produk lain adalah untuk mengurangi beban pemerintah dalam mengadakan beras.
"Kita harapkan stok cukup dan kemudian distribusi lancar. Memang ngga gampang karena Indonesia besar, medan kita kan berat, ada yang ke pulau, ada yang ke gunung," ucap dia.
"Saran saya untuk kita semua, warga negara Indonesia, kuncinya selain stok adalah diversifikasi pangan. Tolong ditekankan betul, diversifikasi pangan, jadi tidak hanya mengandalkan beras sebagai makanan pokok. Tapi juga karbo-karbo yang lain," sambungnya.
Selain itu, Tito menegaskan bahwa konsumsi non-beras telah dilakukan oleh masyarakat di perkotaan dan bahkan sudah menjadi rutinitas. Untuk itu, pihaknya berharap masyarakat tidak bergantung pada beras sebagai bahan pokok.
"Sementara seperti ketela, ini orang-orang kota malah sudah mulai beralih ke makanan non-beras, kenapa kita tidak menggenjot kampanye agar masyarakat tidak bergantung kepada beras," ungkapnya.
Di sisi lain, pasar ritel modern mengatur kebijakan pembelian beras sebesar 10 kilogram per orang. Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengungkapkan, pengaturan pembatasan pembelian beras di ritel modern dikhususkan pada beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang digelontorkan oleh Perum Bulog.
Arief menegaskan bahwa beras SPHP yang berasal dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP) ini merupakan strategi pemerintah untuk memperluas jangkauan penyaluran sehingga masyarakat dapat lebih mudah memperolehnya.
Baca juga: Update Harga Pangan di Jabodetabek, per 2 Oktober: Beras, Minyak, Telur, dan Gula Relatif Stabil
"Untuk jenis beras yang dibatasi 2 pack di pasar ritel, hanya berlaku untuk beras SPHP yang dari Bulog. Kalau untuk beras komersial, itu tergantung dari kebijakan ritel masing-masing," kata Arief dalam keterangannya, Selasa (3/10/2023).
"Perlu dipahami beras SPHP ini berasal dari CBP yang digelontorkan secara luas ke masyarakat demi stabilisasi pasokan dan harga. Ini juga merupakan arahan Bapak Presiden Joko Widodo yang memerintahkan agar beras pemerintah disalurkan secara masif," imbuhnya.
Arief mengatakan pembatasan pembelian beras SPHP di ritel modern merupakan kebijakan yang mendorong masyarakat untuk dapat berbelanja bijak.
Dia memastikan stok beras yang dikelola pemerintah aman dan akan terus diperkuat, terlebih dalam menghadapi kekeringan sebagai dampak El Nino.
"Kenapa harus dibatasi? Ini karena beras SPHP harganya telah ditetapkan pemerintah sebesar Rp 10.900 per Kg dan setiap rumah logikanya cukup dengan 2 pack. Apalagi kualitas beras SPHP Bulog ini berkualitas premium," ucap dia.
"Tentunya masyarakat kami ajak bersama untuk senantiasa berbelanja bijak, yang artinya sesuai dengan kebutuhan, tidak perlu belanja berlebihan di atas kebutuhan normal," sambungnya.