Cerita Menteri Bahlil Didatangi Ibu-ibu yang Menolak Relokasi Lahan di Pulau Rempang
Pasir Panjang merupakan salah satu dari lima kampung yang ditetapkan oleh pemerintah untuk diprioritaskan mendapatkan pergeseran ke Tanjung Banun.
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, mengaku didatangi oleh sekelompok ibu-ibu yang masih menolak untuk melakukan pergeseran lahan di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
Kala itu, Bahlil tengah bertemu dengan masyarakat di sebuah masjid di Tanjung Banun, Batam. Di situ, Bahlil bertemu dengan masyarakat dari beberapa kampung, termasuk dari Pasir Panjang.
Adapun Pasir Panjang merupakan salah satu dari lima kampung yang ditetapkan oleh pemerintah untuk diprioritaskan mendapatkan pergeseran ke Tanjung Banun.
Baca juga: Menteri Bahlil: 17 KK Sudah Tinggal di Hunian Sementara Imbas Pergeseran Lahan Warga Pulau Rempang
Selain Pasir Panjang, terdapat kampung Blongkeng, Sembulang Hulu, Sembulang Tanjung dan Pasir Merah.
"Setelah saya dari masjid, ada juga sekelompok ibu-ibu yang menyampaikan aspirasi untuk belum mau digeser. Mereka masih ingin tetap di sana," ujar Bahlil dalam keterangannya, Sabtu (7/10/2023).
"Itulah negara kita negara demokrasi. Jadi justru di situ semakin meyakinkan kepada saya bahwa penting kami pemerintah terus melakukan komunikasi yang baik, sosialisasi yang baik," imbuhnya.
Menurut Bahlil, dengan komunikasi yang baik masyarakat akan mengerti bahwa pengembangan investasi semata-mata untuk keuntungan masyarakat sekitar dan ekonomi nasional.
"Tugas kita adalah meyakinkan kepada mereka. Tugas kita adalah bicara baik-baik sama mereka," ungkapnya.
Di sisi lain, Bahlil mengaku bahwa penggeseran lahan masyarakat juga membutuhkan proses. Untuk itu dia meyakini upaya yang dilakukan BP Batam dan stakeholder terkait bisa menyakinkan masyarakat untuk berpindah tempat.
"Yang namanya kita geser orang. Kita pindahin dari rumah A ke rumah B itu pasti butuh proses waktu. Dan saya yakin BP Batam, Pak Kapolda, Pak Gubernur dan kami semua akan selalu berupaya terus untuk bagaimana cara meyakinkan. Insyaallah kok," tutur Bahlil.
Sebelumnya Bahlil Lahadalia mengklaim, masyarakat Pulau Rempang menyetujui rencana investasi perusahaan kaca terbesar di dunia asal Tiongkok, Xinyi Group.
"Masyarakat Rempang itu setuju dengan investasi, bukan enggak setuju tapi setuju dengan investasi. Cuman cara komunikasinya saja yang enggak pas, harus diakui itu komunikasinya enggak pas," ujar Bahlil kepada wartawan di Nusa Dua, Bali, Rabu (20/9/2023).
Bahlil bilang, pengakuan itu dia dapatkan setelah mengecek langsung ke lokasi selama dua hari. Dia juga menemui tokoh masyarakat di Pulau Rempang.
"Ternyata kesimpulannya adalah mereka ingin agar kalau investasi masuk, pergeserannya itu tidak boleh di luar Rempang, tadinya mereka itu mau ditaruh di kampung Galang. Saya ikutin terus," jelasnya.
Selain itu, masyarakat Rempang menginginkan adanya kolaborasi antara pengusaha setempat dengan investasi yang masuk di wilayahnya.
"Mereka ingin kalau investasi masuk, anak-anaknya jangan tidak hanya berkerja tapi mereka menjadi pengusaha juga kolaborasi. Ketiga mereka juga ingin ganti ruginya itu harus jelas," ungkapnya.
Asal tahu saja, Bahlil menyatakan bahwa tanah seluas 17.000 hektare pulau Rempang akan direvitalisasi menjadi sebuah kawasan yang mencakup sektor industri, perdagangan, hunian, dan pariwisata yang terintegrasi. Inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing Indonesia di kawasan Asia Tenggara.
Untuk tahap awal, Bahlil bilang kawasan ini sudah diminati oleh perusahaan kaca terbesar di dunia asal Tiongkok, Xinyi Group yang berencana akan berinvestasi senilai 11,5 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 174 triliun sampai dengan 2080.