Di Forum Bisnis Indonesia-Jepang, BI Beberkan Ingin Kurangi Ketergantungan Terhadap Dolar AS
Indonesia terus bekerja sama dengan negara-negara Asia untuk tak lagi bertransaksi menggunakan dolar Amerika Serikat saat ekspor-impor
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia terus bekerja sama dengan negara-negara Asia untuk tak lagi bertransaksi menggunakan dolar Amerika Serikat saat ekspor-impor. Berdasarkan catatan, penggunaan dolar Amerika Serikat (AS) mencapai 94 persen dalam bertransaksi ekspor.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menyampaikan Indonesia telah bekerja sama dengan Malaysia, Thailand, Jepang, China, dan Korea Selatan untuk mendorong transaksi perdagangan dan investasi dengan mata uang lokal masing-masing negara.
Baca juga: Update Kurs Dolar Hari Ini, 26 Oktober 2023: Merosot Tipis Rp 15.950
Menurut Destry, hal itu tertuang dalam transaksi bilateral atau local currency transaction atau LCT. Kerja sama ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dollar AS.
"Transaksi perdagangan kita dengan AS, ekspor kita hanya 9,7 persen ke AS, sedangkan impor 5 persen. Tapi penggunaan mata uang dolar AS dari total ekspor 94 persen, sementara dari total impor 80 persen," ujar Destry di acara Indonesia-Japan The 2nd Autoparts Business Forum di Nagoya Garden Space, Nagoya, Jepang, digelar Jumat (27/10/2023). Acara ini untuk memperingati 65 tahun hubungan Indonesia-Jepang.
Baca juga: Menkeu Sri Mulyani Tegaskan Rupiah Tidak Melemah Namun Dolar AS yang Menguat
Hal tersebut menyebabkan Indonesia sangat tergantung terhadap dolar AS. Untuk mengurangi ketergantungan itu, akhirnya BI bersama bank sentral dari Malaysia, Thailand, Jepang, China, dan Korea Selatan menjajaki kerja sama LCT.
"Kita saling berusaha bertahap bagaimana mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS. Ini sangat bermanfaat khususnya utk memperdalam pasar keuangan," terang Destry.
Pelaku usaha dapat memanfaatkan kerja sama ini untuk mengurangi biaya transaksi dan eksposur terhadap risiko nilai tukar dalam melakukan transaksi bilateral antar negara, antara lain melalui penggunaan kuotasi nilai tukar secara langsung antara mata uang.
Baca juga: Bitcoin Melonjak ke Level Tertinggi, Robert Kiyosaki Prediksi Harganya Tembus 135.000 Dolar AS
Penggunaan mata uang lokal masing-masing negara yang lebih luas untuk transaksi bilateral pada akhirnya akan berkontribusi dalam mempromosikan perdagangan, serta memperdalam pasar keuangan dalam mata uang lokal di kedua negara.
Menurut Destry, ketika terjadi guncangan terkait nilai tukar mata uang dollar AS, perekonomian Indonesia akan terdampak. Tingkat kerentanan dan volatilisasi ini yang perlu diantisipasi dan coba dikurangi.
"Kita akan melihat manfaatnya salah satunya efisiensi karena tidak kena double konversi dan meningkatkan efisiensi," ucap Destry.