Survei: Orang Amerika Mengeluh Hidupnya Jadi Lebih Miskin di Bawah Pemerintahan Joe Biden
Hampir 70 persen pemilih percaya bahwa kebijakan ekonomi Presiden Joe Biden merugikan perekonomian AS.
Penulis: Choirul Arifin
Survei: Orang Amerika Mengeluh Hidupnya Jadi Lebih Miskin di Bawah Pemerintahan Joe Biden
TRIBUNNEWS.COM - Mayoritas warga Amerika Serikat menyatakan kondisi finansial mereka lebih buruk selama berada di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden, berdasarkan jajak pendapat terbaru yang dilakukan oleh FT-Michigan Ross kepada 1.004 pemilih terdaftar antara tanggal 2 dan 7 November 2023.
Joe Biden pernah menggembar-gemborkan teori ekonomi ‘Bidenomics’-nya kepada para pemilih di seluruh AS saat dia berkampanye.
Namun tampaknya hanya 14 persen yang percaya bahwa situasi keuangan mereka telah membaik sejak Partai Demokrat menang dan mengendalikan pemerintahan di AS.
Ketika kepada para reponden ditanyakan apa sumber tekanan finansial terbesar yang mereka alami, 82 persen responden memilih melonjaknya harga-harga.
Sebanyak tiga perempat responden mengakui bahwa lonjakan harga merupakan ancaman paling signifikan terhadap perekonomian AS dalam enam bulan ke depan, menurut survei tersebut.
Indeks harga konsumen pada bulan September mencapai 3,7 persen lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, menurut Biro Statistik Tenaga Kerja AS. Angka ini jauh di atas target Federal Reserve sebesar 2 persen.
Inflasi yang terus-menerus dan biaya barang dan jasa telah mendorong 65 persen pemilih Amerika untuk membatasi pengeluaran yang tidak penting.
Rayat AS juga banyak menunda kebiasaan makan di luar rumah atau melakukan perjalanan liburan, menurut jajak pendapat tersebut.
Sebanyak 52 persen responden lainnya mengakui bahwa mereka terpaksa memotong pengeluaran untuk makanan dan kebutuhan sehari-hari.
Dilihat dari hasil jajak pendapat, hampir 70 persen pemilih percaya bahwa kebijakan ekonomi Presiden Joe Biden merugikan perekonomian AS atau tidak berdampak terhadap perekonomian AS.
Baca juga: Harga Minyak Dunia Kembali Anjlok Akibat Penurunan Impor China dan Risiko Resesi AS
Sebanyak 33 persen responden menyatakan bahwa kebijakan-kebijakan tersebut “sangat merugikan perekonomian”.
Setiap kelompok responden baik dari Partai Demokrat, Republik maupun independen menyatakan kenaikan harga sebagai ancaman ekonomi terbesar dan sumber tekanan finansial terbesar.
Ancaman Inflasi membuat 52 persen responden warga AS terpaksa memotong pengeluaran untuk makanan dan kebutuhan sehari-hari.
"Ini adalah berita buruk bagi Biden, terlebih lagi mengingat betapa sedikitnya yang bisa dia lakukan untuk membalikkan persepsi harga sebelum hari pemilu,” kata Erik Gordon, seorang profesor di Ross School di Michigan, mengomentari temuan jajak pendapat tersebut.
Baca juga: Sinyal Resesi AS, CELIOS Beri Lima Saran Kebijakan Ini Untuk RI
Jajak pendapat tersebut dilakukan ketika raksasa pemeringkat kredit Moody's menurunkan prospek kelayakan kredit Amerika dari “stabil” menjadi “negatif” pada hari Jumat, dengan alasan memburuknya posisi fiskal negara tersebut.
Apa yang disebut 'Bidenomics' yang dibanggakan Joe Biden yang seolah-olah ditujukan untuk “memperkuat kelas menengah” dan memastikan “pertumbuhan ekonomi tertinggi di antara negara-negara terkemuka di dunia sejak pandemi,” belum memenuhi kebutuhan masyarakat Amerika sehari-hari.
Para ekonom telah memperingatkan bahwa Joe Biden akan membawa negaranya ke dalam resesi.
Baca juga: Amerika Perketat Masuknya Produk China, Pertemuan Xi Jinping dan Joe Biden Berpotensi Batal
Di tengah suramnya pertumbuhan ekonomi dan kesengsaraan lain yang melanda negara ini, semua jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan bahwa Partai Demokrat mungkin sedang menuju kehancuran dalam pemilu.
Jajak pendapat baru-baru ini dari Siena College di Loudonville, New York, menunjukkan Presiden Biden tertinggal dari mantan POTUS Donald Trump di lima negara bagian yang menjadi medan pertempuran, dan hanya unggul tipis di Wisconsin.
Usia Biden juga memicu kekhawatiran, dengan setidaknya tiga perempat warga Amerika menyatakan keraguan mengenai usianya, menurut jajak pendapat pada bulan Agustus.