Aprindo: Gerakan Boikot Produk Terafiliasi Israel Bisa Berujung PHK Buruh
Gerakan boikot produk yang terafiliasi dengan Israel bisa berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawan.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan, gerakan boikot produk yang terafiliasi dengan Israel bisa berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawan.
"Bisa kita bayangkan ketika tergerus produsennya atau supplier, maka investasi bisa hilang dan kandas, pertumbuhan tidak bisa terjadi," kata Roy dalam konferensi pers di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (15/11/2023).
"Bahkan yang paling tidak mau dilakukan, pengusaha tidak mau melakukanya, melakukan pengurangan tenaga kerja atau PHK. Kalau produktivitas turun, bagaimana membayarkan tenaga kerja yang setiap tahunnya bertumbuh?" lanjutnya.
Roy mengklaim aksi boikot produk terafiliasi Israel berpotensi menurunkan konsumsi belanja masyarakat hingga empat persen.
"(Angkanya) belum signifikan. Kalau angka, kira-kira pendekatan yang secara umum sekitar 3 hingga 4 persen penurunan konsumsi belanja masyarakat untuk daerah-daerah tertentu, belum seluruh daerah," ujarnya.
Roy meminta pemerintah hadir di tengah ramainya ajakan boikot produk terafiliasi Israel ini. Ia mengatakan, pemerintah harus hadir dalam membaca atau melihat situasi dan kondisi.
"Perlu ada langkah-langkah yang relevan dan adaptif oleh pemerintah dalam membaca situasi dan kondisi," kata Roy.
Pilihan Membeli Itu Hak Konsumen
Menurut Roy, keputusan membeli atau tidak suatu produk pada dasarnya adalah hak dari setiap konsumen. "Konsumen ini perlu makanan itu. Perlu minuman ini. Jadi hak konsumen itu kan memilih membeli dan mendapatkan produk," katanya.
"Kami mau menyatakan bahwa memilih membeli, mengkonsumsi, itu hak konsumen. Hak masyarakat," lanjutnya.
Baca juga: Soal Boikot Produk Terafiliasi dengan Israel, Mendag Zulhas: Terserah Masyarakat
Ia mengatakan, jika masyarakat memutuskan mengganti ke produk lain, tidak ada jaminan bisa langsung cocok.
Dengan bergantinya masyarakat ke produk lain yang tidak terafiliasi, disebut Roy bisa saja tidak cocok dan menimbulkan dampak tertentu.
"Nah ketika hak itu tidak tercapai, lalu mereka gimana? Apakah harus menggantikan? Mengganti kalau cocok. Kalau tidak cocok dan menimbulkan efek dan lain-lain, itu yang tidak kita harapkan," ujar Roy.
Baca juga: DPR Turki Boikot Coca-cola dan Produk Nestle dari Menu di Kafe dan Resto: Dianggap Dukung Israel
Ia memberi satu contoh ketika ada seorang konsumen yang memiliki bayi yang harus diberi susu, kini kesulitan membeli produk susu tersebut karena diboikot.
Si konsumen itu akhirnya memutuskan untuk beralih ke produk lain. Roy bilang, ketika berpindah ke produk lain, bisa saja ada kemungkinan yang tak diinginkan terjadi.
"Akhirnya harus tergantikan dan mungkin nanti kita berharap tetap sehat. Tapi kalau tidak sehat jadinya atau berdampak kan tentu menjadi satu masalah," kata Roy.
Baca juga: Alasan MUI Terbitkan Fatwa Boikot Produk Terafiliasi Israel: Bukan Soal Agama, tapi Kemanusiaan
Roy mengingatkan bahwa konsumsi masyarakat ini berperan besar dalam perekonomian Indonesia.
"278 juta masyarakat Indonesia makan dan minum itu berkontribusi (ke) ekonomi kita, sehingga bisa 5 persen (pertumbuhan ekonomi Indonesia)," ujarnya.