Pengamat: Pemerintah Perlu Segera Terbitkan Regulasi OTT untuk Sehatkan Industri Seluler
Polemik tentang regulasi terkait layanan Over The Top (OTT) masih terus berlangsung hingga akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik tentang regulasi terkait layanan Over The Top (OTT) masih terus berlangsung hingga akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Pasalnya Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo hingga kini belum menerbitkan aturan yang jelas terkait layanan Over The Top (OTT).
Sejumlah pihak seperti perusahaan operator telekomuniasi hingga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sudah mendesak pemerintah dalam hal ini Kominfo untuk membuat regulasi layanan OTT.
DPR selain sudah mendesak Kementerian Kominfo, mereka juga sudah meminta Kementerian BUMN agar segera menerbitkan layanan OTT.
Di sisi lain, masyarakat Indonesia semakin bergantung terhadap layanan OTT asing. Ketika sudah tergantung terhadap layanan OTT asing, banyak masyarakat justru mengeluh mengenai kelambatan akses internet di Indonesia.
Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Mastel, Sigit Puspito Wigati Jarot mengatakan, untuk menyehatkan industry seluler memang perlu ada regulasi untuk mengatur OTT.
Dia menjelaskan jika saat ini terjadi ketimpangan pendapatan antara perusahaan operator telekomunikasi dengan Perusahaan OTT secara global.
“Dari data SNS Insider, OTT secara global mampu meraup 295,24 miliar USD pada tahun 2021 dan kemungkinan akan tumbuh hingga 1,951 triliun USD pada tahun 2030,” ujar Sigit saat menjadi pembicara di acara diskusi mengupas regulasi industri OTT bertajuk Selular Business Forum di Jakarta, Rabu, 27 Desember 2023.
Sigit juga menjabarkan perbandingan pendapatan telekomunikasi dengan OTT.
“Pendapatan operator telekomunikasi pada tahun 2010 memang bisa mencapai 458 miliar USD dari SMS dan voice, sedangkan OTT dulu hanya 41 miliar USD. Tetapi, kini pada tahun 2021 terbalik, perusahaan telekomunikasi hanya mendapat 702 miliar USD sedangkan OTT 753 miliar USD," ujarnya.
"Prediksinya, pendapatan OTT akan terus naik ke depannya,” sambung Sigit.
OTT terutama dari luar negeri saat ini sangat menikmati keuntungan dari penggunanya di Indonesia, justru perusahaan operator telekomunikasi negeri ini menderita.
Hal ini lantaran mereka dipaksa untuk membangun infrastruktur digital yang cepat dan andal. Padahal untuk membangun infrastruktur digital yang mumpuni jelas tidaklah mudah serta tidak murah.