Punya Pasar dan Sumber Daya Potensial, Investor Energi Baru Terbarukan Bakal Antre Masuk Indonesia
Founder Bumi Global Karbon (BKG) Foundation, Achmad Deni Daruri optimistis, investor energi baru terbarukan (EBT) bakal deras masuk ke Indonesia.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Founder Bumi Global Karbon (BKG) Foundation, Achmad Deni Daruri optimistis, investor energi baru terbarukan (EBT) bakal deras masuk ke Indonesia.
Selama ini, Indonesia adalah importir bersih bahan bakar fosil terbesar di dunia.
Artinya, pasar EBT di dalam negeri sangat menggiurkan, seiring tingginya kesadaran publik akan energi ramah lingkungan.
Baca juga: Kebut Penggunaan EBT, PLN Operasikan 2 Unit PLTM Kapasitas 3,5 MW di Lampung
"Sekitar 270 juta penduduk bergantung pada bahan bakar fosil dari negara lain, yang membuat Indonesia rentan terhadap guncangan dan krisis geopolitik. Sebaliknya, Indonesia memiliki sumber energi terbarukan yang melimpah, namun potensinya belum sepenuhnya dimanfaatkan," kata Deni, Jakarta, Rabu (10/1/2024).
Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA), kata Deni, memproyeksikan 90 persen pasokan listrik dunia berasal dari EBT.
Artinya, pengembangan EBT di Indonesia, menjadi solusi untuk keluar dari ketergantungan impor.
Soal harga, Deni menilai, saat ini, EBT merupakan pilihan daya termurah di sebagian besar dunia.
Biaya listrik dari tenaga surya, turun 85 persen dalam 1 dekade (2010- 2020). Biaya energi angin darat dan lepas pantai, masing-masing turun 56 persen dan 48 persen.
"Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 99 persen orang di dunia menghirup udara yang melebihi batas kualitas udara, dan mengancam kesehatan mereka. Dan, lebih dari 13 juta kematian di dunia per tahun, disebabkan pencemaran, termasuk polusi udara," ungkapnya.
Pada 2018, polusi udara dari bahan bakar fosil menimbulkan dampak ekonomi dan kesehatan, melahirkan keruhian hingga US$2,9 triliun. Atau setara US$8 miliar per hari.
Dengan transisi energi bersih, seperti angin dan matahari, tidak hanya membantu mengatasi perubahan iklim tetapi juga polusi udara dan kesehatan.
Setiap dolar AS investasi dalam EBT menciptakan lapangan kerja sebesar 3 kali lebih banyak ketimbang industri berbahan bakar fosil.
Baca juga: Industri Batu Bara Belum Redup Meski Penggunaan EBT Digenjot
"International Energy Agency (IEA) memperkirakan transisi menuju emisi nol bersih, mengarah kepada peningkatan keseluruhan dalam pekerjaan sektor energi. Sekitar US$5,9 triliun dihabiskan untuk mensubsidi industri bahan bakar fosil pada 2020," ungkapnya.
Sebagai perbandingan, sekitar US$4 triliun per tahun perlu diinvestasikan dalam energi terbarukan hingga 2030, termasuk investasi dalam teknologi dan infrastruktur untuk memungkinkan pencapaian emisi nol persen pada 2050.
"Untuk itu, Pemerintah Indonesia harus menjamin keberadaan strategi yang menunjang peluang investasi dalam EBT. Pemerintah harus menjalankan lima strategi," kata Deni.