Tanggapan OJK Soal Petani di Bekasi yang Tiba-tiba Ditagih Utang Rp4 Miliar oleh Perusahaan Keuangan
Tiga penagih utang dari sebuah perusahaan keuangan di Jakarta datang ke rumah petani di Bekasi dmembawa surat fotokopi sertifikat tanah miliknya
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) angkat suara terkait adanya kasus yang dialami seorang warga di Bekasi yang kaget secara tiba-tiba mendapat tagihan utang senilai Rp4 miliar oleh salah satu perusahaan pelat merah yang bergerak di sektor keuangan.
Warga Bekasi bernama Kacung Supriatna (63) menjelaskan, ada tiga penagih utang dari sebuah perusahaan keuangan di Jakarta datang ke rumahnya membawa surat fotokopi sertifikat tanah miliknya.
Padahal, Kacung mengaku tidak pernah meminjam uang dengan jumlah besar, dan tidak pernah menjamin surat-surat berharga saat mengajukan pinjaman.
Tagihan sebesar miliaran rupiah itu pertama kali diketahui pada 2021. Ia menegaskan tidak pernah memberikan jaminan atas tanah seluas 5.573 meter persegi yang dimiliki.
Adanya hal tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi menjelaskan, pihaknya belum mengetahui secara lebih detail terkait permasalahan tersebut.
Namun, kasus-kasus seperti itu bisa saja terjadi. Karena cukup banyak kasus yang melibatkan pihak tak bertanggungjawab, yang pada akhirnya kedapatan melakukan pemalsuan data nasabah.
"Kalau kasusnya aku kan belum mengetahui, tapi namanya kasus-kasus kayak gitu banyak terjadi juga. Jadi kadang-kadang itu bisa jadi oknum itu," ungkap perempuan yang akrab disapa Kiki saat ditemui di Indonesia Banking School, Jakarta, Senin (22/1/2024).
"Jadi seringnya, kadang-kadang PUJK (Pelaku Usaha Jasa Keuangan) pakai pihak ketiga, dan pihak ketiganya biasanya kadang melanggar," sambungnya.
Baca juga: Petani di Bekasi Heran Tiba-tiba Ditagih Utang Rp4 Miliar dari Lembaga Keuangan BUMN
Kiki menegaskan, setiap PUJK harus melakukan pengawasan terhadap para pihak ketiga yang terlibat di dalam operasional kegiatan.
"Kita harus memastikan PUJK harus paham. Dan yang dilakukan pihak ketiga itu atas nama perusahaan, tanggung jawab juga PUJK-nya," pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, seorang petani di Desa Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, mengaku kaget secara tiba-tiba mendapat tagihan utang senilai Rp4 miliar oleh salah satu perusahaan pelat merah yang bergerak di sektor keuangan.
Petani bernama Kacung Supriatna (63) warga Kampung Cikarang Desa Jayamulya Kecamatan Serangbaru terkejut mendapatkan tagihan sebesar hampir Rp4 miliar.
Baca juga: Polisi Selidiki Kasus Petani Ditagih Utang Rp4 Miliar, Ini Kronologi dan Siapa Bank Pemberi Dana?
Sejumlah orang disebut mendatangi rumahnya meminta untuk melunasi pinjaman hampir sebesar Rp4 miliar dari agunan sertifikat tanah seluas 9.573 meter persegi.
Pria yang berprofesi sebagai petani tersebut merasa tidak pernah mengajukan maupun mendapatkan pinjaman yang ditagihkan kepadanya.
“Datang tiga orang menagih hutang bilangnya dari bank asal Jakarta. Saya kaget kedatangan itu. Kata orang itu, saya punya tanggungan Rp3 miliar lebih hampir Rp4 miliar,” ungkap Kacung kepada awak media pada Selasa (16/1/2024).
Kacung mengungkapkan penagihan itu dialami oleh Kacung pada 2021 lalu.
Hingga 2024, dirinya belum mengetahui pihak yang menggunakan identitas maupun sertifikat tanah miliknya sebagai agunan untuk pinjaman tersebut.
Tindak Lanjut Kasus Kacung Supriatna
Kasus ini juga telah dilaporkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Polres Metro Bekasi.
"Selama ini saya gak merasa punya hutang sampe segitu, seratus ribu juga saya gak pernah pinjam,” ucap Kacung saat didampingi anaknya Karyan (40).
Sementara itu, Karyan mengatakan bahwa sepengetahuannya ayahnya tak pernah melakukan pinjaman kemana pun.
Kedatangan tiga orang penagih hutang dari salah satu lembaga keuangan pelat merah membuatnya terkejut.
Saat datang ke rumahnya, pihak lembaga keuangan mengonfirmasi mengenai nama orangtuanya dan kepemilikan tanah seluas 9.573 meter persegi.
Selanjutnya, mereka mengonfirmasi adanya pinjaman yang harus dilunasi oleh ayahnya, dengan membawa fotokopi sertifikat yang bertuliskan memiliki hak tanggungan sebesar Rp 4 miliar.
“Waktu datang menanyakan nama orangtua saya, punya tanah seluas 9.573 meter persegi itu betul pak? Saya bilang betul pak, ini ada tagihan tiba-tiba gitu dengan jumlah Rp4 miliar pada 2021 gitu. Yang dia bawa cuma fotocopy sertifikat, saya minta fotocopynya gak dikasih, cuma dikasih foto aja,” ujar Karyan.
Setelah dilakukan penelusuran, ternyata sertifikat milik ayahnya berada di tangan kakak ayahnya atau uwa setelah melakukan Ajudikasi.
Saat datang ke rumahnya, pihak lembaga keuangan mengonfirmasi mengenai nama orangtuanya dan kepemilikan tanah seluas 9.573 meter persegi.
Selanjutnya, mereka mengonfirmasi adanya pinjaman yang harus dilunasi oleh ayahnya, dengan membawa fotokopi sertifikat yang bertuliskan memiliki hak tanggungan sebesar Rp 4 miliar.
“Waktu datang menanyakan nama orangtua saya, punya tanah seluas 9.573 meter persegi itu betul pak? Saya bilang betul pak, ini ada tagihan tiba-tiba gitu dengan jumlah Rp4 miliar pada 2021 gitu. Yang dia bawa cuma fotocopy sertifikat, saya minta fotocopynya gak dikasih, cuma dikasih foto aja,” ujar Karyan.
Tak hanya itu, Karyan juga menemukan banyak kejanggalan saat menelusuri ke Kantor Notaris, BPN Kabupaten Bekasi, hingga PT Askrindo Indonesia.
Dalam berkas-berkas yang dilihatnya selama penelusuran, tanda tangan ayah dan ibunya berbeda di e-KTP dan surat penyetujuan hak tanggungan untuk lembaga keuangan hingga adanya surat nikah orangtuanya.
“Bapak saya belum pernah buat surat nikah dari dulu, ini (yang saya lihat) mah foto siapa sipit begini semua di surat nikah bapak saya. Surat nikah bapaknya bapak saya ditulisnya Kacung bin Hasan, tapi bapak saya nama bapaknya itu bukan Hasan melainkan Salem,” ujarnya.
Selain terdapat pemalsuan pada e-KTP dan surat nikah, pada Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) juga terdapat kejanggalan.
Karyan mengungkapkan bahwa SPPT yang seharusnya masih atas nama orangtua ayahnya telah mengalami perubahan menjadi atas nama ayahnya.
Sejak ditagih untuk melunasi pinjaman mulai 2021 sampai 2024, Kacung tidak pernah mencicilnya.