Anggota Komisi VI DPR Soroti Permendag dan Permenperin soal Pembatasan Impor Barang Elektronik
Hampir semua anggota Perprindo skala besar telah melakukan investasi dalam negeri dengan membangun pabrik di dalam negeri.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto mengkritisi penerapan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 tahun 2023 dan Pengaturan Impor dan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 6 tahun 2024.
Pasalnya, kata Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Perusahaan Pendingin Refrigerasi Indonesia (Perprindo) itu, Peraturan Teknis (Pertek) terkait dua Permen tersebut banyak dikeluhkan para pengusaha yang tergabung dalam Perprindo.
"Karena banyak keluhan bahwa Pertek yang seharusnya terbit dalam waktu 5 hari kerja menurut peraturan tersebut tapi pada praktiknya berlarut-larut sampai bulanan baru bisa terbit sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum untuk para pelaku usaha," kata Darmadi kepada wartawan, Selasa (19/3/2024).
Baca juga: BPS: Nilai Impor RI pada Februari 2024 Capai 18,44 Miliar Dolar AS
Padahal, dikatakan Anggota Baleg DPR RI itu, jika saja Pemerintah melihat apa yang sudah dilakukan para pengusaha khususnya yang tergabung di Perprindo, harusnya pemerintah peka terkait keluhan yang dialami mereka (keluhkan terkait mekanisme penerbitan Pertek).
"Hampir semua anggota Perprindo skala besar telah melakukan investasi dalam negeri dengan membangun pabrik di dalam negeri. Kontribusi mereka signifikan, harusnya pemerintah jangan mempersulit mereka yang sudah berinvestasi," ujar Politikus PDIP itu.
Darmadi mencontohkan ada beberapa perusahaan yang tergabung di Perprindo turut berkontribusi terhadap bangsa dan negara ini.
"Contohnya, PT Daikin Industy Indonesia yang telah melakukan investasi pabrik Air conditioner dengan investasi Rp 3,3 triliun dan diproyeksikan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 2.500 tenaga kerja yang pembangunannya dimulai di tahun 2022 dan diharapkan akan selesai di akhir tahun 2024," jelasnya.
Tak hanya itu, lanjut dia, Sharp juga telah membangun pabrik air conditioner di tahun 2022 dengan nilai investasi sebesar Rp582 miliar dan mulai beroperasi di akhir tahun 2023.
"Dan Aqua Haier yang sudah mempunyai pabrik Air Conditioner di Cikarang dan juga anggota lainnya yang sudah memindahkan proses produksi AC-nya dengan bekerjasama dengan pabrik lokal misalkan Midea, Bestlife, Hisense, Gree," ungkap dia.
Ironisnya, sindirnya, kebijakan yang bertujuan untuk melindungi produksi dalam negeri ini juga justru bisa berdampak pada produk impor yang masih dibutuhkan oleh pasar Indonesia.
"Kurangnya pasokan akan menyebabkan kenaikan harga barang dan membebani masyarakat pada umumnya karena penerapan di lapangan yang carut marut," ucapnya.
Darmadi berharap agar pemerintah dapat bijak memberikan kepastian hukum kepada pelaku usaha dan menerbitkan Pertek sesuai peraturan.
"Yaitu dalam waktu 5 hari kerja dan jangan menjadikan peraturan ini sebagai alat justifikasi untuk menutup semua proses impor karena Indonesia adalah bagian dari masyarakat global dan Asia khususnya dan sudah menandatangani Perjanjian ASEAN-CHINA Free Trade Agreement pada November 2014 di mana negara ASEAN dan China sudah sepakat untuk menguatkan ekonomi di kawasan ASEAN dan tidak melakukan hambatan dalam impor ekspor dalam kawasan," paparnya.
Darmadi juga mengingatkan bahwa pada tahun 2021 pemerintah Thailand pernah mengajukan keberatan kepada pemerintah Indonesia atas diterapkannya Permendag nomor 68 tahun 2020 yang pada praktiknya membuat pelaku usaha Air Conditioner tidak dapat melakukan impor hampir 3 bulan tanpa adanya kepastian hukum.
"Jangan sampai Indonesia dianggap tidak mematuhi konvensi international dengan menerapkan peraturan yang tidak sesuai dengan kaidah normal sehingga mendatangkan gugatan dari negara lain, yang tentunya tidak sejalan dengan cita-cita pemerintah untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045," ujarnya.
Selain itu, Darmadi juga mengungkapkan, para pelaku usaha menengah yang selama ini impor alas kaki kelas bawah dan menengah mengeluh akan aturan Permendag 36 tahun 2023.
"Aturan tersebut benar-benar membuat pelaku usaha harus menghentikan usahanya yang selama ini impor melalui pelabuhan resmi," ujar Darmadi.
Di lain sisi, kata dia, ketika Permendag 36/23 itu diberlakukan justru makin menyuburkan para pelaku usaha yang “nakal”.
"Yang mana mereka akan mencari cara lain dengan impor melalui pelabuhan tikus, hal ini malah merugikan pemasukan negara pada akhirnya. Sebaiknya pemerintah matang dalam membuat sebuah kebijakan, berbagai sisi mesti dihitung dan dipikirkan jangan asal buat aturan yang justru merugikan negara itu sendiri," tuturnya.