Bos Bulog: Upaya Turunkan Harga Beras Hadapi Banyak Tantangan
Biaya paling besar dari produksi gabah kering giling berasal dari biaya tenaga kerja, misalnya, dari olah tanah, tanam, hingga panen.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengutarakan soal tantangan harga beras untuk turun, dipengaruhi dengan sejumlah faktor.
Menurut Bayu, faktor tersebut terkandung dalam biaya produksi. Dia memperkirakan, meski bukan angka resmi, namun biaya produksi petani sekarang sudah naik.
"Kurang lebih Rp 4.700 per kg," ujar Bayu di Jakarta, Senin (18/3/2024).
Bayu berujar, biaya produksi untuk membentuk harga gabah kering yang paling besar berasal dari biaya tenaga kerja, misalnya, dari olah tanah, tanam, hingga panen.
Tingginya biaya produksi, lanjut Bayu, akan membuat harga beras ikut meningkat. Faktor yang membuat harga gabah, menurut Bayu, dari ongkos biaya pekerja hampir sekitar 50 persen.
"Lalu ada sewa lahan, pupuk, dan benih," tambah Bayu.
Sedangkan, harga gabah kering saat ini tetap akan stabil. Namun, kata Bayu, bisa saja lebih tinggi dari sebelumnya. Jika harga gabah lebih rendah, itu merupakan jenis gabah basah lantaran masih musim hujan.
Sebab, jika harga gabah naik, maka harga beras tidak akan bisa serendah sebelum terjadi perubahan ini.
Baca juga: Soal Temuan Beras Oplosan di Malang, Begini Tanggapan Bulog
"Berapa perhitungannya saya tidak tahu, nanti apalah Bapanas atau BPS yang menentukan. Bayangannya, harga beras akan bertahan tidak akan serendah seperti sebelumnya," terang Bayu.