Tak Hanya Bisnis, Sate Kere Yu Tari Tumbuh jadi Pelestari Makanan Penuh Histori Kota Solo
Sejarawan Heri Priyatmoko menyebut sate kere merupakan bentuk perlawanan kaum bawah terhadap bangsawan dan orang kaya dalam budaya feodal Kota Solo.
Penulis: Imam Saputro
Editor: Tiara Shelavie
“Awalnya dari mbah ke bapak, lalu turun ke saya, sekarang jualan di Shelter Seopomo dan di Jalan Honggowongso,” kata Yu Tari kepada Tribunnews.com, Minggu, 24 Maret 2024.
Yu Tari mengakui menjual sate kere dengan resep turun menurun dari leluhurnya.
Dengan harga jual 25 ribu rupiah per porsi, sate kere buatannya jadi altenatif makanan khas Solo yang sering diburu wisatawan.
“Sehari kami bisa ribuan tusuk, apalagi kalau musim liburan,” terangnya.
Yu Tari yang merupakan UMKM binaan BRI Slamet Riyadi ini tengah mengembangkan cabang ketiga sate kere di derah Gentan,
Anak sulungnya, Hanafi yang dipercaya untuk memegang usaha keluarga ini.
“Saya kemarin ambil KUR BRI untuk permodalan awal di Gentan, untuk mengembangkan usaha di cabang ketiga,” kata Hanafi.
Hanafi bersemangat untuk membuka cabang barunya karena Sate Kere kini makin banyak peminatnya.
“Sate Kere salah satu makanan khas Solo, jadi saya ikut senang jadi bagian yang masih bisa melestarikan makanan tradisional Solo ini,” kata Hanafi.
Sebagai UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) binaan BRI, cabang baru Sate Kere Yu Tari langsung mendapatkan fasilitas pembayaran non tunai QRIS dan akses permodalan serta bergabung dalam ekosistem bisnis BRI.
BRI dorong UMKM naik kelas
Kepala Pimpinan Cabang BRI Slamet Riyadi Agung Ari Wibowo menyatakan BRI terus mendukung UMKM Solo untuk naik kelas.
“Akses permodalan dan ekosistem pendampingan kami kembangkan terus, contohnya penjual bakso yang binaan kami akan kami hubungkan dengan pemasok sapi yang juga binaan kami, jadi harganya lebih murah,” kata Agung.
Agung mengatakan hingga Maret 2024, BRI Slamet Riyadi memiliki kurang lebih 300 UMKM binaan dengan berbagai macam jenis usaha.