Kisah Ashab Alkahfi, Nyaris Drop Out Saat Kuliah, Kini Namanya Masuk Forbes Under 30 Under 30
Idenya kala itu membangun kandang ayam yang menerapkan teknologi digital agar bisa meningkatkan produktifitas ternaknya
Penulis: Willem Jonata
Editor: Eko Sutriyanto
Ia mulai berkenalan dengan berbagai pihak di industri peternakan ayam broiler mulai dari supplier, perusahaan kemitraan hingga bakul ayam di pasar. Termasuk bertemu dua co-founder lainnya, Tebe dan Ahmad yang berasal dari kampus yang sama.
“Kami berasal dari fakultas yang berbeda, namun dipertemukan dalam beberapa kesempatan sampai akhirnya ngobrol banyak dan ternyata kita punya visi dan value yang sama. Jadi kita putuskan bersama, berkomitmen untuk mengembangkan peternakan ini menjadi sebuah perusahaan Farm Tech bernama Chickin” ungkap Ashab.
Bergabungnya co-founder menjadi tambahan kekuatan, dengan berbagi peran banyak kemajuan terjadi dalam pertumbuhan bisnis mereka. Namun sebagaimana bisnis yang baru dirintis, banyak tantangan dan ketidakstabilan yang dihadapi mulai dari kegagalan uji coba, kurangnya modal, hingga penolakan.
Mereka terbiasa bekerja hingga 18 jam sehari dan bekerja tanpa gaji selama dua tahun pertama.
Kerja keras dan kegigihan mereka mulai membuahkan hasil di tahun ketiga, saat akhirnya mereka mendapatkan kepercayaan dan pendanaan dari investor global.
Percepatan pun mulai terjadi, Chickin berkembang menjadi beberapa unit bisnis dan teknologi yang dikembangkan resmi di-launching ke publik.
Baca juga: Sempat Tutup Semua Toko, Produsen Sepatu dan Tas Perempuan Ini Kembali Jualan Offline
Tahun ini ekosistem Chickin Indonesia telah membersamai lebih dari 12.000 peternak ayam dan telah mendistribusikan lebih dari 30 juta kilogram daging ayam di seluruh Indonesia.
Dari yang awalnya tiga orang, kini telah berkembang menjadi lebih dari 300 tim profesional dan 50 mitra bisnis.
Dengan semua pencapaiannya, Ashab berhasil tercatat dalam Forbes 30 Under 30 sebagai game changer yang berhasil mendigitalisasi peternakan ayam.
Sebuah pengharagan dari majalah bisnis global bagi orang-orang berusia dibawah 30 tahun yang berhasil membuat terobosan baru dan memberikan dampak besar untuk masyarakat.
Perjalanan mengembangkan Chickin Indonesia membuat Ashab banyak mengorbankan masa studinya sehingga ia harus menempuh waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan perkuliahannya.
Hampir 8 tahun berstatus sebagai mahasiswa, dia sempat mendapatkan surat peringatan drop out dari kampus.
“Beberapa dosen senior meminta saya untuk di drop out karena saya sempat menghilang selama bebeberapa semester, namun tak sedikit juga dosen yang memberikan dukungan agar saya segera menyelesaikan studi,” ungkap Ashab.
Akhirnya, bulan Februari lalu ia pun berhasil lulus dan sah menjadi seorang sarjana.