Pengusaha Ngerem Investasi Imbas Kenaikan Suku Bunga Acuan Bank Indonesia
Konflik di Timur Tengah disebut juga dapat menyebabkan pelemahan nilai tukar Rupiah bahkan nilai tukar negara lain terhadap dolar AS.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia merespons keputusan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate di level 6,25 persen.
Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Organisasi, Hukum, dan Komunikasi Kadin Indonesia,Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan, dunia usaha melihat bahwa ketidakpastian faktor eksternal menjadi dasar keputusan kenaikan suku bunga BI 6,25 persen.
Konflik di Timur Tengah yang terus meluas dinilai dapat mendorong kenaikan harga komoditas minyak mentah.
Konflik di Timur Tengah disebut juga dapat menyebabkan pelemahan nilai tukar Rupiah bahkan nilai tukar negara lain terhadap dolar AS.
Baca juga: BTN Blak-blakan Soal Nasib Pejuang KPR di Tengah Kenaikan Suku Bunga Acuan
Intensifikasi konflik Iran dan Israel pun menjadi pertimbangan berbagai otoritas moneter di dunia, termasuk BI, untuk menghitung ulang pengelolaan risiko yang lebih cermat dalam menghadapi volatilitas pasar yang mungkin terjadi akibat naiknya tensi geopolitik ini.
"Meskipun perekonomian nasional masih solid dan bertumbuh positif, kami melihat pemerintah mengambil langkah antisipatif yang menekan penguatan dolar AS demi menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah," kata Yukki dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews, dikutip Jumat (26/4/2024).
Ia mengatakan, faktor eksternal yang membayangi ini merupakan respon pemerintah terhadap potensi suku bunga The Fed yang masih tinggi atau dalam situasi ‘higher for longer’.
Ia menjelaskan, ada beberapa potensi dampak yang memengaruhi dunia usaha usai kenaikan suku bunga BI.
Dunia usaha disebut akan melakukan kalkulasi ulang dan menahan upaya ekspansi usaha maupun investasi.
Selain itu, dunia usaha disebut juga akan mengatur kembali pos pengeluaran, termasuk penyesuaian biaya produksi yang nantinya mendorong kenaikan harga barang pada konsumen.
"Kenaikan bunga kredit juga akan meningkatkan beban kredit perusahaan, di mana dunia usaha akan mencoba alternatif mencari pembiayaan murah," ujar Yukki.
Menurut dia, jika terjadi dalam jangka panjang, siklus ini dapat berpengaruh untuk menahan pembukaan lapangan kerja baru.
Lebih lanjut, ada juga potensi pelemahan daya beli masyarakat dan konsumsi domestik karena masyarakat mempertimbangkan untuk menabung dibandingkan konsumsi.
Kredit konsumsi menjadi semakin mahal dan penyaluran kredit sektor perbankan berpotensi menurun. Ini mengurangi permintaan barang dan jasa.
"Kami berharap daya beli masyarakat dan konsumsi domestik tetap terjaga mengingat data BI dalam Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Maret tahun 2024 sebesar 123,8 atau di atas 100 yang artinya masyarakat masih mempunyai keyakinan positif pada perekonomian indonesia," ujar Yukki.