Indonesia Perlu Waspadai Keluarnya Arus Modal Asing karena Tren Pelemahan Rupiah
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Kamis pagi dibuka menguat ke posisi Rp 16.209 per dolar AS. Namun
Penulis: willy Widianto
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Kamis pagi dibuka menguat ke posisi Rp 16.209 per dolar AS. Namun secara umum nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih fluktuatif.
Anggota Komisi XI DPR Puteri Anetta Komarudin mengatakan, pihaknya terus mencermati dinamika dan dampak dari konflik geopolitik, terutama dampaknya terhadap nilai tukar rupiah.
Fluktuasi nilai tukar bisa memicu kepanikan investor di pasar keuangan. Mereka bisa mengalihkan investasinya ke aset yang lebih aman seperti mata uang dolar AS dan emas.
Indeks dolar AS tercatat semakin menguat hingga mencapai level tertinggi 106,25 pada 16 April 2024.
Puteri mengatakan dinamika tersebut mendorong terjadinya arus modal keluar di sejumlah negara berkembang serta melemahnya nilai tukar, termasuk di Indonesia. Bank Indonesia (BI) mencatat Rupiah melemah hingga 5,07 persen (ytd) pada 23 April 2024.
"Saya kira pelemahan ini tidak sedalam seperti pada Baht Thailand dan Won Korea yang masing-masing terdepresiasi 7,88 persen dan 6,55 persen (ytd),” kata Puteri, Kamis (2/5/2024).
Menurutnya, rupiah relatif lebih baik dibandingkan yen Jepang dan dollar New Zealand yang justru melemah hingga 8,91 persen dan 6,12 persen (ytd). Rupiah yang tetap terjaga tidak terlepas dari kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang masih kuat.
“Terlihat dari neraca dagang yang masih surplus, cadangan devisa yang tinggi, serta inflasi yang terkendali. Karenanya, kami terus imbau pemerintah dan Bank Indonesia untuk memantau dan melakukan intervensi untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah,” ujar Puteri.
Dia mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah pasti meningkatkan risiko terhadap belanja pada APBN. Terutama besaran anggaran untuk subsidi energi yang berpotensi tertekan akibat konversi harga dolar terhadap rupiah yang lebih tinggi.
“Apalagi ternyata, saat ini sekitar 60 persen kebutuhan BBM kita masih impor sehingga rentan terhadap risiko nilai tukar,” katanya.
Depresiasi rupiah juga berisiko terhadap beban pembayaran utang/pinjaman, terutama surat utang dengan mata utang Dolar AS.
Baca juga: Pagi Ini IHSG di Zona Merah, Kurs Rupiah Menguat ke Rp16.209 per Dolar AS
Namun penguatan dolar AS juga dapat meningkatkan penerimaan dari aktivitas perdagangan internasional, seperti PPh Pasal 22 impor, PPN dan PPNBM impor, bea masuk dan bea keluar.
Perubahan nilai tukar rupiah juga akan berdampak pada penerimaan PPh migas dan PNBP SDA migas. “Untuk itu, kami mendorong pemerintah untuk terus memantau pergerakan kurs Rupiah dan merumuskan langkah-langkah antisipasi yang dibutuhkan,” ujarnya.