Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kabar Terbaru Kuasai Freeport, Perpanjang Kontrak Demi 61 Persen Saham, Bahlil: Buka Lapangan Kerja

Target penambahan saham Freeport menjadi 61 persen untuk menyejahterakan masyarakat Indonesia, karena nantinya akan terbuka lapangan kerja.

Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Kabar Terbaru Kuasai Freeport, Perpanjang Kontrak Demi 61 Persen Saham, Bahlil: Buka Lapangan Kerja
HO
Negara harus mempunyai arah kebijakan yang jelas, apalagi Indonesia negara kaya dan Freeport saat ini merupakan aset negara. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia bakal menguasai 61 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) dengan menambah kepemilikannya sebesar 10 persen.

Namun, untuk menguasai saham PTFI terdapat syaratnya yakni pemerintah merestui perpanjangan kontrak hingga 2061.

Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, proses perpanjangan kontrak sejalan dengan penambahan saham untuk Indonesia sebesar 10 persen.

Tercatat, saat ini menguasai 51 persen saham PTFI sejak 2018.

Baca juga: CEO Freeport McMoran Inc Richard Adkerson Mendadak Temui Jokowi di Istana, Ada Apa?

Menurut Bahlil, target penambahan saham Freeport menjadi 61 persen untuk menyejahterakan masyarakat Indonesia, karena nantinya akan terbuka lapangan kerja bagi masyarakat.

"Kita lakukan ini untuk apa? Supaya mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan lapangan bisnis. Kalau hilirisasi ini kita bangun di daerah-daerah bisa menciptakan peluang. Investasi itu seperti kereta api, ada lokomotif ada gerbong," kata Bahlil saat kuliah umum yang digelar di Universitas Lambung Mangkurat, Kalimantan Selatan dan siarkan secara virtual melalui YouTube BKPM pada Kamis (2/5).

"Ini tujuan pasal 33. Kalau tembaganya ada kita bangun pabrik mobil, jadi kita bangun ekosistemnya semua di Indonesia. Ke depan itu green energi," sambungnya.

Berita Rekomendasi

Bahlil menjelaskan, negara harus mempunyai arah kebijakan yang jelas, apalagi Indonesia negara kaya dan Freeport saat ini merupakan aset negara.

Selain itu, Bahlil menyebut bahwa hingga 2018 lalu saham Freeport yang dimiliki Indonesia hanya 9,36 persen sebelum akhirnya menjadi 51,23 persen pasca divestasi saham pada September 2018 lalu.

Divestasi tersebut dilakukan melalui PT Inalum (Persero) yang membayar sebagian saham Freeport sebesar 3,85 miliar dollar AS atau hampir Rp 60 triliun.

Bahlil juga bilang saat ini saham Freeport mayoritas dimiliki oleh Indonesia dengan nilai valuasi dari dividen mencapai Rp 300 triliun.

"Tahun 2018 Pak Jokowi mengatakan akan mengambil sebagian saham-saham yang dikelola asing, dan itu kekayaan milik Indonesia baik minyak maupun Freeport. Kita (pemerintah Indonesia) beli hampir 4 miliar dolar AS, dan dari pendapatan itu sekarang dividen 2024 sudah hampir lunas dengan pendapatan itu," ucap Bahlil.

"Artinya Pak Jokowi membuat kebijakan membeli tidak sia-sia, sekarang nilai valuasi PT Freeport mencapai 20 miliar USD, Rp 300 triliun," imbuhnya menegaskan.

Untuk diketahui, proses pengajuan izin usaha PT Freeport Indonesia yang akan habis pada 2041 hampir selesai dan tinggal menunggu revisi Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Dukung Hilirisasi

Bahlil mengatakan pembelian saham pemerintah pada PTFI sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk membangun hilirisasi di Indonesia, khususnya pada ekosistem kendaraan listrik.

Dengan memiliki saham yang lebih besar, pemerintah tidak hanya diuntungkan dengan besaran dividen tapi juga dapat mendukung kebijakan pemerintah untuk melakukan hilirisasi.

"Sekarang Freeport sudah menjadi perusahaan milik pemerintah Indonesia, karena kita sudah mayoritas. Kita beli kurang lebih sekitar hampir USD4 miliar. Dan dari pendapatan itu, sekarang dividen 2024 itu sudah hampir lunas dengan pendapatan itu," ungkap Bahlil.

Bahlil juga menyebutkan bahwa dengan kepemilikan saham mayoritas di PTFI, pemerintah juga dapat dengan lebih mudah menjalankan kebijakan hilirisasi, khususnya pada komoditas tembaga.

Bahlil bercerita tentang bagaimana pembangunan smelter PTFI di Gresik yang akhirnya berjalan karena adanya dorongan kuat dari pemerintah.

"USD3 miliar (untuk) bangun smelter di Gresik. Sekarang sudah jadi, bulan Mei (beroperasi) dan di situ kita sudah bisa produksi katoda tembaga. Dari 3 juta konsentrat yang dibawa dari Timika ke Gresik, itu menghasilkan 400 ribu ton katoda tembaga, 60 ton emas," ungkap Bahlil

Dalam kesempatan tersebut, Bahlil juga mengatakan bahwa perpanjangan kontrak PTFI tidak terlepas dari rencana perusahaan untuk memproduksi kawat tembaga.

Kawat tembaga merupakan produk turunan tembaga yang bisa menghasilkan nilai 24 kali lipat.

Bahlil menyebut bahwa dengan memproduksi kawat tembaga, Indonesia akan semakin dekat dalam mewujudkan ekosistem industri kendaraan listrik dari hulu ke hilir di dalam negeri.

"Nah kalau tembaganya ada, itu kita bangun pabrik mobil. Copper Wire (kawat tembaga) itu bungkus untuk baterai, jadi kita bangun ekosistemnya semua di Indonesia. Supaya kita jadi negara produsen yang disegani dunia," cetus Bahlil.

Selain bercerita tentang PTFI, Bahlil kembali menegaskan tentang arah kebijakan pemerintah terkait dengan hilirisasi. Menurutnya, negara harus mempunyai arah kebijakan yang jelas.

"Tujuan kita berbangsa dan bernegara ini apa? Menciptakan kesejahteraan. Itu salah satu tujuan kita. Lewat apa? Mengelola sumber daya alam. Pasal 33 UUD 45," ungkap Bahlil.

Lebih jauh, Bahlil mengingatkan agar Indonesia tidak mengulangi kesalahan yang sama dengan hanya mengeksploitasi komoditas mentah.

"Kita pernah mempunyai kekayaan minyak. Kita pernah masuk dalam OPEC (Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak Bumi). Sekarang kita tidak termasuk lagi ke dalam OPEC, kenapa? Karena konsumsi minyak kita per hari 1 juta 500 barel per hari. Produksi kita hanya 625 ribu barel per hari. Impor kita 870 ribu barel per hari. Kita sekarang impor minyak," lanjutnya.

Menurutnya hal ini terjadi karena salah kebijakan. Itulah kenapa pemerintah perlu mengubah arah kebijakan dengan membangun hilirisasi. Tujuannya adalah untuk percepatan pertumbuhan ekonomi nasional dan menciptakan lapangan pekerjaan yang berkualitas untuk menuju Indonesia yang setara dan sejahtera.

"Pada saat minyak kita banyak, kita tidak membangun hilirisasi? Apakah kita mempunyai refinery (pemurnian) yang cukup? Kita punya masa keemasan kayu. Kayu di Kalimantan, kayu di Papua, kayu di Maluku. Hebat-hebat semua. Tapi kita ekspor log (kayu gelondongan) semua," ungkap Bahlil.

Juni Ditargetkan Rampung

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan penambahan saham pemerintah melalui BUMN di PTFI sebesar 10 persen masih dalam negosiasi.

"Masih dalam proses negosiasi dan juga persiapan regulasinya," katanya usai acara pembukaan kongres HIKMAHBUDHI Ke XII Tahun 2024, di Ancol, Jakarta, Kamis, (28/3/2024).

Presiden yakin penambahan 10 persen saham di PTFI dapat tercapai. Meskipun, Presiden tidak menampik bahwa negosiasi berlangsung alot.

"Ya namanya negosiasi kan udah lama ini. alot, alot banget," katanya.

Jokowi berharap regulasi yang berkaitan dengan penambahan saham di PTFI segera dirampungkan. Sehingga proses negosiasi penambahan saham tersebut dapat selesai paling tidak Juni mendatang.

Pemerintah saat ini sedang mengebut Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Revisi tersebut difokuskan pada pada penghapusan tenggat waktu pengajuan perpanjangan kontra izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

Sebelum revisi perpanjangan IUPK baru dapat dilakukan paling cepat 5 tahun atau paling lambat 1 tahun sebelum masa berlaku izin usaha berakhir.

"Ini regulasinya rampung dulu baru negosiasinya bisa segera difinalkan. Tapi saya melihat, tadi saya targetkan gak sampe Juni lah. Secepatnya. Kalau bisa secepatnya paling lambat Juni," katanya.

Kuasai 51 Persen Berlangsung Alot

Dalam menguasai 51 persen saham PTFI, prosesnya tidak mudah dan membutuhkan sekitar dua tahun, di mana proses negosiasi intensif melibatkan pemerintah, Holding Industri Pertambangan PT INALUM (Persero), Freeport McMoRan Inc. (FCX) dan Rio Tinto.

Resminya pengalihan saham pada 21 Desember 2018, ditandai dengan proses pembayaran dan terbitnya Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK-OP) sebagai pengganti Kontrak Karya (KK) PTFI yang telah berjalan sejak tahun 1967 dan diperbaharui di tahun 1991 dengan masa berlaku hingga 2021.

Dengan terbitnya IUPK ini, maka PTFI mendapatkan kepastian hukum dan kepastian berusaha dengan mengantongi perpanjangan masa operasi 2 x 10 tahun hingga 2041, serta mendapatkan jaminan fiskal dan regulasi.

PTFI juga akan membangun pabrik peleburan (smelter) dalam jangka waktu lima tahun.

Terkait dengan pengalihan saham, INALUM telah membayar US$ 3,85 miliar kepada Freeport McMoRan Inc. (FCX) dan Rio Tinto, untuk membeli sebagian saham FCX dan hak partisipasi Rio Tinto di PTFI sehingga kepemilikan INALUM meningkat dari 9,36 persen menjadi 51,23 persen.

Kepemilikan 51,23 persen terdiri dari 41,23% untuk INALUM dan 10% untuk Pemerintah Daerah Papua.

Saham Pemerintah Daerah Papua akan dikelola oleh perusahaan khusus PT Indonesia Papua Metal dan Mineral (IPPM) yang 60% sahamnya akan dimiliki oleh INALUM dan 40% oleh BUMD Papua.

INALUM memberikan pinjaman kepada BUMD sebesar US$ 819 juta yang dijaminkan dengan saham 40% di IPPM. Cicilan pinjaman akan dibayarkan dengan dividen PTFI yang akan didapatkan oleh BUMD tersebut.

Namun dividen tersebut tidak akan digunakan sepenuhnya untuk membayar cicilan. Akan ada pembayaran tunai yang diterima oleh Pemerintah Daerah.

Struktur kepemilikan Pemerintah Daerah Papua tersebut adalah struktur yang lazim dan sudah mempertimbangkan semua aspek, termasuk aspek perpajakan yang lebih efisien bagi semua pemegang saham serta aspek perlindungan dari masuknya penyertaan swasta didalam kepemilikan.

Penyerahan IUPK dilakukan oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Bambang Gatot Ariyono kepada Direktur Utama PTFI Tony Wenas disaksikan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial, Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto, Inspektur Jenderal Kementerian LHK Ilyas Asaad, Deputi Kementerian BUMN Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Fajar Harry Sampurno, Direktur Utama INALUM Budi G. Sadikin dan CEO FCX Richard Adkerson di kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas