Luhut Klaim, Tanpa Pasokan Nikel dari Indonesia, Pasar Mobil Listrik AS Bakal Terpuruk
Luhut mengatakan, tanpa pasokan nikel dari Indonesia, pasar kendaraan listrik Amerika akan terpuruk.
Penulis: Yulis
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menulis artikel kolom yang diterbitkan oleh situs majalah Foreign Policy berbasis di Amerika Serikat yang berjudul “Without Indonesia’s Nickel, EVs Have No Future in America” pada 1 Mei 2024.
Dalam tulisan tersebut Luhut mengatakan, tanpa pasokan nikel dari Indonesia, pasar kendaraan listrik Amerika akan terpuruk. Dia juga mengatakan, Indonesia saat ini punya cadangan logam terbesar di dunia.
"Namun beberapa anggota Kongres AS, yang bekerja sama dengan pesaing asing dari Indonesia, telah memutuskan untuk menghalangi impor nikel olahan dari Indonesia."
"Kini paksaan kepada perusahaan-perusahaan di sana untuk beralih dari penjualan kendaraan bertenaga gas, pada akhirnya pekerja otomotif AS lah yang akan dirugikan," tulis Luhut.
Luhut menilai, keberatan para senator tersebut cenderung berfokus pada masalah lingkungan hidup lantaran banyak smelter di Indonesia yang menggunakan bahan bakar batu bara.
Bagi sebagian orang itu kurang bisa diterima meskipun ada manfaat karbon bersih dari penghentian mesin pembakaran kendaraan di jalan nantinya. Menurut Luhut cara pandang seperti itu pada akhirnya merugikan diri mereka sendiri.
"Agar pengurangan emisi di AS bisa signifikan, rakyat AS harus lebih banyak menggunakan kendaraan bertenaga listrik. Sektor transportasi adalah penghasil emisi terbesar di negara ini, sementara sekarang kurang dari 1 persen kendaraan di AS adalah kendaraan listrik. Penerapannya secara luas akan bergantung pada keterjangkauan," kata Luhut.
Baca juga: Realisasi Investasi di Sektor Hilirisasi Kuartal I Capai Rp 75,8 Triliun, Smelter Nikel Mendominasi
Ia pun mengatakan nikel Indonesia bisa menjadi lebih ramah lingkungan. Namun, agar ini terwujud, pembangunan ekonomi sangatlah penting lewat penerimaan ekspor atau investasi asing langsung.
"Inisiatif pemerintah juga ada dengan batasan dan pajak atas emisi karbon yang akan diberlakukan tahun ini, dan di saat yang sama pembangkit listrik tenaga batu bara baru sudah dilarang. Namun transisi hijau di Indonesia pada akhirnya bergantung pada modal," kata Luhut.
Baca juga: Aset Antam Melesat 27 Persen di Tahun 2023 Penjualan Nikel Salah Satu Penyebabnya
Ia mengatakan kekhawatiran anggota parlemen AS terhadap lingkungan hidup atas usulan perjanjian perdagangan bebas juga didukung oleh ketegangan antara Beijing dan Washington. Perusahaan Tiongkok hadir dalam pemurnian nikel di Indonesia. Namun demikian pula dengan perusahaan-perusahaan Korea Selatan dan bahkan Amerika.
"Jika AS memutuskan untuk menerapkan larangan menyeluruh terhadap nikel Indonesia hanya karena kehadiran negara lain dalam industri tersebut, tindakan seperti itu akan bertentangan dengan jaminan Menteri Keuangan AS Janet Yellen bahwa sekutu Amerika di Indo-Pasifik tidak boleh dipaksa untuk memilih antara Tiongkok atau AS. Pada akhirnya, nikel Indonesia akan diekspor ke suatu tempat," kata Luhut.
”Indonesia ingin bermitra dengan semua pihak. Terserah Washington apakah mau berjabat tangan untuk menciptakan masa depan yang lebih hijau. Namun negara saya tidak akan menunggu tanpa batas waktu," tegas Luhut lagi.