Petani Masuki Panen Raya, Bulog Tetap Lakukan Impor Beras
Perum Bulog masih melanjutkan impor beras di tengah petani padi yang kini memasuki musim panen raya.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perum Bulog masih melanjutkan impor beras di tengah petani padi yang kini memasuki musim panen raya.
Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi menjelaskan, importasi itu bukan sekadar kegiatan masuknya beras dari luar negeri.
Namun, juga upaya menjaga komunikasi dengan supplier atau pemasok dari negara lain.
Masuknya beras impor ini juga tidak serta merta akan terjadi saat itu juga, tetapi bisa saja beberapa bulan kemudian.
"Paling utama dari kegiatan impor itu sebenarnya bukan hanya sekedar masuknya, tapi komunikasi dengan mereka (pemasok), memesan barangnya."
"Bisa saja kita membuat kontraknya sekarang, tapi untuk masuk Juli dan Agustus," kata Bayu ketika ditemui usai meninjau penyaluran bantuan pangan beras tahap dua di Kantor Kelurahan Pela Mampang, Jakarta Selatan, Jumat (3/5/2024).
Saat ini, fokus Bulog terkait dengan beras impor adalah mengirim ke daerah-daerah yang bukan sentra produksi.
Sementara itu, untuk yang ke daerah-daerah sentra produksi akan mendapatkan perilaku yang berbeda.
Bulog bisa menghentikan masuknya beras impor ke daerah-daerah sentra produksi bila ternyata mempengaruhi harga beras di situ.
Baca juga: RI Impor Beras Lagi, Bapanas Singgung Nasib Petani
"Untuk beberapa daerah yang memang betul-betul sentra produksi, kami lihat apakah harganya terpengaruh akibat impor. Maka kami bisa hentikan sewaktu-waktu," ujar Bayu.
Pada intinya, ia ingin stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang dikelola Bulog itu cukup. Hal ini tak lepas jika pada semester 2 tahun ini, panennya tidak sesuai ekspektasi.
CBP ini diperlukan apabila pemerintah ingin melanjutkan program bantuan pangan berupa beras.
Adapun beras impor yang telah masuk ke Indonesia hingga saat ini sudah ada 1,3 juta ton dari total kuota penugasan sebanyak 3,6 juta ton.