Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Sindiran Pengamat Penerbangan Alvin Lie, Banyak Bandara di Indonesia Dipaksa Jadi Internasional

Banyak bandara di Indonesia banyak dipaksakan untuk menjadi bandara internasional dan mengedepankan gengsi tanpa melihat efektivitasnya.

Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Sindiran Pengamat Penerbangan Alvin Lie, Banyak Bandara di Indonesia Dipaksa Jadi Internasional
KOMPAS.COM/HENDRA CIPTA
Penumpang di Bandara Supadio Pontianak. Banyak bandara di Indonesia banyak dipaksakan untuk menjadi bandara internasional dan mengedepankan gengsi tanpa melihat efektivitasnya. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat penerbangan sekaligus Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (APJAPI) Alvin Lie berpendapat, banyak bandara di Indonesia banyak dipaksakan untuk menjadi bandara internasional dan mengedepankan gengsi tanpa melihat efektivitasnya.

Hal tersebut sebagai respons Alvin Lie terkait pencopotan 17 status bandara internasional menjadi domestik oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) beberapa waktu lalu.

"Saya menghindari menggunakan kata internasional, karena kata internasional ini yang menjadi sumber masalah. Banyak bandara yang kemudian dipaksakan internasional agar mendapatkan gengsi, maaf ini gengsi dan prestise politik," kata Alvin dalam sebuah diskusi yang disiarkan secara virtual, Senin (6/5/20024).

Alvin menilai, sejauh ini bandara-bandara yang dipaksa internasional cuman menerbangkan dua rute yaitu Malaysia dan Singapura. Jam terbangnya pun hanya 2 hingga 3 kali dalam satu minggu. Hal ini terkesan dipaksakan. Sehingga berdampak pada maskapai-maskapai yang dipaksa untuk melayani rute internasional dan berakhir penutupan rute tersebut.

Lebih jauh, Alvin menilai ada campur tangan pemerintah daerah bahkan menteri yang memaksakan berdirinya bandara internasional di Indonesia.

"Jadi untuk penerbangan ini saya juga mempunyai data-datanya, bahwa ada yang dipaksakan itu oleh pejabat daerah ini terutama terkait menjelang Pilkada karena akan menjadi prestasi politik, ada juga oleh pejabat-pejabat di pemerintahan pusat mulai dari Menteri maupun Presiden," tutur Alvin Lie.

Berita Rekomendasi

"Jadi ke daerah dalam rangka kunjungan 'oh ini bandara ini udah cukup baik harus internasional' tidak mikir bahwa jumlah penumpang maupun kargonya itu apakah memenuhi syarat untuk menghidupi rute internasional itu atau tidak," imbuhnya menegaskan.

Padahal menurutnya, kontribusi terbesar bandara dalam melayani Warga Negara Asing (WNA) itu dari Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali dan Bandara Soekaro Hatta, Banten.

Artinya, dari total 34 bandara internasional yang ditetapkan Kemenhub sebelumnya, hanya dua bandara yang berkontribusi optimal.

Baca juga: Bandara Internasional yang Tak Layani Penerbangan ke Luar Negeri

"Nah dua bandara ini kontribusinya sudah 91 persen dari semua penumpang WNA yang masuk ke Indonesia, yang 9 persen ini dibagi rata yang saya dapat datanya 16 kontributor terbesar," ucap Alvin.

"Dari situlah kita perlu mengevaluasi apakah kita masih perlu punya bandara internasional yang sedemikian banyaknya," sambungnya.


Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menetapkan 17 bandar udara di Indonesia yang berstatus sebagai bandara internasional. Jumlah tersebut berkurang 17 dari semula 34 bandara.

Baca juga: Kemenhub Pangkas Jumlah Bandara Internasional di Indonesia Jadi 17, Ini Alasannya

Penetapan 17 bandara ini sesuai dengan Keputusan Menteri Nomor 31/2024 (KM 31/2024) tentang Penetapan Bandar Udara Internasional pada tanggal 2 April 2024 lalu.

Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengatakan, tujuan penetapan ini secara umum adalah untuk dapat mendorong sektor penerbangan nasional yang sempat terpuruk saat pandemi Covid 19.

Keputusan ini juga telah dibahas bersama Kementerian dan Lembaga terkait di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi.

"KM 31/2004 ini dikeluarkan dengan tujuan untuk melindungi penerbangan internasional pasca pandemi dengan menjadikan bandara sebagai hub (pengumpan) internasional di negara sendiri," kata Adita dalam keterangannya dikutip Minggu (28/4/2024).

"Selama ini sebagian besar bandara internasional hanya melayani penerbangan internasional ke beberapa negara tertentu saja dan bukan merupakan penerbangan jarak jauh, sehingga hub internasional justru dinikmati oleh negara lain," imbuhnya.

Adita mengatakan, meskipun 17 Bandara Internasional telah ditetapkan bandara yang status penggunaannya sebagai bandar udara domestik pada prinsipnya tetap dapat melayani penerbangan luar negeri untuk kepentingan tertentu secara temporer (sementara).

Hal itu berlaku setelah mendapatkan penetapan oleh Menteri Perhubungan sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 40 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 39 Tahun 2019 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional.

Kegiatan yang dimaksud dalam PM 40 Tahun 2023 tersebut meliputi kegiatan kenegaraan, kegiatan atau acara yang bersifat internasional, embarkasi dan Debarkasi haji, menunjang pertumbuhan ekonomi nasional, seperti industri pariwisata dan perdagangan atau penanganan bencana.

"Perlu diketahui bahwa penataan bandara secara umum, termasuk bandara internasional, akan terus dievaluasi secara berkelanjutan. Sehingga penataan dan operasional bandara juga akan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berkembang," ungkap Adita.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas