Ngaku Tak Masalah Warung Madura Buka 24 Jam, Pengusaha Ritel: Taati Peraturan, Ada yang Jual Miras
Aprindo tidak mempermasalahkan dagangan warung Madura, tetapi peraturan yang ada di negeri ini harus diikuti.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) tak mempermasalahkan warung Madura yang beroperasi selama 24 jam.
Namun, Ketua Umum APRINDO Roy Nicholas Mandey menekankan agar adanya level of playing field yang sama atau permainan yang setara antara warung Madura dan toko ritel.
"Jadi, kami enggak pernah mempersalahkan waktu karena memang enggak ada Perdanya, tapi yang kita angkat adalah taati peraturan, taati regulasi sebagai bagian dari pada level at the same playing field. Level yang sama," katanya dalam konferensi pers di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (7/5/2024).
Ia kemudian menyinggung soal warung yang kerap menjual Bahan Bakar Minyak (BBM).
Baca juga: Pedagang Ungkap Alasan Mengapa Warung Madura Pilih Buka 24 Jam Nonstop
Roy mengingatkan terkait dengan keamanan dalam menjual BBM. Ada peraturan yang mengatur cara penjualannya.
"Kita coba isi bensin motor dan mobil di pompa bensin. Di samping disepenser bensin kan ada aparnya. Alat pemadam anti kebakaran. Nah itu ada enggak di warung Madura?" ujar Roy.
Berikutnya soal penjualan minuman keras (miras). Dari informasi yang Roy dapat, warung itu sudah ada yang menjual minuman beralkohol golongan C yang kadar etil alkohol atau etanolnya lebih dari 20 persen sampai dengan 55 persen.
"Kemudian menjual miras. Saya dapat informasi dari DPD APRINDO, bahkan bukan golongan A saja yang dijual, tapi yang golongan C juga dijual. Nah, bagaimana perturan [menjual] minuman alkoholnya?" kata Roy.
Sementara itu, kata dia, para pengusaha ritel dijaga ketat mengenai peraturan menjual miras ini.
Roy pun menegaskan sekali lagi bahwa jam operasi warung Madura tak menjadi masalah pihaknya.
Namun, ia menilai diperlukannya ketaatan regulasi daripada pedagang warung Madura ini.
"Jadi yang kami kedepankan adalah taat regulasi seperti kami juga taat regulasi," tutur Roy.
Ia pun mengimbau pemerintah agar bisa memperhatikan warung-warung yang menjual BBM dan miras.
"APRINDO tidak mempermasalahkan dagangan warung Madura, tetapi peraturan yang ada di negeri ini harus diikuti karena kita ini negara hukum. Setiap warga negara sama di mata hukum. Pemerintah tidak boleh diskriminatif," pungkas Roy.
Kemenkop UKM Tak Batasi Jam Operasional
Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) telah menemui Pemerintah Kabupaten Klungkung untuk menindaklanjuti isu pembatasan jam operasional warung Madura atau warung kelontong di Kabupaten Klungkung, Bali.
Pertemuan ini melibatkan Deputi Bidang Usaha Mikro KemenKopUKM Yulius dan PJ Bupati Klungkung I Nyoman Jendrika.
Dalam pertemuan tersebut, kedua pihak bersepakat bahwa tidak ada pelarangan jam operasional warung kelontong di Kabupaten Klungkung.
Yulius mengatakan, pihaknya telah meninjau secara langsung beberapa warung kelontong di Kabupaten Klungkung.
Dari peninjauan tersebut, tidak ditemukan adanya kegaduhan sebagaimana yang ramai diberitakan.
"Saya sudah bertanya langsung ke warung-warung kelontong di sini (di Klungkung) dan mereka sampaikan tidak terjadi apa-apa," kata Yulis dalam keterangan tertulis, Jumat (3/5/2024).
"Kalaupun ada yang tutup jam 1 pagi, mereka bilang itu karena kelelahan, bukan karena ada pembatasan jam operasional,” lanjutnya.
Selanjutnya, Yulius mengungkapkan pihaknya akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Koordinasi ini guna memastikan semua Perda baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota memiliki keberpihakan pada pelaku UMKM.
"KemenKopUKM bersama Pemerintah Kabupaten Klungkung secara tegas menyatakan keberpihakan kepada UMKM, sekaligus berkomitmen untuk mengembangkan UMKM di Tanah Air,” ujar Yulius
Pada kesempatan sama, PJ Bupati Klungkung I Nyoman Jendrika menyatakan bahwa pihaknya tidak pernah melakukan pelarangan jam operasional pada warung kelontong milik masyarakat.
Jendrika menjelaskan, terkait dengan Perda yang ramai diperbicangkan, yakni Perda Klungkung Nomor 13 Tahun 2018, tidak mengatur jam operasional warung kelontong.
Justru, dalam peraturan tersebut ada pengaturan jam operasional pada minimarket, supermarket, dan sejenisnya.
“Karena tidak ada ketentuan pembatasan jam operasional pada pedagang kelontong atau warung milik rakyat, maka kami tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pelarangan tersebut,” ucap Jendrika.
Ia juga menjelaskan, pihaknya belum pernah mendapatkan aduan dari pengusaha ritel yang terganggu dengan warung kelontong yang beroperasi 24 jam, seperti isu yang ramai diperbicangkan.
Sementara itu untuk Satpol PP yang bertugas di lapangan, Jendrika menjelaskan bahwa mereka hanya menjaga keamanan dan ketertiban.
“Satpol PP hanya mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi, seperti tindak kejahatan dan lain sebagainya, bukan untuk melarang jam operasional 24 jam,” ucap Jendrika.
Baca juga: Soal Polemik Jam Operasional Warung Madura, Mendag Zulhas Sebut Boleh Buka 24 Jam: Tak Ada Masalah
Menurutnya, warung kelontong lokal adalah bagian dari usaha mikro dan kecil yang akan terus dibina, terutama terkait pengembangan usaha, keamanan/perizinan usaha dan peluang usaha.
Termasuk pada Perda, Perbup, dan produk hukum lainnya yang mendukung pengembangan usaha.
Diberitakan sebelumnya, ramai-ramai soal warung Madura yang diimbau untuk tidak beroperasi selama 24 jam akhirnya terselesaikan.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyatakan bahwa pihaknya tidak memiliki kebijakan atau rencana untuk membatasi jam operasi warung Madura atau toko kelontong milik masyarakat.
Adapun imbauan itu datang dari Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) Arif Rahman Hakim.
Berdasarkan pemberitaan yang beredar, ia meminta warung Madura patuh pada jam operasional yang ditetapkan pemerintah daerah.
Hal itu pun memicu respons dari banyak pihak. Ada dari Anggota Komisi VI DPR Amin Ak yang menilai aneh jika warung Madura dilarang beroperasi selama 24 jam.
Sebab, itu merupakan strategi mereka untuk bertahan di tengah gempuran retail modern.
Amin berujar, konsep bisnis yang dikembangkan warung Madura merupakan bentuk perlawanan pelaku usaha mikro dan kecil terhadap dominasi bisnis konglomerasi yang semakin menggurita hingga ke pelosok desa.
Warung Madura disebut merupakan kemandirian usaha rakyat (UMKM) untuk bisa bertahan dari gempuran pemodal besar.
Kemudian, Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (DPP Ikappi) ikut menyoroti upaya pembatasian jam operasional warung Madura oleh pejabat Pemerintah.
Kebijakan tersebut dinilai akan membebani masyarakat secara luas.
Karena itu, menurut Mansuri, aneh jika pemerintah menerapkan pembatasan usaha mikro menengah masyarakat kecil dan membiarkan retail modern yang kepemilikannya perusahaan justru mendapatkan karpet merah atas kebijakan-kebijakan pemerintah.
Menurut dia, perputaran hasil dari warung Madura itu akan berputar di daerah masing-masing dan akan mendorong upaya peningkatan ekonomi daerahnya.
Namun, berbanding terbalik dengan retail modern justru akan hanya segelintir pihak yang mendapat keuntungan tersebut.
Lalu, para pedagang warung Tegal (Warteg) turut bersimpati jika warung Madura tidak diperkenankan untuk bukan selama 24 jam.
Musababnya, mereka kerap terbantukan dengan pasokan dari warung Madura.
Ketua Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni menerangkan, biasanya para pedagang Warteg juga kerap beli bahan-bahan pokok di warung Madura terutama untuk memenuhi kebutuhan bahan pokok untuk memasak esoka hari.
Walhasil, Kementerian Koperasi dan UKM pun meninjau Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Klungkung Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan; peraturan yang mulanya diduga memiliki poin mengenai pengaturan jam operasional warung Madura.
Dari situ, didapati kesimpulan bahwa tidak ditemukan aturan yang melarang secara spesifik warung Madura untuk beroperasi sepanjang 24 jam.
Dalam Perda tersebut, pengaturan terkait jam operasional justru berlaku bagi pelaku usaha ritel modern, minimarket, hypermarket, departement store, serta supermarket, dengan batasan jam operasional tertentu.
Teten pun menegaskan bahwa tidak ada kebijakan atau rencana dari pihaknya untuk membatasi operasional warung Madura.
"Saya meluruskan, kami pastikan dan menjamin, tidak ada kebijakan, rencana, atau apapun dari Kementerian Koperasi untuk membatasi jam operasi warung atau toko kelontong milik masyarakat," katanya di kantor KemenKopUKM, Jakarta Selatan, Selasa (30/4/2024).
Terkait dengan pejabat KemenKopUKM yang mengeluarkan imbauan tersebut, Teten menyebut yang bersangkutan sudah dievaluasi.
"Kami sudah mengevaluasi pernyataan pejabat KemenKopUKM agar kemudian hari ini harus hati-hati tidak boleh terulang lagi karena KemenKopUKM keberpihakannya harus jelas untuk UMKM," katanya.
Teten sendiri heran dari mana pertama kali kabar warung Madura atau toko kelontong dibatasi jam operasionalnya berhembus.
"Makanya saya kemarin, siapa sih yang bikin gosip ini? Kalau kita lihat aturannya tidak ada. Jadi sebenarnya warung-warung rakyat, termasuk warung Madura, aman. Tidak ada aturan yang membatasi mereka jam operasinya," ujarnya.
Ia justru mengapresiasi warung-warung kelontong yang selama ini banyak membantu masyarakat karena produk yang dijual adalah produk lokal, lengkap, dan jam operasionalnya fleksibel.
Teten juga menegaskan, bahwa pihaknya akan mengevaluasi kebijakan daerah yang kontraproduktif dengan kepentingan UMKM, termasuk evaluasi program dan anggaran pemerintah daerah untuk mendukung UMKM.
Ia mengatakan, KemenKopUKM justru mendorong dan mendukung agar pemerintah daerah melakukan pengaturan jam operasional dan lokasi usaha bagi pasar ritel modern di daerahnya masing-masing.
Dengan begitu, dia yakin akan tercipta iklim usaha yang lebih baik dan sehat bagi pelaku UMKM.
Sejalan dengan PP Nomor 7 Tahun 2021, KemenKopUKM juga terus berkomitmen melindungi warung rakyat dan UMKM dari ekspansi ritel modern dengan mendorong implementasi dari kebijakan afirmasi 40 persen belanja pemerintah untuk UMKM, 30 persen ruang berjualan pada infratruktur publik untuk UMKM, dengan harga sewanya (sekurang-kurangnya) 30 persen lebih murah dari harga pasar yang berlaku.
“KemenKopUKM juga mengajak pasar ritel modern menjadi bagian dari ekosistem penguatan UMKM di sekitarnya melalui kemitraan strategis untuk menyerap produk lokal dan memberi ruang khusus bagi UMKM,” kata Teten.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.