Mendag Zulkifli Hasan ke Pengusaha Soal Permendag 8/2024: Terlambat Kalau Ngeluhnya Sekarang
Banyak pelaku dan asosiasi industri dalam negeri yang mengeluhkan adanya kemudahan impor melalui penerbitan Permendag 8/2024.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Padahal sebelumnya, di dalam Permendag No 36/2023 ada pemberlakuan larangan dan/atau pembatasan (lartas) untuk produk elektronika dan kabel serat optik.
Sedangkan Permendag No 8/2024 menghapus atau menghilangkan pertek dan lartas kabel serat optik.
"Hal ini sangat mengecewakan industri kabel serat optik dalam negeri karena memberikan kebebasan masuknya kabel serat optik impor,” ungkap Ketua Umum Apkabel, Noval Jamalullail dalam keterangannya di Jakarta, Senin (27/5/2024).
Menurut Noval, pertek dari Kementerian Perindustrian sebenarnya adalah jalan keluar yang terbaik dan berimbang (fair) bagi barang-barang impor yang memang dibutuhkan dan masuk dalam kategori pengecualian.
“Pertek ini menjadi solusi terbaik bagi industri dalam negeri yang mendukung agar industri dalam negeri tetap dapat hidup dan beroperasi dengan tetap memperhatikan kapasitas kemampuan industri dalam negeri,” tuturnya.
Noval mengakui, Permendag No 8/2024 akan mempermudah kembali impor kabel dan produk jadi lainnya masuk ke pasar dometik.
Sedangkan yang dibutuhkan industri dalam negeri adalah kemudahan impor bahan baku (raw material) untuk kebutuhan industri yang tidak ada atau belum dapat dipenuhi dari dalam negeri.
“Sektor industri dalam negeri, khususnya kabel serat optik dan produk elektronika lainnya akan sangat terganggu, dan akan terlemahkan atas kondisi bebas impor tersebut,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengungkap, banyak importir, terutama importir nakal, jadi kesulitan memasukkan barang ke Indonesia karena pada Permendag No 36/2023 mensyaratkan pertek dari Kemenperin.
"Permendag 36 yang dicabut itu melakukan pengendalian impor, namun terjadi protes dari para importir sehingga membuat stagnasi penumpukan kontainer di pelabuhan," kata Redma,
"Tapi sosialisasi sudah dijalankan sejak Desember 2023, jadi penumpukan kontainer yang terjadi karena ulah importir nakal yang tidak mau urus perizinan impor sehingga barang numpuk di pelabuhan,” lanjutnya.
Redma menilai revisi menjadi Permendag 8 menjadikan pengendalian impor tidak akan efektif karena semuanya sudah direlaksasi.
"Kemarin barang bawaan dan barang kiriman di-drop, sekarang perteknya di-drop artinya pengajuan izin impor sudah pasti didapatkan tanpa mempertimbangkan industri dalam negerinya. Ini cerminan inkonsistensi pemerintah," ujar Redam.
Ketiadaan alat pemerintah agar bisa efektif menekan barang impor yang sektor industrinya sudah berkembang baik di dalam negeri disinyalir Redma akan sangat merugikan sektor industri dalam negeri.
“Kalau pertek di-drop artinya pemerintah tidak punya alat untuk mengendalikan impor, jadi ini aturan bungkusnya tata niaga impor, isinya kosong," tutur Redma.
"Industri akan kembali berkontraksi karena pasar dalam negerinya dibanjiri barang-barang impor. Kita sedang bersiap menuju deindustrialisasi ” sesalnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.