Alasan Jokowi Beri Izin Ormas Keagamaan Kelola Tambang, Singgung Jasa hingga Aspirasi
Bahlil Lahadalia mengungkapkan ormas keagamaan diberi hak untuk mengelola tambang karena sudah berjasa bagi masyarakat dan negara.
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Febri Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah resmi mengizinkan organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK).
Meski demikian, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa pemberian izin usaha pertambangan (IUP) kepada ormas harus menempuh syarat yang ketat.
Aturan tersebut dimuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Jasa organisasi keagamaan hingga aspirasi masyarakat menjadi alasan Jokowi akhirnya meneken kebijakan itu.
Alasan pemberian izin ini diungkap Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
Bahlil berpendapat, pemberian IUP kepada ormas keagamaan merupakan pemberian hak atas jasa-jasanya selama ini kepada negara.
Mereka dinilai mempunyai peran yang penting dalam masa-masa perjuangan Indonesia melawan penjajah.
"Saya ingin sampaikan bahwa kenapa ini diberikan. Pertama, kita tahu bahwa Indonesia merdeka dan dalam mempertahankan kemerdekaan hampir semua elemen terlibat.
"Dan khususnya kepada ormas keagamaan NU, Muhammadiyah, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Buddha, dan Hindu dalam pandangan kami dan kontribusi tokoh ini nggak bisa kita bantah. Bahkan yang memerdekakan ini ya mereka," kata Bahlil dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (7/6/2024).
Bahlil mencontohkan saat agresi militer Belanda pada tahun 1948.
Saat itu ormas keagamaan, khususnya NU dan Muhammadiyah, berjasa dengan mengeluarkan fatwa mengenai jihad.
Baca juga: Tak Sendiri, Bahlil Sebut Ormas Dibantu Kontraktor untuk Kelola Tambang
Menurutnya, peran ormas keagamaan saat itu begitu vital.
"Tidak hanya itu proses kemerdekaan banyak dinamika pusat dan daerah. Contoh konflik di Ambon yang selesaikan kan tokoh agama," katanya.
Ia mengklaim ormaslah pihak yang pertama kali membantu pemerintah ketika memang ada masalah di masyarakat maupun negara.
"Emang pada saat negara sebelum merdeka, kena bencana, masalah, emang investor atau pengusaha-pengusaha ini yang mengurus rakyat kita?"
"Orang meninggal duluan, organisasi keagamaan yang mensalatkan itu jenazah," katanya.
Selain itu, Menteri Bahlil mengaku bahwa pemberian IUP kepada ormas juga menandakan agar tidak selalu dikuasai oleh perusahaan besar bahkan investor-investor asing.
"Nah kemudian pandangan Bapak Presiden menyampaikan bahwa IUP ini jangan hanya dikuasai oleh perusahaan-perusahaan gede, oleh investor-investor besar," jelas Bahlil.
Bahlil juga menjelaskan diperbolehkannya ormas mengelola pertambangan berasal dari aspirasi masyarakat.
Dia mengatakan hal tersebut disampaikan Presiden Jokowi kepadanya ketika melakukan kunjungan kerja (kunker) ke daerah.
"Karena dari beberapa perjalanan dinas Bapak Presiden ke daerah, menerima aspirasi juga tentang bagaimana organisasi keagamaan ini juga diperankan tidak hanya sebagai obyek," katanya.
Sebelumnya, Jokowi menandatangani PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara pada Kamis (30/5/2024).
Dikutip dari beleid PP tersebut, disisipkan pasal baru yaitu Pasal 83 A yang mengatur organisasi masyarakat (ormas) dan keagamaan diperbolehkan untuk mengelola tambang.
Pada ayat 1, dijelaskan ormas keagamaan diberikan prioritas untuk diberikan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) demi kesejahteraan masyarakat.
"Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan," demikian isi pasal tersebut.
Lantas, WIUPK yang diatur dalam ayat 1 adalah Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Kemudian pada ayat 3, saham ormas yang berada di badan usaha tersebut tidak dapat dipindahtangankan ke pihak lain tanpa persetujuan Menteri.
Sementara, WIUPK yang diberikan terhadap ormas tersebut berlaku lima tahun sejak PP ini berlaku.
"Penawaran WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berlaku dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku," demikian isi Pasal 83A ayat 6.
Lalu, ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran WIUPK secara prioiritas kepada badan usaha milik ormas dan organisasi keagamaan akan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres).
(Tribunnews.com/Milani Resti/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.