OJK Klaim Sektor Jasa Keuangan Masih Terjaga Stabil di Tengah Ketidakpastian Global
Otoritas moneter di Eropa diekspektasikan akan lebih akomodatif untuk mendorong perekonomian yang lemah di tengah tingkat inflasi yang terus mereda.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyebut sektor jasa keuangan terjaga stabil yang didukung oleh tingkat permodalan yang kuat dan likuiditas memadai di tengah ketidakpastian global.
Sektor jasa keuangan terjaga stabil di tengah ketidakpastian global seperti masih tingginya tensi geopolitik.
Lalu, ketidakpastian lainnya seperti potensi meluasnya perang dagang, serta kinerja perekonomian global yang masih di bawah ekspektasi.
Baca juga: OJK: Ada 4.000 Aturan Baru Setiap Tahunnya di Indonesia yang Harus Dipatuhi Perusahaan
Mahendra mengatakan, tensi perang dagang kembali meningkat akibat kenaikan tarif Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara Amerika Latin terhadap produk China, baik produk green technology maupun besi-baja.
"Pengenaan tarif ini berisiko memperluas perang dagang mengingat Tiongkok adalah mitra dagang utama dan salah satu investor terbesar di Kawasan Amerika Latin," katanya dalam konferensi pers RDK OJK Bulanan Mei 2024, Senin (10/6/2024).
Di AS, Mahendra menyebut tekanan inflasi kembali mereda di tengah moderasi pasar tenaga kerja dan kinerja sektor riil.
Hal itu mendorong meredanya tekanan di pasar keuangan global setelah pasar kembali berekspektasi penurunan Fed Fund Rate (FFR) sebanyak dua kali di akhir tahun 2024.
Sementara itu, otoritas moneter di Eropa diekspektasikan akan lebih akomodatif untuk mendorong perekonomian yang lemah di tengah tingkat inflasi yang terus mereda.
Adapun di China, menyikapi indikasi masih lemahnya kinerja perekonomian, Pemerintah China menerbitkan insentif fiskal yang cukup agresif yang dibiayai oleh penerbitan special long-term bond sebesar CNY 1 triliun atau sekitar 138 miliar dolar AS.