Serikat Buruh: UU Cipta Kerja Biang Kerok Badai PHK di Industri Tekstil
ASPEK menilai, PHK yang saat ini terjadi di industri tekstil dan produk tekstik karena dipicu oleh pemberlakuan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, Mirah Sumirat, mengatakan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang saat ini terjadi di industri tekstil dan produk tekstik karena dipicu oleh pemberlakuan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.
Menurut Mirah, Undang-undang tersebut juga memberikan kelonggaran bagi pelaku usaha atau pengusaha untuk melakukan PHK. Dia mengatakan, badai PHK tidak hanya mengantui industri tekstil tapi hampir di semua sektor.
"Sektor telekomunikasi, ritel, security, jalan tol, perbankan, itu merasakan. Penyebabnya karena dampak covid kemarin. Kedua karena dampak Omnibus Law Cipta Kerja."
"Mereka ketika bersamaan PHK, satu sisi mereka membuka lowongan kerja, merekrut pegawai kontrak," ujar Mirah saat dihubungi, Jumat (21/6/2024).
Mirah menambahkan, selain itu, beberapa faktor turut mempengaruhi seperti nilai tukar rupiah yang terus melemah. Hal tersebut berdampak terhadap sektor manufaktur karena bergantung dengan bahan impor.
Sedangkan, untuk industri tekstil juga turut dipengaruhi oleh barang-barang impor yang membanjiri Indonesia dengan harga harga murah. Sehingga mengganggun pelaku usaha dalam negeri di industri tersebut.
"Persoalannya, banyak barang-barang produk dari China dengan biaya sangat murah. Itu menyebabkan, produk-produk tekstil kita salah saing. Karena dihantam produk dari China yang biayanya lebih murah," terang Mirah.
"Negara-negara Eropa yang biasanya order ke kita, ternyata ordernya ke China. Mereka lebih mempertimbangkan biayanya itu," sambungnya.
Baca juga: PHK di Industri Tekstil Nasional Diperkirakan Terus Berlanjut
Hingga Juni 2024, sebanyak 5 pabrik tekstil memutuskan menutup operasionalnya. Akibatnya, 10.800 pekerja jadi korban PHK. Berdasarkan laporan Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) berikut rincian data pabrik tektil yang tutup hingga Juni 2024.
Di antaranya, PT Kusumahadi Santosa yang memproduksi kain (Weaving, Finishing dan Printing (500-an karyawan) di Karanganyar, Jawa Tengah.
Baca juga: Permendag 8 Dituding Biang Kerok Maraknya PHK di Industri Tekstil, Mendag Zulkifli Hasan Tak Terima
Lalu, PT Kusumaputra Santosa yang memproduksi benang (400-an karyawan) di Karanganyar, Jateng. Kemudian, PT Pamor Spinning Mills yang memproduksi benang (700-an karyawan) di Karanganyar dan PT Alenatex Tekstil, di Bandung ada PHK 700-an pekerja.