Pendapatan Merosot Drastis, Sritex: Karena Geopolitik dan Gempuran Produk Tekstil Impor dari China
Welly Salam menjelaskan, kondisi geopolitik seperti perang Rusia - Ukraina dan Israel - Palestina menyebabkan terjadinya gangguan persediaan
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex mengungkap bahwa kondisi geopolitik dan gempuran produk tekstil impor dari China sebagai alasan menurunnya pendapatan secara drastis.
Direktur Keuangan Sritex Welly Salam menjelaskan, kondisi geopolitik seperti perang Rusia - Ukraina dan Israel - Palestina menyebabkan terjadinya gangguan supply chain.
Selain itu, kondisi geopolitik juga disebut menyebabkan penurunan ekspor karena terjadi pergeseran prioritas oleh masyarakat kawasan Eropa maupun Amerika Serikat.
Baca juga: Berkunjung ke PT Sritex, Gibran Ingin Selesaikan Tumpang Tindih Aturan untuk Permudah Industri
Berikutnya, Welly menyebut penurunan pendapatan yang drastis karena terjadinya over supply tekstil di China yang menyebabkan terjadinya dumping harga.
"Produk-produk ini (hasil dumping) menyasar terutama ke negara-negara di luar Eropa dan China yang longgar aturan impornya," kata Welly dalam Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia pada 22 Juni 2024, dikutip Tribunnews pada Rabu (26/6/2024).
Perkembangan terkini, kata dia, penjualan perusahaan belum pulih karena situasi geopolitik dan gempuran produk China masih terus berlangsung.
Perseroan pun tetap beroperasi dengan menjaga keberlangsungan usaha serta operasional dengan menggunakan kas internal maupun dukungan sponsor.
Sritex pun memiliki sejumlah strategi yang terbagi ke dalam lima bagian, yakni sumber daya manusia, keuangan, pemasaran, umum, serta produksi dan pengadaan.
Dari sisi pemasaran, satu dari sekian hal yang dilakukan Sritex adalah penjualan langsung ke end customer.