Ekonom: Bank Indonesia Harus Berjibaku Kuatkan Rupiah di Bawah Rp 16.000 per Dolar AS
Bukan tidak mungkin rupiah jebol ke Rp17.000, bahkan Rp18.000 per dolar AS, yang dapat memicu gagal bayar utang luar negeri.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan intervensi bank sentral dan pemerintah menekan pelemahan rupiah belum manjur.
Nilai tukar rupiah masih berada di atas level Rp16.000 per dolar AS pada penutupan perdagangan kemarin.
“Bank Indonesia (BI) harus kerja keras, berjibaku mempertahankan kurs rupiah yang bandel tidak mau turun-turun. Intervensi alias ‘doping’ kurs rupiah sejauh ini belum berhasil menurunkan rupiah di bawah Rp16.000 per dolar AS,” kata Anthony, Sabtu (29/6/2024).
Baca juga: Gubernur Bank Indonesia Ungkap Penyebab Utama Nilai Tukar Rupiah Melemah Terhadap Dolar AS
Setelah diintervensi sangat intens, rupiah ternyata hanya bisa menguat sedikit menjadi sekitar Rp16.360an, untuk kemudian merosot lagi tembus Rp16.410.
“Pertanyaannya, sampai seberapa kuat BI bisa ‘doping’ kurs rupiah melawan kekuatan pasar? Kalau tidak kuat, satu ketika rupiah akan jebol,” imbuhnya.
Artinya, ini masalah endurance, masalah ketahanan, masalah berapa banyak dolar yang masih dimiliki BI untuk melawan pasar.
Tantangan nyata saat ini melawan investor asing yang kabur.
“Semoga BI masih mempunyai napas panjang, sampai pemerintah bisa mendapat oksigen (utang) baru,” harap Anthony.
Kalau tidak, menurut dia, maka rupiah siap tergelincir.
Bukan tidak mungkin rupiah jebol ke Rp17.000, bahkan Rp18.000 per dolar AS, yang dapat memicu gagal bayar utang luar negeri.
Diketahui, nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat pada penutupan perdagangan Jumat (28/6/2024).
Mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah ditutup di level Rp16.375 per dolar AS atau naik 30 poin dibanding posisi sebelumnya Rp16.405 per dolar AS.