Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Data BPS dan ITC Tak Sinkron Soal Produk Impor dari China, Begini Tanggapan Kemenperin 

Perbedaan data produk impor China yang dimiliki BPS dan ITC karena banyaknya pelabuhan tikus atau pelabuhan-pelabuhan yang tidak tercatat.

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Data BPS dan ITC Tak Sinkron Soal Produk Impor dari China, Begini Tanggapan Kemenperin 
dok.
Bea Cukai Batam menemukan 143 pelabuhan tikus atau pelabuhan tidak resmi di seluruh wilayah Kota Batam, Kepulauan Riau, yang biasa dipakai untuk mengirimkan barang barang ilegal. Aneka barang ilegal tersebut meliputi narkoba, minuman keras, suku cadang kendaraan bermotor, rokok tanpa pita cukai, hingga obat-obatan. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Data produk impor yang masuk ke Indonesia dari China milik Badan Pusat Statistik (BPS) berbeda dengan data ekspor China ke Indonesia yang dimiliki International Trade Center (ITC).

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Reni Yanita mengatakan, perbedaan data ini karena banyaknya pelabuhan tikus atau pelabuhan-pelabuhan yang tidak tercatat.

Ada penyelundup yang memasukkan barang impor ke Indonesia melalui pelabuhan tikus tersebut, sehingga tidak tercatat datanya secara resmi dan mengakibatkan data yang tidak sinkron.

"Ada penyelundupan ya. Uniknya kita kan (negara) kepulauan. Daerah banyak pelabuhan tikus, pelabuhan-pelabuhan yang nggak tercatat," kata Reni di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7/2024).

"Begitu kan banyak data yang enggak sinkron kan. Data impor kita dibandingin dengan data ekspor yang China katanya beda," lanjutnya.

Menurut dia, di China yang melaporkan ekspor itu masif karena di industri mereka ada kebijakan pengembalian pajak atau tax rebate.

Berita Rekomendasi

Nah, ketika tiba di Indonesia, ada banyak barang yang masuk lewat pelabuhan tikus, sehingga tidak tercatat.

"Kalau di China kan kalau industri ekspor dapat pengembalian pajak gitu kan tax rebate 30 persen. Akhirnya kan dia melaporkan semua," ujar Reni.

"Kalau di kita ya karena lewatnya pintu mana tuh, jadi gak tercatat. Bisa juga seperti itu penyebab data BPS enggak sinkron dengan data yang dari China," sambungnya.

Baca juga: Pantes Saja Penyelundupan Narkoba dan Barang Ilegal di Batam Susah Dibasmi, Ada 143 Pelabuhan Tikus

Karena kewenangan pengawasan di pelabuhan ada di tangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, bukan di Kementerian Perindustrian, Reni merasa mereka yang lebih paham untuk melakukan penindakan.

Terlebih, pengawasan ini juga di ujungnya berkaitan dengan penerimaan negara. Jadi, menurut Reni, Bea Cukai harus lebih concern akan hal ini.

"Kalau di Kementerian Perindustrian yang terukur kan jelas tuh. Tenaga kerja, terus PPh badan, PPn, sama tumbuhnya investasi untuk yang bahan bakunya ketika dia perlu itu. Itu aja sebenarnya terus dengan ekspor, devisa gitu kan," tutur Reni.

Baca juga: Bea Cukai Kesulitan Awasi Pelabuhan Tikus Tempat Asal Barang Impor Ilegal Masuk RI

"Tapi kalau untuk yang penerimaan langsung yang bea masuk, dia (Bea Cukai) tuh seharusnya yang mengawasi," jelasnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengungkap terdapat perbedaan data ekspor-impor Indonesia China antara yang dimiliki BPS dan International Trade Center (ITC).

Berdasarkan catatan Hippindo, dari 2004 hingga 2023, ekspor produk China ke Indonesia yang tercatat di ITC memiliki nilai yang lebih besar dibanding jumlah impor dari China ke Indonesia yang tercatat di BPS.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas