Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kondisi Makin Buruk, Asosiasi Tekstil Minta Antar Kementerian Stop Seteru soal Aturan Impor

Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan, sebaiknya pemerintah fokus memberantas impor ilegal.

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Sanusi
zoom-in Kondisi Makin Buruk, Asosiasi Tekstil Minta Antar Kementerian Stop Seteru soal Aturan Impor
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Massa yang tergabung dalam Aliansi IKM (Industri Kecil Menengah), Pekerja dan Masyarakat Tekstil Nasional menggelar aksi unjuk rasa "Stop PHK, Selamatkan Industri Tekstil Indonesia" berjalan kaki menuju Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, melintas di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (5/7/2024). Dalam aksinya, mereka mengatakan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan industri tekstil dan produk tekstik (TPT) bersekala besar, menengah dan kecil karena maraknya praktik impor ilegal yang melibatkan pejabat/pegawai kementerian, importir nakal, hingga aparat penegak hukum sebagai sindikat mafia impor yang bersarang di Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan. Atas hal tersebut, mereka meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk turun langsung menyelamatkan industri TPT nasional karena para menteri di kabinet sudah tidak mampu melawan sindikat mafia impor. Serta menyerukan kepada pemerintah daerah untuk mendukung produk dalam negeri serta memberangus barang-barang impor yang saat ini sudah beredar hingga pelosok. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mendorong Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), bersama-sama menyelesaikan persoalan terpuruknya industri tekstil.

Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan, sebaiknya pemerintah fokus memberantas impor ilegal. Selain itu, dibanding saling berseteru, sebaiknya lintas kementerian fokus menyelesaikan permasalahan utama yang menjadi penyebab PHK dan penutupan pabrik.

Baca juga: Nilai Tukar Rupiah Masih Lemah, Presiden KSPI: Berdampak pada Industri Tekstil

"Semakin lama kita berdebat soal aturan, kondisi industri tekstil kita semakin memburuk, karena permasalahan utamanya kan impor ilegal yang saat ini masih terus berlangsung," ujar Redma di Jakarta, Rabu (10/7/2024).

Redma juga mendorong Direktorat Jenderal Bea Cukai untuk meningkatkan kinerja mereka. Sehingga barang impor murah tidak membanjiri pasar domestik. Asosiasi menyoroti maraknya modus impor borongan, pelarian Harmonized System (HS), hingga pengurangan nilai faktur (under invoicing).

"Sehingga barang impor murah membanjiri pasar domestik," terang Redma.

Ketua Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB), Nandi Herdiaman turut mendorong pemberantasan masuknya barang impor ilegal. Sebab, hal tersebut menjadi salah satu faktor terjadi PHK dan penutupan pabrik.

Berita Rekomendasi

Plt. Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Reni Yanita menyebut setidaknya ada enam perusahaan yang tutup dengan total 11.000 orang terdampak. Pabrik teksil terkena hantaman ganda, selain Permendag 8 tahun 2024 ini, seiring juga dengan turunnya utilisasi pengusaha industri kecil menengah (IKM) TPT.

Baca juga: Bikin Mati Industri Kreatif, Menparekraf Geram Masih Ada Produk Tekstil Ilegal di Pasar

"Terkait utilisasi IKM turun rata-rata mencapai 70 persen, ini kami dapat data dari pengusaha konveksi berkarya atau IPKB," tutur Reni dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Selasa (9/7/2024).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas