Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Menteri Bahlil Klaim Umur Mesin dan Biaya Tinggi Jadi Pemicu Gelombang PHK di Pabrik Tekstil

PHK ini terbagi menjadi dua bagian yakni pemindahan pabrik yang semula di Jawa Barat ke daerah lain di Pulau Jawa.

Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Menteri Bahlil Klaim Umur Mesin dan Biaya Tinggi Jadi Pemicu Gelombang PHK di Pabrik Tekstil
Tribunnews/JEPRIMA
Ilustrasi aksi demontrasi buruh di Jakarta 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia berpendapat, umur mesin yang sudah tua dan tingginya biaya operasional menjadi penyebab terjadinya gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masal di industri tekstil.

Menurutnya, PHK ini terbagi menjadi dua bagian yakni pemindahan pabrik yang semula di Jawa Barat ke daerah lain di Pulau Jawa. Serta ada juga pabrik tekstil yang menutup secara permanen.

"PHK massal ini saya harus menyampaikan bahwa benar apa yang disampaikan, terjadi PHK di beberapa tempat khususnya di Jawa Barat," kata Bahlil saat Konferensi Pers Realisasi Investasi Kuarta II 2024 di Kantor BKPM, Senin (29/7/2024).

Baca juga: Saksi Partai Buruh Sebut UU Ciptaker Timbulkan Banyak Pekerja Kontrak Berulang dan PHK Sewaktu-waktu

"Masalahnya ada dua mesinnya sudah tua yang kedua biaya ekonominya sudah tinggi dibandingkan negara-negara lain," imbuhnya.

Bahlil mengatakan, pemerintah perlu mengambil jalan tengah agar hak-hak buruh tetap direalisasikan meskipun di satu sisi, dia meminta buruh untuk memerhatikan kondisi keberlangsungan perusahaan tekstil itu sendiri.

"Karena kita harus menghargai buruh dengan upah yang layak, tapi juga buruh harus mengerti kalau industri tidak jalan ya bagaimana pabrik mau survive. Jadi keduanya saling membutuhkan," jelas Bahlil.

Berita Rekomendasi

Bahlil juga menyebut bahwa tantangan untuk mempertahankan industri tekstil ini salah satunya pemberian pemanis yang cocok untuk perusahaan. Sebab, jika industri tekstil mati maka akan berdampak pada berkurangnya pendapatan negara.

"Ini tantangan bagi kita, agar saya pikir harus ada sweetener. Sweetener apa yang cocok untuk mereka melakukan proses, harus tetap industri mereka jalan," ucap Bahlil.

"Kalo ini tutup yang rugi kita semua. Lapangan pekerjaan tutup, industrinya tidak jalan, pendapatan negara berkurang," jelasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas