Dolar AS Ambruk Mendekati Rp16.000, Ini Biang Keroknya
Bank Indonesia mengatakan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juli 2024 tercatat sebesar 145,4 miliar dolar AS.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Tekanan sentimen global mendorong pelemahan dolar AS yang anjlok ke level Rp 16.035 per dolar AS pada perdagangan Rabu (7/8/2024).
Ekonom Ibrahim Assuaibi menyampaikan, untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp. 15.980 - Rp.16.050.
Dia menerangkan, faktor penyebab ambruknya dolar AS.
"Pelemahan perdagangan carry dikombinasikan dengan data pekerjaan AS yang lebih lemah dari perkiraan pada hari Jumat, dan laba yang mengecewakan dari perusahaan teknologi besar memicu aksi jual ekuitas global, yang semakin memperkuat pelemahan tersebut," ujar Ibrahim, Rabu (7/8/2024).
Baca juga: IHSG Dibuka Menguat, Rupiah Terapresiasi ke Posisi Rp 16.156 per Dolar AS
Saat ini, ucap Ibrahim, para pedagang mengharapkan pelonggaran sebesar 110 basis poin (bps) tahun ini dari bank sentral AS, memperkirakan peluang hampir 70 persen dari pemotongan 50 bps pada bulan September, turun dari 85 persen pada hari Senin, menurut alat CME FedWatch.
"Para pembuat kebijakan bank sentral AS pada hari Senin menolak anggapan bahwa data pekerjaan Juli yang lebih lemah dari perkiraan berarti ekonomi sedang dalam resesi, tetapi juga memperingatkan bahwa Fed perlu memangkas suku bunga untuk menghindari hasil seperti itu," terang Ibrahim.
Selain itu, wakil Gubernur BOJ Shinichi Uchida mengatakan bank sentral tidak akan menaikkan suku bunga saat pasar tidak stabil. Komentarnya memicu optimisme bahwa suku bunga Jepang tidak akan naik setajam yang awalnya diperkirakan oleh bank.
BOJ telah menaikkan suku bunga minggu lalu dan mengisyaratkan kenaikan lebih lanjut tahun ini, dengan perubahan sikap agresif yang tak terduga menjadi beban utama di pasar Jepang.
Kemudian, impor China secara keseluruhan melampaui ekspektasi, yang menunjukkan beberapa ketahanan dalam konsumsi domestik. Namun, neraca perdagangan negara itu menyusut lebih dari yang diharapkan, karena ekspor terpukul oleh tarif perdagangan Eropa baru-baru ini pada kendaraan listrik China.
"Tarif saat ini berpotensi berdampak pada permintaan komoditas," terang Ibrahim.
Sedangkan dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) mengatakan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juli 2024 tercatat sebesar 145,4 miliar dolar AS, meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir Juni 2024 sebesar 140,2 miliar dolar AS. Kenaikan posisi cadangan devisa ini terutama dipengaruhi oleh penerbitan sukuk global pemerintah serta penerimaan pajak dan jasa.
Posisi cadangan devisa pada akhir Juli 2024 setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Ke depan, BI memandang cadangan devisa tetap memadai sehingga dapat terus mendukung ketahanan sektor eksternal.
Prospek ekspor yang tetap positif serta neraca transaksi modal dan finansial yang diprakirakan tetap mencatatkan surplus sejalan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional dan imbal hasil investasi yang menarik, mendukung tetap terjaganya ketahanan eksternal.